26

140 17 1
                                    

Setelah Zara masuk ke kamarnya untuk beristirahat, keheningan meliputi ruangan, namun itu adalah keheningan yang penuh kenangan.

Dada menurunkan korannya, pandangannya tertuju pada pintu kamar Zara. "Dia benar-benar mengingatkanku pada dirimu, dulu, sayang," gumamnya, suaranya lembut namun jelas.

Mama berhenti merajut, menatap suaminya dengan senyum penasaran. "Aku? Apa maksudmu?" tanyanya, meski ia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini.

Dada tersenyum tipis, lalu pindah duduk disamping istri tercintanya. "Cara dia bercerita tentang pria yang mendekatinya, yang keras kepala dan terus berusaha meskipun ditolak. Itu mengingatkanku pada kita dulu, ketika aku mencoba mendekatimu, dan kau terus menolakku."

Mama terkekeh kecil, "Oh, kau masih ingat itu? Aku yakin waktu itu aku cukup keras kepala untuk mengabaikanmu. Aku bahkan pernah berpikir kau gila karena tidak menyerah."

"Tapi aku lebih keras kepala," balas Dada dengan senyum penuh percaya diri. "Aku tahu apa yang kuinginkan, dan aku tahu itu adalah kau. Tidak peduli berapa kali kau mengabaikanku, aku tetap kembali. Sama seperti pria yang diceritakan Zara tadi."

Mama menghela pelan. "Aku ingat betul. Kau tidak pernah menyerah, bahkan ketika aku memberimu alasan yang jelas untuk pergi."

Dada menatap istrinya dengan penuh kasih, kenangan masa lalu mereka berputar di benaknya.

"Tunggu!" Seru Zain mendapatkan tangan kanan gadis itu.

Gadis itu berhenti menatap tajam mata pria gila itu.

"Berhenti mengejarku pria gila!" Serunya marah sekaligus malu karena mereka menjadi pusat tontonan.

"Namaku Zain." Ujarnya merajuk.

Gadis itu mengeluarkan smirk-nya.

"Kau adalah pria bodoh yang pernah aku temui. Apa kau tidak bisa mengerti? Seseorang yang sudah punya kekasih tidak sepantasnya kau dekati!"

"Aku tidak perduli. Selama kau belum menikah aku masih punya kesempatan besar."

"Kau tidak punya kesempatan sekecil apapun."

"Tapi aku punya peluang besar."

Gadis itu menggeleng jengah. Pria itu memang sakit jiwa!

"Ayo kuantar kau ke tempat asalmu!" Gadis itu menarik tangan Zain pergi dari tempat itu.

"Kau diam-diam tahu rumahku?" Ujar Zain senang karena tangannya digandeng gadis itu.

"Tapi aku membawa mobil, kita pakai mobilku saja! Kau tidak sabar kukenalkan dengan ayahku rupanya." Racau Zain sama sekali tak dihiraukan Zehra.

Gadis itu menarik tangan pria itu menuju taksi terdekat. Pria itu dengan girang menurut.

"Kau masuk duluan!" Perintah gadis itu yang tidak sedikitpun dibantah Zain.

Gadis itu tidak ikut masuk. Meminta sopir taksi benar-benar membawa Zain pergi ke Rumah Sakit Jiwa Pusat Kota. Emosinya sudah membludak, tidak menyangka pria itu bertingkah laku persis orang gila. Awalnya dia tidak menghiraukan pria itu. Tapi, karena ucapan mengejutkannya dan tingkah gilanya dia yakin jika pria itu otaknya sudah geser.

"Dan aku pikir, siapa pun pria ini, dia mungkin memiliki semangat yang sama. Kalau dia benar-benar melihat sesuatu yang spesial di Zara, dia pasti berpikir bahwa perjuangannya sepadan."

Mama menatap rajutannya, kemudian melirik suaminya dengan tatapan serius. "Tapi kau tahu, sayang, ini bukan tentang pria itu. Ini tentang Zara. Kalau dia merasa tidak nyaman atau tidak tertarik, kita harus percaya bahwa dia tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri."

Dada mengangguk pelan, meski ada kerutan di dahinya yang menunjukkan pikirannya belum sepenuhnya tenang. "Aku setuju. Tapi aku merasa cerita ini belum selesai. Kau tidak merasa begitu?"

Mama meletakkan rajutannya di pangkuannya. "Mungkin. Tapi aku tidak mau terburu-buru mengambil kesimpulan. Zara itu keras kepala, seperti aku dulu. Dia hanya butuh waktu untuk memahami perasaannya sendiri."

Dada tersenyum, tatapannya penuh nostalgia. "Kau tahu sayang, aku mengerti bagaimana perasaan pria itu. Dia mungkin melihat Zara sebagai seseorang yang tidak bisa dia lepaskan. Sama seperti aku melihatmu dulu."

Mama tertawa kecil, "Astaga, kau begitu romantis malam ini. Apa kau mencoba membuatku terharu?"

Dada tertawa, tapi di matanya terlihat kesungguhan. "Aku hanya mengingatkanmu betapa keras kepalanya aku dulu. Dan sejujurnya, aku bangga pada diriku sendiri karena tidak menyerah waktu itu."

Mereka tertawa bersama, kenangan masa lalu mereka menghangatkan suasana malam itu. Namun, di balik tawa mereka, ada rasa penasaran yang mendalam. Mereka tahu Zara tidak akan menceritakan semuanya, tetapi mereka juga tahu anak mereka lebih mirip mereka daripada yang dia sadari.

"Kalau kisah ini benar-benar seperti kita dulu," kata Dada akhirnya, suaranya penuh renungan, "aku hanya bisa berharap pria itu cukup sabar untuk menunggu Zara siap. Sama seperti aku menunggumu."

"Dan aku berharap, jika itu benar, Zara akan menemukan apa yang dia butuhkan. Dengan atau tanpa pria itu."

Pria itu mengusap lembut wajah istrinya. Mencium keningnya dengan penuh kasih, lalu bibir mereka bertemu dalam ciuman mesra yang sederhana, namun penuh kehangatan dan cinta.

Sebagai orang tua, mereka tahu mereka hanya bisa memberikan dukungan dan menjadi tempat Zara kembali saat dia butuh. Kisah ini mungkin baru saja dimulai, tetapi mereka yakin Zara akan menemukan jalannya, seperti mereka dulu menemukan jalan menuju satu sama lain.

*Kisah cinta kedua orang tua Zara judulnya CRAZY MAN - Zain and Zehra.*

PLEASE LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang