Siang itu, Zara berdiri di lobi kantor French, membawa tas berisi makanan yang telah dimasak oleh mamanya. Aroma rempah-rempah khas Turki menyebar dari dalam tas, membangkitkan rasa nostalgia yang mendalam. Mamanya bersikeras agar Zara mengantarkan makanan ini langsung ke French, sebagai bentuk salam perpisahan sebelum kedua orang tuanya kembali ke Turki.
“Jangan lupa bilang terima kasih, Zara,” kata mamanya dengan nada lembut namun penuh penekanan sebelum Zara pergi. “Pria seperti French itu langka. Jangan terlalu dingin padanya.”
Zara mendesah, merasa canggung. Ia tidak ingin terlihat terlalu perhatian dengan mengantarkan makanan ini, tapi permintaan mamanya tidak bisa diabaikan. Dengan setengah hati ia melakukannya, berjanji pada dirinya sendiri untuk menyelesaikan tugas ini secepat mungkin.
Zara melangkah masuk, matanya mencari meja resepsionis. Sebelum sempat berbicara, suara yang sangat dikenalnya terdengar dari belakang.
“Zara?”
French berdiri tidak jauh dari sana, mengenakan setelan jas yang rapi dengan dasi sedikit longgar, menunjukkan betapa sibuk harinya. Matanya berbinar saat melihat Zara. “Kau? Di sini? Apa aku bermimpi?”
Zara menoleh dengan kaku, mengangkat tas di tangannya. “Mamaku menyuruhku mengantarkan ini,” ujarnya sambil mengulurkan tas itu. “Katanya ini untuk salam perpisahan sebelum mereka kembali ke Turki.”
French mengambil tas itu dengan senyum lebar. “Makanan Turki? Mamamu benar-benar tahu bagaimana caranya membuatku bahagia. Terima kasih, Zara.” Ia berhenti sejenak, menatap Zara lebih intens. “Dan terima kasih karena mau datang sendiri.”
Zara mengangkat bahu, mencoba terlihat santai. “Aku hanya menjalankan tugas, tidak lebih.”
French tertawa kecil, meletakkan tas itu di atas meja terdekat. “Kalau begitu, aku beruntung mamamu menyuruhmu. Kapan mereka kembali ke Turki?”
“Besok pagi,” jawab Zara singkat.
French tampak berpikir sejenak sebelum berkata, “Kalau begitu, aku akan ikut mengantar kalian ke bandara.”
Zara mengerutkan kening, bingung. “Kau tidak perlu repot-repot, French. Kami bisa pergi sendiri.”
French tersenyum lembut, nada bicaranya penuh kepastian. “Aku ingin melakukannya, Zara. Mamamu dan Dada sudah sangat baik padaku. Lagipula, aku ingin memastikan mereka pergi dengan nyaman.”
Zara tidak tahu harus berkata apa. Ketulusan di mata French membuatnya sulit menolak. “Baiklah,” katanya pelan. “Tapi jangan salahkan aku jika kau terlambat untuk bekerja.”
Keesokan paginya, French tiba di rumah Zara tepat waktu, membawa mobilnya yang bersih dan nyaman. Ia mengenakan pakaian kasual, namun tetap terlihat memikat dengan rambutnya yang tertata rapi. Mama dan dada Zara menyambutnya dengan senyum lebar, memuji kesopanannya.
“Terima kasih sudah meluangkan waktu, French,” ujar mama Zara dengan hangat. “Kau benar-benar seperti bagian dari keluarga.”
Zara mendengarnya sedikit kesal. Keluarga? Itu berlebihan.
French membalas senyum itu. “Terima kasih, Mrs. Harrison. Kehormatan untuk bisa membantu.” Melirik Zara yang mendengus kecil.
Selama perjalanan ke bandara, suasana di mobil penuh dengan percakapan hangat. Dada bercerita tentang Bisnisnya di Turki, sementara mamanya berbicara tentang resep makanan yang ia siapkan untuk French. Tawa dan canda memenuhi udara, menciptakan suasana yang begitu akrab. Zara duduk di kursi penumpang depan, sesekali melirik French yang mengemudi dengan tenang. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat hatinya terasa lebih ringan. Ia benci mengakuinya.
Sesampainya di bandara, French membantu membawa koper hingga ke meja check-in. Ia berbicara dengan ramah kepada petugas bandara, memastikan semua berjalan lancar. Ketika akhirnya tiba saatnya untuk berpisah, mama dan dada Zara memberikan pelukan hangat kepada French.
“Terima kasih, French,” kata dada Zara. “Kau adalah pria yang baik. Jaga Zara untuk kami.”
French tersenyum kecil, mengangguk dengan tegas. “Tentu saja. Saya berjanji akan menjaga dia sebaik mungkin.”
Setelah keluarga Zara masuk ke ruang keberangkatan, French dan Zara berdiri berdua di terminal yang mulai lengang. Zara tidak tahu harus berkata apa.
“Terima kasih,” katanya akhirnya, suaranya lembut namun tulus. “Aku tahu ini merepotkanmu, tapi aku benar-benar menghargainya.”
French menatapnya, bibirnya melengkung membentuk senyuman hangat. “Aku tidak merasa repot sama sekali, Zara. Aku melakukannya karena kau dan mereka sangat berarti untukku. ”
Zara menatap mata French, mencoba mencari kebohongan, tapi tidak menemukannya. Pria itu benar-benar tulus. Dan untuk pertama kalinya, Zara merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ia bisa mulai membuka hatinya untuk pria di hadapannya.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE LOVE ME
Historia Corta"Kau pikir aku akan menyerah? No.." French mengepalkan tangannya emosi ketika melihat Zara sedang bersama mantannya. "Gadis kecil.. kau harus bertanggung jawab. Kau sudah membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya." Start : 27 Juni 2022