Selama empat hari berumah tangga dengan Renjana Lintang Muntaz, Fajar terus dibuat geleng-geleng kepala oleh tingkah konyol wanita itu. Dan pemandangan setiap ia bangun adalah ... melihat tumpukan bantal yang menjadi pembatas antara dirinya dan sang istrinya-jelas itu kelakuan Lintang. Tapi ada yang aneh pagi ini! Biasanya Lintang bangun lebih awal untuk melakukan pekerjaan rumah. Tapi pagi ini, wanita yang usianya delapan tahun lebih muda darinya itu masih terlelap di sampingnya.
Fajar tidak tega untuk membangunkannya. Karena itu, ia putuskan untuk bangkit lalu beralih ke kamar sebelah-mengecek putra kesayangannya. Dan ternyata Neil sudah bangun. Bocah laki-laki berpipi tembam itu mengerjap lugu, menyambut kehadirannya. "Abang Neil sudah bangun?"
"Sudah, Ayah," sahut Neil, bergumam. Posisinya tengkurap diatas ranjang.
"Mandi sendiri ya? Biar Ayah siapkan seragam sekolahnya," ujar Fajar, beranjak duduk di tepi ranjang. Atensinya tertuju pada Neil yang meliriknya lewat sudut mata, kemudian ia usap surai hitam legam si bocah dengan lembut. Neil menguap-rupanya masih ngantuk. "Yuk, bangun?" rayunya.
"Ayah," panggil Neil.
"Ada apa, Nak?" jawab Fajar, kalem. Tubuhnya sedikit membungkuk.
"Nanti Abang main ke rumah Oma ya? Abang mau main sama Michi," izin Neil.
"Boleh," angguk Fajar. "Tapi jangan rewel ya?"
"Oke, Ayah!" balas Neil, diiringi cengir jenaka.
"Ya udah, yuk, mandi!" titah Fajar.
Neil dengan segera bangun dari posisi tengkurapnya lantas duduk, tepat ketika Lintang muncul dengan daster selutut yang membungkus tubuh langsingnya. Shit! Mata Fajar malah salfok ke bagian dada Lintang karena insiden bra semalam. Dan ... wait. Fajar mengamati bagian itu dengan saksama. Ia baru sadar, sepertinya Lintang tidak memakai bra, sebab dibalik daster yang wanita itu kenakan, tampak bagian kecil yang agak menonjol.
"Abang mandi sendiri gih, biar Mama siapin seragam dan alat tulisnya." Suara Lintang menyadarkan Fajar dari pikiran kotornya.
Lelaki itu menarik napas panjang, fokusnya dipulangkan ke si kecil. "Gih mandi!"
"Oke, Mama. Oke, Ayah." Neil melompat turun lalu berlari menuju kamar mandi.
Sementara Lintang berderap menuju lemari pakaian Neil, Fajar justru mendekati wanita itu. Seperti biasa, Lintang refleks mengurai jarak dengan tatapan shock, memancing dengkusan lepas dari bibir Fajar. "Kenapa?" tanya Lintang, terselip nada panik dalam suaranya.
Mata Fajar turun ke bagian dada Lintang. "Kamu nggak pakai bra?"
"Hah?" Lintang membulatkan mata.
Fajar mengedikkan dagu. "Keliatan."
"Apa sih!" Lintang menyembunyikan tubuhnya dibalik pintu lemari yang kini menjadi pembatas antara dirinya dan Fajar. "Mending Mas siap-siap. Nggak usah mesum!" peringatnya, galak. "Kan nantinya kita bakal pisah."
"Siapa yang bilang begitu?" sembur Fajar, mengernyitkan dahi.
"Lho?" Lintang bingung sendiri, "Bukannya pernikahan kita cuma sementara?"
"Saya nggak pernah bilang begitu," tepis Fajar. Dan memang kenyataannya dia tidak pernah bilang begitu.
"Mas masih belum bisa move on dari Mbak Maura, 'kan?" tembak Lintang.
"Saya yakin, kamu juga nggak segampang itu move on dari Langit," balas Fajar.
"Kenapa jadi bawa-bawa Mas Langit?" Lintang tidak senang.
![](https://img.wattpad.com/cover/377825013-288-k920813.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Slow Burn
RomansaMUNTAZ SERIES [2] - SLOW BURN WARNING ⚠️ MENGANDUNG ADEGAN 21+ Renjana Lintang Muntaz menerima lamaran Fajar Anthariksa Rahardja untuk membuktikan pada Langit Bumi Brahmantyo --mantan pacarnya-- kalau dia berhak bahagia. Tapi, ternyata hidup bersama...