"Loh, Cik Lin kok sama Neil?"
"Mama," panggil Neil, berbisik.
Tatapan Lintang teralih pada Neil. "Kenapa, Bang?"
"Itu Tante Maura, yang waktu itu ke sekolah Abang," ungkapnya.
Lintang mengernyit lalu kembali menatap Mahira—yang lagi-lagi bersuara. "Cik, lo nggak ada hubungan apa-apa 'kan sama Dokter Fajar?" tanyanya, yang malah dipatahkan Lintang lewat anggukkan.
"Ada. Gue istrinya Dokter Fajar, mantan suami sepupu lo," ujar Lintang, tenang.
"Hah?" Mahira terkesiap kaget, "Are you kidding?"
"No. I'm serious. I am Dr. Fajar's wife. I'm sorry for lying to you and disappointing you. But this is the truth." Lintang merendahkan suara. Ia tahu bagaimana perasaan Mahira terhadap suaminya. Dan ia tidak pernah menyangka, bahwa ia akan menikah dengan lelaki incaran temannya. Tapi sungguh, Lintang tidak ada niat untuk merebut. Semua terjadi tanpa bisa ia kendalikan. Bahkan dulu ia sempat menolak berkali-kali dan mengajak Fajar bersekongkol, sayangnya si dokter tidak mau.
"It's impossible. I know how much Dr. Fajar loves Maura. Don't jokes with me!" tegas Mahira.
"Gue nggak bercanda, Mai. Tapi kalau lo masih nggak percaya, lo bisa konfirmasi ke laki gue."
Itu kalimat terakhir yang dilontarkan Lintang sebelum Mahira enyah dari kafe—kemarin. Dan paginya, Mahira benar-benar menghubungi Fajar. Lelaki yang selalu menghiasi netranya dengan kacamata itu menunjukkan pesan singkat dari Mahira, saat ia beranjak duduk di meja makan.
Lintang mengernyitkan dahi.
Mahira:
Halo, Mas.
Do you have some free time?
I'd like to talk about something.
If it's okay, could we chat over the phone?"Kalau kamu mau bales, bales aja," kata Fajar, menyerahkan ponsel.
Buat Lintang kebingungan. "Kok, aku yang bales? Kan dia pengin ngobrol sama Mas."
"Justru karena saya nggak mau ngobrol sama dia, makanya saya nawarin kamu untuk bales," timpal Fajar. "Tapi kalau kamu keberatan, ya sudah, nggak usah. Nggak penting juga, 'kan?" Kedua bahunya terangkat, ia tarik lagi ponsel yang terulur, lalu diletakkan diatas meja. "Neil lagi mandi?" tanya Fajar kemudian.
Lintang mengangguk. "Iya."
Hening. Tidak ada obrolan antara Lintang dan Fajar. Mereka sibuk menikmati sarapan. Dan diantara sunyi yang meraja, Lintang melirik Fajar yang tampak lahap menikmati masakannya. Lelaki itu bukan bagian dari agenda masa depannya. Lelaki itu datang dengan tiba-tiba dan entah bagaimana caranya langsung jadi bagian dari masa depannya. Seolah sudah terencana, padahal faktanya, mereka bersatu karena orang tua yang mau. Mereka bersama saat hati keduanya sedang patah. Mereka melebur di tengah hati yang sama-sama hancur.
Lintang pikir setelah Langit pergi, harapannya akan mati. Dan dia tidak akan lagi menemui mimpi lain di kemudian hari. Tapi nyatanya, ia punya harapan baru—Fajar, Neil, dan tentunya calon anaknya kelak. Menyadari itu, menerbitkan senyum di wajah Renjana Lintang Muntaz. Benar kata Papi; yang patah cuma hatimu, Nak, bukan hidupmu. Tenang, nanti akan ada laki-laki baik yang menggantikan tugas Papi dan Mas Ares.
Mungkin, Fajar lah jawabannya.
Tapi ....
"Lin," panggil Fajar, membuyarkan lamunan Lintang.
Wanita itu menyambut panggilan Fajar dengan tatapan ada apa.
"Secepatnya tolong ajukan cuti ya?" pinta Fajar, memancing kerutan di dahi Lintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slow Burn
Storie d'amoreMUNTAZ SERIES [2] - SLOW BURN WARNING ⚠️ MENGANDUNG ADEGAN 21+ Renjana Lintang Muntaz menerima lamaran Fajar Anthariksa Rahardja untuk membuktikan pada Langit Bumi Brahmantyo --mantan pacarnya-- kalau dia berhak bahagia. Tapi, ternyata hidup bersama...