"Jaem, Bangunnn.."
Sesungguhnya Haechan kaget begitu maniknya temukan jarum pendek jam dinding berada di angka sembilan. It is too late to go work for Jaemin. Namun yang dibangunkan tak berkutik, hanya sedikit bergumam lirih karena terusik. Padahal kamar sudah diterangi matahari meski sedikit, namun tak sampai kenai tempat mereka tidur.
Jadi Haechan inisiatif. Berdiri membuka gorden kamar dengan harapan caranya akan berhasil membangunkan Jaemin. Tapi lagi-lagi nihil. Pria itu menarik selimut supaya halangi sinar surya yang menyilaukan.
"Iihh Jaem kok susah banget dibanguninnya," Ini pertama kalinya Jaemin susah sekali dibangunkan. Kaki dihentak sambil jalan kembali menuju ranjang, Haechan duduk di tepi kasur yang hanya terdapat sedikit ruang. "Bangun hey, kamu udah telat." Katanya, menggoyangkan lengan atas Jaemin supaya pria itu lekas membuka kelopak mata.
"Hmm, ngantuk, biarin aja telat." Bariton suara Jaemin menggema, tarik si manis kembali tidur-setelah dia singkirkan selimut-berbantalkan dadanya yang tanpa dibalut baju. Dan lantaran posisi Haechan yang berada di tepi tempat tidur, Jaemin pindahkan posisi si juni menjadi di tengah kasur tanpa melepas peluk, sekalian supaya dia belakangi matahari pagi. Terima kasih pada olahraga rutin yang dia lakukan sehingga sekedar memindahkan Haechan bukan sebuah apa-apa.
"Gak bisa gitu, Jaemin."
"Udah ah, tidur lagi. Kamu masih ngantuk juga, kan?" Punggung yang lebih muda ditepuk pelan, seakan menimang bayi supaya kantuk kembali datang.
"Kok kamu jadi males gini?" Meski terus protes, Haechan tidak berontak membebaskan diri. Dia mendongak melihat Jaemin yang matanya masih nyaman terpejam.
"Kamu mau diem atau dapat cium?"
"Kebiasaan ancamannya itu mulu."
"Ya sudah, ganti, kamu mau aku makan atau diem?"
"Mesum banget Jaemin!" Haechan spontan bangun, tepuk lumayan keras dada Jaemin.
Sukses undang tawa renyah si agustus, sukses pula membuat kembar onyx milik sang leo tampilkan presensinya. Juga rambut yang sudah berantakan itu dibuat semakin berantakan ulah usakkan tangannya.
Sial.
Akan sampai kapan Haechan terus kagumi ketampanan kekasihnya? Bahkan dalam keadaan kusut bangun tidur, pria dalam perhatian maniknya itu masih tampak begitu mengagumkan.
Satu detik,
Dua detik,
Tiga detik.
Cup/
Gerak Jaemin singkat, bangun sebentar hanya demi berikan kecup pada birai sosok kekasihnya. Sehingga sang penerima kecupan mengedip beberapa kali mencerna kejadian yang baru saja menyadarkannya dari sesi mengagumi Jaemin.
"Aku ganteng, ya?"
Satu alis terangkat naik, Haechan mengulum bibirnya tahan senyum yang meminta ditampilkan.
Dia salah tingkah.
Apa itu tadi? 'aku ganteng, ya?'
Lalu sebagai jawaban untuk Jaemin yang terus memperhatikannya, Haechan mengangguk pelan.
Jujur sekali, Lee Haechan.
Oh, lalu apa lagi itu? Jaemin tersenyum manis sekali di tengah salah tingkahnya yang belum mereda, justru sekarang si juni ketambahan diserang rasa malu setelah anggukkan kepala yang dia lakukan.
Undang tawa ringan mampir pada Jaemin, "Kenapa gemes banget sih?" Kedua tangannya lantas beralih pada pinggang Haechan yang duduk bersila, melingkar di sana, lalu jemarinya bertaut di punggung kekasihnya. Dia menarik Haechan lebih dekat sampai sebatas dadanya, taut jemarinya diurai guna salah satu tangannya dapat naik usap pipi si manis. "Pipinya sampai merah gini." Katanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/371458034-288-k177860.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)
FanfictionAnd he became the obsessed one. bxb