03 : Tempted [21+]

2.5K 134 11
                                    

Chapter ini mengandung adegan 21+ jadi yang nggak suka adegan dewasa boleh skip.













"Ya udah, ayo!" Suara Fajar terdengar mengerikan di telinga Lintang. Dan sebelum wanita itu bereaksi, tangan Fajar lebih dulu menariknya masuk ke kamar mandi. Mereka berhenti di bawah shower. Mata Lintang sontak membeliak panik ketika Fajar melepas kaos dan memperlihatkan otot-otot kekarnya, persis tokoh pria matang yang kerap ia gambarkan di tulisan fiksinya. Namun, selama beberapa detik memandangi tubuh atletis Fajar, diam-diam Lintang meneguk saliva. Mendadak terpana. Shit! He is so sexy. Fajar melempar kaos tersebut ke ember dalam lalu kembali menatapnya penuh gairah. "It's time for us to get started, Darl."

Sambil memiringkan senyum, pria berparas tampan yang tidak membingkai netra biji kopinya dengan kacamata baca itu menghela jarak. Kepalanya menunduk menatap Lintang yang mendongak—balik menatapnya. Jantung Lintang berdebar tak keruan saat Fajar meraih dagunya lantas bibir pria itu meraup bibir ranumnya dengan rakus. Refleks kelopak mata Lintang terpejam rapat—menikmati sensasi lidah Fajar yang bermain-main di mulutnya. Ck, sial! Berada di dekat Fajar lebih lama, ternyata tidak baik untuk kesehatannya.

Tapi, ia tidak menolak tindakan Fajar sekarang.

Aneh.

Lintang membiarkan Fajar memanjakan bibirnya. Selama bertahun-tahun berpacaran dengan Langit, ia tidak pernah melakukan hubungan intim. Pria berusia 36 tahun itu benar-benar menjaganya, sampai kemudian Lintang mendapati dirinya yang tidak lagi dicintai oleh sang mantan.

Tiba-tiba Lintang memberanikan diri mengalungkan kedua tangannya ke leher Fajar.

Fajar mengurai pagutan bibirnya sejenak guna menatap manik mata Lintang.

Yang ditatap tersenyum malu-malu.

"Kamu nggak nyesel, 'kan?" bisik Fajar, serak.

"Hm?" Lintang menautkan sepasang alis tebalnya, menutupi gugup.

Fajar semakin menunduk. Hidung bangirnya menempel pada hidung Lintang, hingga keduanya bisa mendengar deru napas sang lawan. "Biasanya kalau lihat tubuh saya, kamu suka histeris. I don't mind that." Jeda, tatapannya kian dalam selagi tangannya menangkup sepasang bukit kembar Lintang untuk diremas.

Lintang tercengang. "Mas?"

"Saya mau minta hak saya sebagai suami. Dan anggap saja, kamu sedang menerima hakmu," ujar Fajar, pelan tapi memberi efek luar biasa bagi Lintang. Nggak munafik, Lintang pernah membaca adegan dewasa di cerita lain, lalu ia jadikan referensi untuk tulisannya. Tapi pagi ...

Ck, emang boleh sepagi ini?

"Saya izin lepas daster kamu ya?" lanjut Fajar dengan tatapan memohon.

Sejujurnya Lintang malu, tapi respons yang ia berikan justru sebaliknya. Wanita itu mengangguk, menerbitkan senyum di wajah Fajar sebelum dasternya berhasil dilepas oleh sang suami, dan tatapan Fajar terarah pada bagian payudaranya. Lintang memalingkan muka, rona di pipinya kian terlihat selagi Fajar kembali meremas-remas bukit kembarnya dan menyambar bibir ranumnya.

Tatapan mereka bertemu lagi.

Empat hari berumah tangga dengan lelaki ini, Lintang pikir kehidupannya akan berjalan monoton—mengingat Fajar yang tampaknya belum move on dari Maura. Tapi ternyata ....

Bibir Fajar berpindah ke lehernya. Meninggalkan tanda merah di sekitar sana.

"Di kehidupan kita yang cukup panjang ini—" Fajar mensejajari wajah Lintang, "—kita nggak mungkin berlagak seperti orang asing, 'kan? Meski hati kita belum saling memiliki, setidaknya kita mau mencoba untuk terbuka satu sama lain." Ia labuhkan kecupan singkat di bibir Lintang. "Kamu sudah menjadi istri saya dan saya adalah suami kamu. Jadi, apa pun kondisinya, kita tetap suami-istri."

Slow BurnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang