Seven;

265 52 4
                                    

"Matthew! Ayo bergabung di meja makan. Ada yang akan dibicarakan oleh Stella."

Pintu gudang yang semula telah dibuka sedikit menjadi tertutup kembali. Panitia laki-laki bernama Matthew itu akhirnya masuk kembali ke dapur, membuat Roxy dapat menghela napas lega Gadis itu menepuk bahu Louis pelan. "Ayolah, Louis. Kita harus pergi dari sini secepat mungkin."

Louis yang sedang menatap pintu dapur dengan tatapan mengintimidasi itu sedikit terkejut. Laki-laki itu melambaikan tangan kanannya. "Tidak," bisiknya pelan. "Tidak bisa."

"Apa maksudmu?"

Louis berjalan ke arah jendela sambil berjongkok. Jendela itu begitu terang, sehingga bisa saja dengan jelas memperlihatkan keadaan di dalam dapur. Hanya saja, ada gorden putih tipis yang dipasang pada jendela berdebu itu. Untung saja ada celah yang memungkinkan Louis untuk mengintip ke dalam ruangan.

Laki-laki itu menoleh kembali pada Roxy. "Kemarilah," katanya, tidak lupa berbisik. Dia meletakkan telunjuknya di bibir. "Ada yang harus kita cari tahu lebih dahulu. Kau juga tahu ada yang tidak beres di perkemahan ini, bukan?"

Roxy mengangguk mengerti dan menyusul Louis untuk berjongkok di bawah jendela. Gadis itu dan Louis sama-sama memasang telinga mereka dengan baik.

"Baiklah," kata seseorang dari dalam—yang diyakini Roxy adalah Stella. Wanita itu duduk di kursi sambil menghentakkan meja dengan pelan. "Ada yang harus diluruskan di sini. Di perkemahan musim panas ini."

Roxy dan Louis bertatapan dalam gelap. Roxy tidak yakin, tetapi wajah Louis menunjukkan keseriusan. Dia seperti telah menebak sesuatu dan berharap apa yang ditebaknya itu benar.

"Kau tahu sesuatu?" tanya Roxy.

"Tidak," balas Louis. "Ayo, kita dengarkan saja."

"Kalian tahu dua remaja pemberontak itu, bukan? Yang satu, laki-laki, bernama Louis. Dan yang satunya lagi, anak perempuan, bernama Roxy. Mereka itu berandalan. Louis memang tidak terlalu memperlihatkan kejengkelannya. Tapi, kalian tahu sendiri, dia itu cerdik. Dia bisa melakukan pemboman di perkemahan ini tanpa meninggalkan sedikit jejak. Begitulah."

Penjelasan awal Stella barusan membuat Roxy kembali bertatapan dengan Louis. Gadis itu tidak percaya pada apa yang dikatakan Stella barusan. Apa maksudnya? Mengapa Roxy dan Louis sepertinya adalah ancaman bagi mereka? Bahkan mereka baru saja mengenal Roxy dan Louis.

Tetapi, Stella lalu melanjutkan. "Mungkin kalian mengira mereka tidak ada sangkut-pautnya dengan semua masalah yang ada di perkemahan ini. Tetapi, siapa sangka dalam waktu kurang dari seminggu mereka lah yang akan menjadi masalah kita?"

Kini, Matthew angkat bicara. "Tapi apa maksudmu? Masalah apa yang akan mereka lakukan di sini?"

"Matthew yang kusayangi, Roxy dan Louis, jika digabungkan akan seperti zat kimia yang mampu meledak. Kau tahu, kami barusan tidak menemukan mereka berdua dimanapun. Mereka tidak mengikuti permainan, mereka tidak ada di sekitar perkemahan."

"Lalu apa yang menjadi masalah?" tanya Matt lagi. "Mereka akan kembali. Tenanglah."

"Ya Tuhan," Stella menggeram. "Matthew, itu tandanya gawat! Mereka bisa saja berada di sekitar kabin kita sekarang. Dan tidak lama lagi, mereka pasti akan tahu segala hal yang kita sembunyikan tentang perkemahan ini."

Sejenak, Stella membuat keheningan. Roxy menggigit bibirnya. Memangnya apa saja yang mereka rahasiakan? Apa hal yang begitu rahasia sampai-sampai mereka takut kalau Roxy dan Louis akan mengetahuinya?

"Kita akan mencari tahu secepatnya," bisik Louis seolah-olah dia dapat mendengarkan pikiran Roxy. "Apa yang mereka sembunyikan dan takutkan, kita akan segera mengetahuinya." Laki-laki itu tersenyum muram.

Louis lalu mengintip lagi ke dalam jendela. Tetapi tidak ada lagi beberapa panitia yang berkumpul di meja makan. Ruangan itu kosong sekarang. Dalam satu detik, wajahnya berubah seperti terkejut.

"Ada apa?" tanya Roxy, mengernyitkan dahinya bingung.

"Mereka tidak ada," kata Louis. Dia mendadak panik. Jantungnya berdebar-debar dengan begitu cepat, tetapi Roxy tidak mengerti sama sekali mengapa Louis seperti itu. "Roxy, pembicaraan mereka belum selesai tadi. Lantas mengapa mereka menghilang secara tiba-tiba?"

Roxy menutup mulutnya yang terbuka lebar karena tidak percaya. "Ya Tuhan ya Tuhan ya Tuhan. Ini benar-benar akhir dari hidupku."

Louis menatap ke pintu gudang yang tertutup. Dia dan Roxy mendadak meloncat terkejut ketika pintu itu tiba-tiba saja terbuka secara kasar. Lima orang panitia berdiri di sana seperti telah membuat rencana untuk memergoki mereka. Stella, Matthew, seorang gadis, seorang pria dan Kourtney.

Roxy dan Louis berdiri. "Kalian tidak akan pernah tenang setelah ini," kata Roxy pedas. Gadis itu memelototi para panitia.

Tetapi sayangnya, mereka tidak mendengarkan apa kata Roxy dan malah menyergap Roxy dan Louis. Matthew dan teman prianya memegangi tangan Roxy dan Louis. Mereka menyeret kedua remaja itu keluar dari gudang penyimpanan.

Suasana perkemahan malam itu sepi sekali. Para peserta sepertinya sudah tidur dan tidak menyadari kalau Roxy dan Louis telah dibawa dan dikurung di sebuah kabin kosong.



[A/N]: Wahh! Iseng-iseng ngetik ini dan jadi satu chap dan akhirnya... ngeupdate AND IT CAME OUT SO DAMN ABSURD. Udah lama banget kan ya dari Agustus kalo gasalah. Semoga ngga pada lupa sama jalan ceritanya, ya. Hahaha. Kalau baca, jangan lupa dikasih feedback ya. Makasih. Xx

Plus Times PlusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang