Kokkuri San Behind Truth Or Dare

263 4 0
                                    

Nagata mengambil secarik kertas berwarna putih lalu menggambar sebuah Torii (Gerbang kuil) tepat di bagian tengah atas dari kertas tersebut dengan menggunakan pena merah. Kemudian menuliskan "Truth" dan "Dare" di sisi kanan dan kiri Torii. Lalu di bawahnya ia menuliskan dengan semua huruf alphabet dari A sampai Z secara berurutan dengan susunan horizontal. Kemudian dilanjutkan dengan menulis secara berurutan angka 0 sampai 9 dengan susunan horizontal.

Sementara Nagata sibuk dengan ritual aneh itu, Naomi membuka semua jendela yang ada pada ruangan pengap ini. "Kenapa dibuka?", tanyaku merasa heran. "Nanti juga kau akan mengetahuinya." Jawab Naomi dengan suara yang terbilang sangat pelan. "Yaa.. terserah kalian saja", tukasku dengan pasrah. Tomoya menempatkan sebuah koin tepat di tengah gambar gerbang Torri, semua meletakkan jari telunjuknya di atas koin tersebut, tanpa ba bi bu lagi aku mengikuti apa yang mereka lakukan.

"Arrgghh.. untuk apa semua ini? Kapan kita mulai melakukan Truth or Dare nya?" tanyaku yang sudah mulai merasa bosan. "Ssssttt.. bisa tidak kau diam sebentar?" tegas Rui memarahiku. Aku menyadari sesuatu, ini seperti. Ah, apa kita sedang memainkan jelangkung versi orang Jepang? Setelah menyadari keanehan yang terjadi, aku melepas jari telunjukku pada koin yang sudah mulai bergerak dengan sendirinya itu. "Kita tidak bisa melanjutkan ini! Aku harus pergi!". Secepat mungkin aku berlari menelusuri lorong kampus yang sudah mulai gelap tanpa mempedulikan yang lain meneriakkan namaku dan menyuruhku untuk kembali. Tiba-tiba kurasakan tubuhku menubruk sesuatu yang kuat dan besar. "Yuki chan. Apa kau tidak apa-apa?" sebuah suara memanggil namaku. "Si.. siapa kau?" Orang itu mulai menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
"Tidak! Jangan mendekat!", aku menangkis uluran tangannya.
"Kau bukan orang Jepang kan?" tanya orang itu. "Darimana kau tahu? Kau menguntitku?" jawabku heran. "Kau bukan orang Jepang tapi sudah bermain-main dengan kokkuri san?"
"Kok.. kokuri.. aaahh apa maksudmu?".
"Permainan yang kau mainkan tadi bukan permainan sembarangan. Kalau kau tidak menyelesaikan permainan itu kau akan mati!"
"Apa?!! Aku baru bertemu denganmu beberapa detik yang lalu dan kau mengatakan aku akan mati gara-gara permainan konyol itu? Di negaraku permainan itu disebut Truth or Dare. Ya walaupun memang aku tidak pernah tahu kalau di Jepang harus menggunakan ritual khusus untuk memainkannya. Tapi, aku rasa tidak ada sejarahnya orang akan mati hanya dengan memainkan Truth or Dare!", ucapku yang mulai geram.
"Ya, memang Truth or Dare. Tapi apa kau tahu siapa yang akan mengajukan Truth or Dare itu? Kokkuri San. Arwah yang kalian panggil tadi!".
"Arwah apa? Kami hanya melakukan Truth or Dare. Kau hanya mengarang saja kan? K.. Kau.. Siapa kau sebenarnya?".
"Aku datang dari masa lalu. Untuk menyelamatkanmu."
Tiba-tiba aku merasa waktu berhenti. Hening yang berkepanjangan tak sanggup mengembalikanku ke alam sadar.
"Masa lalu? Seperti mesin waktu Doraemon maksudmu? Hahaha.. Kau tidak usah berusaha menghiburku. Leluconmu sangat tidak lucu.", kataku setelah berusaha keras merefresh otakku.
"Ah. Sudahlah. Sekarang, lebih baik kita pulang dan kita pikirkan apa yang harus kita lakukan selanjutnya."
"Kita katamu?!!"
Aku hari ini hampir gila. Keluar dari sarang singa, masuk ke lubang buaya. Menghindar dari permainan jelangkung, bertemu dengan orang aneh yang mengatakan dirinya dari masa lalu? Ah aku pasti sudah gila. Aku terus berlari menuju ke rumahku yang tidak jauh dari kampusku. Aku tidak memedulikan orang aneh tadi mengikutiku. Dan pada akhirnya, aku sangat jengah dengan keberadaannya. "Untuk apa kau mengikutiku?!", Aku marah sambil menodongkan payung yang ada di gengamanku. "Wow! Aku tidak mengikutimu. Aku memang ke arah sini.", jawabnya dengan santai.
"Aku pasti sudah tidak waras. Tentu saja. Untuk apa aku mengira kau mengikutiku." Aku melanjutkan jalanku, orang itu berjalan di belakangku. Aku merasa terintimidasi, aku bersusah payah mempercepat kakiku, sedangkan dia hanya perlu beberapa langkah untuk menyamai langkahku dengan kedua kakinya yang panjang itu. Hening yang ada segera dibuyarkan oleh ucapannya, "Kau menyadarinya kan? Kau menyadari ada yang aneh dengan permainan itu makannya kau memilih berhenti bermain dan berlari seperti keledai yang ketakutan."
"Aku tidak seperti keledai yang ketakutan! Lagi pula. Apa yang kau maksud dengan 'kau menyadarinya?' ".
"Ah. Kita sudah sampai. Bisa tidak kita sudahi saja hari ini dan beristirahat dengan tenang di atas kasur yang nyaman. Mencari seorang gadis di lorong kampus yang gelap sangat tidak menyenangkan."
"Untuk apa kau mencariku?". Tidak sempat mendapat jawaban dari kebingunganku atas ucapannya, pintu rumahku terbuka dan menyembullah wajah ibuku dari balik pintu.
"Yuki.. Nakamura san. Aaahh bagus sekali kalian pulang bersama."
"Apa maksud ibu? Nakamura san? Siapa? Orang ini? Ibu mengenalnya?"
"Tentu saja Yuki. Dia akan tinggal bersama kita untuk beberapa waktu."
"Apa?! Tinggal bersama kita? Siapa orang ini sampai harus tinggal bersama kita?" kataku merasa keberatan. "Kau tidak memberiku kesempatan untuk memperkenalkan diri. Perkenalkan, Namaku Kei Nakamura. Aku datang dari Indonesia ke Jepang untuk melanjutkan studiku. Saat aku mencari tempat tinggal, aku bertemu ayahmu dan beliau menyuruhku untuk tinggal disini."
"Dari Indonesia? Tapi tadi kau bilang. Ah tentu saja kau berbohong." Ucapku saat mengingat tentang 'aku dari masa lalu' yang tadi diucapkannya di kampus. "Jadi, berapa uang sewa yang ibu terima dari orang ini?"
"Uang sewa? Tentu saja gratis Yuki.. dia dari Indonesia. Itu artinya, dia saudara kita."
"Saudara apa? Apa semua orang Indonesia yang datang kesini boleh tinggal gratis disini? Tidak bisa. Kalau ibu tidak memungut uang sewa. Biar aku yang akan meminta padanya."
"Ahh Nakamura san. Tidak usah kau pikirkan ucapan Yuki tadi. Sebaiknya kau mandi dan segera ke ruang makan. Kita akan makan enak malam ini. Kau juga Yuki. Cepat ganti bajumu." Kata ibuku dengan senyum yang sangat ramah kepada orang asing itu.
Aku tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan ayah dan ibuku. Menerima orang asing untuk tinggal bersama tanpa memungut biaya. Sudah pasti dia hanya akan merepotkan saja. Aku bergegas ke kamarku dan memeriksa ponselku. Ada 20 panggilan tak terjawab dari Eri. Eri adalah sahabatku satu-satunya di kampus yang tahu banyak tentang rahasiaku. Termasuk rahasia tentang aku menyukai ketua klub Manga. Nagata.

Kumpulan Cerpen Tema JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang