34

232 17 0
                                    

Keesokan Harinya French tiba di apartemen Zara pagi sekali. Ia mengetuk pintu dengan hati-hati, membawa sekotak buah segar dan makanan ringan. Mama membukakan pintu dan langsung menyambutnya dengan senyum hangat.

“Oh, French! Masuklah, Nak. Zara ada di ruang tamu,” ucap Mama ramah sambil mempersilakan masuk.

“Terima kasih, Mrs. Harrison,” jawab French sopan. Ia masuk dengan langkah tenang, matanya segera tertuju pada Zara yang sedang duduk di sofa. Ia terlihat bersandar di atas bantal, dan wajahnya langsung berubah ketika melihat siapa yang datang.

“French?” tanya Zara menutup buku yang sedang dibacanya dengan bunyi keras.

French tersenyum lebar, Ia meletakkan buah dan makanan di atas meja. “Aku hanya ingin menjenguk. Membawa beberapa makanan untukmu.”

“Aku tidak butuh semua ini, French. Kau tidak perlu repot-repot.”

Mama menatap Zara dengan lembut. “Zara, dia hanya ingin membantu. Jangan terlalu keras begitu.”

Namun Zara tetap menatap French dengan pandangan curiga. “Aku tahu kau hanya ingin terlihat baik di depan Mama dan Dada. Kau tidak perlu melakukan semua ini, French.”

French menarik napas pelan, lalu menatap Zara dengan senyum sabar. “Aku tidak punya niat lain selain memastikan kau baik-baik saja, Zara. Kau cedera karena aku, jadi ini tanggung jawabku.”

Zara mendengus kecil, tapi tidak melanjutkan protesnya. Dalam hatinya, ia tahu French benar, meskipun ia terlalu kesal untuk mengakuinya.

“Oke, terima kasih,” gumam Zara akhirnya, meskipun nada suaranya masih terdengar dingin.

French hanya tersenyum kecil, lalu duduk di kursi seberang Zara. “Itu tidak sulit, kan?”

Zara mendelik, tetapi memilih untuk tidak menanggapi.

Tidak lama kemudian, suara langkah berat terdengar dari arah lorong. Dada muncul, wajahnya serius seperti biasa. “Kau datang lagi?” tanyanya sambil melirik French.

“Selamat pagi, Mr. Harrison,” sapa French dengan sopan. “Saya datang untuk menjenguk Zara dan memastikan dia baik-baik saja.”

Dada duduk di kursi lain, melipat tangannya di dada. “Kau bilang kau direktur di kantor pajak?"

French mengangguk. “Betul.”

"Kami punya fasilitas produksi di Texas dan distribusi di beberapa negara bagian lain. Pendapatan cabang itu naik signifikan tahun ini," pria itu menghela nafas pelan.

"Tapi laporan pajak kami malah memunculkan kewajiban yang jauh lebih besar dari yang kami prediksi. Aku mulai curiga sistem pajak di sana memang sengaja dibuat membingungkan.”

French duduk lebih tegak, menunjukkan keseriusannya. “Sistem pajak Amerika memang kompleks, Mr. Harrison. Perusahaan tidak hanya membayar pajak federal, tapi juga pajak negara bagian. Setiap negara bagian punya aturan yang berbeda, jadi kalau perusahaan beroperasi di beberapa negara bagian, itu berarti ada banyak laporan yang harus disesuaikan.”

Zara, yang tadinya pura-pura membaca buku, mengangkat alis. “Jadi maksudmu, mereka bayar pajak ganda?”

French melirik Zara dengan senyum kecil. “Tidak sepenuhnya ganda, Zara. Pajak federal dan pajak negara bagian punya basis yang berbeda. Tapi memang benar, kewajiban pajaknya bisa bertambah besar karena harus memenuhi kedua aturan itu.”

"IRS juga sudah mengirimkan notifikasi audit. Kau tahu kenapa?”

French menaruh cangkir tehnya di meja, “Kalau boleh menebak, mungkin ada perbedaan dalam pencatatan penghasilan antarnegara bagian. Setiap negara bagian memiliki aturan yang berbeda terkait alokasi penghasilan. Jika perusahaan Mr. Harrison menghasilkan pendapatan di Texas, tetapi juga mencatat pengeluaran besar di negara bagian lain, IRS mungkin ingin memastikan semuanya sesuai dengan prinsip keadilan alokasi.”

Dada mengangguk, meski masih terlihat berpikir. “Lalu bagaimana kami bisa menyelesaikan masalah ini? Apa kami harus membayar lebih banyak pajak?”

French menggeleng pelan. “Tidak selalu."

***

Dada tersenyum kecil, tampak puas. “Baiklah. Aku akan bicarakan ini dengan timku. Kalau ini berhasil, mungkin aku harus mengakui bahwa kau memang bukan hanya pandai bicara.”

French tertawa ringan. “Terima kasih. Saya hanya ingin membantu.”

Mama, yang baru kembali dari dapur, menatap French dengan senyum ramah. “Kau memang sangat pintar, ya, French."

Zara hanya mendengus lagi, tetapi dalam hati, ia mulai mengakui bahwa French memang memiliki kualitas yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Ia belum tahu sisi lain pria ini.

***

PLEASE LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang