Selama perjalanan, Lintang lebih banyak diam. Tatapannya terlihat kosong. Menimbulkan tanya di kepala Fajar. Maka begitu Rolls-Royce Phantom yang ia kemudikan berhenti di area parkir rumah sakit, ia tahan pergelangan tangan wanita itu. "Lin?" panggilnya, "Are you okay?"
Bisa Fajar lihat kerutan di dahi Lintang. "I'm okay, Mas."
"Kamu kayak lagi mikirin sesuatu," terka Fajar. "Apa?"
"Nggak ada," geleng Lintang, menyanggah.
"Lin," desis Fajar, meminta Lintang untuk jujur.
Tapi istrinya itu tetap menutupi. "Nggak ada, Mas."
"Sayang," ulang Fajar, mengubah panggilan.
Kepala Lintang kembali menggeleng. "Nggak ada, Ayah."
Hati Fajar sedikit menghangat mendengar panggilan Lintang barusan. Ia pikir yang akan memanggil begitu di masa depan adalah Maura, tapi ternyata .... ck, takdir memang suka bercanda! "Ya sudah. Tapi kalau nanti kamu mau cerita, cerita aja. Saya siap," ujarnya kemudian, mengecup pipi Lintang.
Yang dikecup pipinya mengangguk. "Iya."
Keduanya lantas turun. Fajar langsung menuju ruang beta, mengecek kondisi pasien yang ia tangani, salah satunya Maura. Wanita itu terlihat sudah lebih baik. Fajar mendekatinya. Maura duduk diatas brankar sambil menyunggingkan senyum tipis. "Hai, Mas Fajar. Long time no see." Fajar hanya mengangguk menanggapi. "Mas apa kabar?"
"Puji Tuhan, baik," jawab Fajar pendek.
Maura manggut-manggut lalu bertanya lagi. "Neil?"
"Sama," balas Fajar.
"Mas," panggil Maura setelahnya, diikuti embusan napas berat. Buat Fajar yang berdiri di sebelah brankar kontan menaikkan satu alis. "Boleh nggak aku ketemu Neil?"
Fajar tidak ingin memisahkan Neil dari ibu kandungnya, tapi entah kenapa, setiap kali mengingat keputusan Maura dulu—ditambah drama yang wanita itu buat, hati Fajar tidak benar-benar ikhlas menerima. Kalau dulu alasan Maura bertingkah karena mantan istrinya itu bosan dengannya dan ingin menyudahi hubungan mereka—meski dalam agamanya tidak diperkenankan, mungkin Fajar bisa sedikit menerima—daripada karier yang ia bangun dijatuhkan seperti waktu itu.
Tapi ...
Apa bedanya ia dengan Maura, jika ia balas perlakuan mantan istrinya itu dengan sama buruknya?
Fajar menggersah, tapi kemudian mengangguk. "Boleh." Senyum di wajah Maura tampak mengembang. "Tapi kalau nanti Neil tanya kamu siapa, kamu mau jawab apa?" singgung Fajar.
Senyum di wajah Maura luntur. Ekspresinya berubah murung. "Kira-kira kalau aku bilang, aku maminya, apa dia mau terima aku?"
"I don't know." Fajar mengedikkan bahu.
"Oh iya, Mas ... aku denger, Mas Fajar udah nikah lagi ya?" Maura membelokkan topik. Fajar mengangguk membenarkan. "Selamat ya, Mas," ucap Maura. "Next time, kalau bisa, aku mau ketemu Neil dan ibu sambungnya."
Kata ibu sambung yang ditujukan Maura untuk Lintang, agaknya terdengar aneh di telinga Fajar. Nyatanya, meski baru jadi ibu sambung, tapi chemistry Lintang dan Neil justru seperti anak dan ibu kandung. Perempuan yang ia nikahi—setelah berbulan-bulan ia dekati itu—jauh lebih memahami Neil ketimbang Maura.
Padahal yang terlintas di benak Fajar dulu ...
Maura akan jadi ibu yang baik untuk Neil.
Neil mungkin akan lebih dekat dengan Maura karena sejak menikah dengannya, Maura memilih resign dari pekerjaannya sebagai pramugari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Slow Burn
RomanceMUNTAZ SERIES [2] - SLOW BURN WARNING ⚠️ MENGANDUNG ADEGAN 21+ Renjana Lintang Muntaz menerima lamaran Fajar Anthariksa Rahardja untuk membuktikan pada Langit Bumi Brahmantyo --mantan pacarnya-- kalau dia berhak bahagia. Tapi, ternyata hidup bersama...