Thirteen;

229 44 0
                                    

"Aku berdiri di sini karena Roxy Kibler dan Louis Tomlinson yang meminta kami untuk melakukan ini," Roxy memicingkan matanya dari kejauhan dan melihat Stella juga sedang menatapnya. Pembukaan konferensi pers siang itu cukup ramai, sehingga Roxy dan Louis memilih untuk melihat segalanya dari jauh, sementara para orangtua peserta yang diundang duduk di hadapan podium Stella untuk menyaksikan pengakuan dari panitia-panitia perkemahan. "Sebelumnya, aku, mewakili teman-temanku, meminta maaf atas kesalahpahaman yang telah kami perbuat."

Roxy mendesah. "Dasar penjilat."

Louis yang berada di sampingnya tertawa. "Setidaknya, kita membuat mereka melakukan ini, sepupu."

"Whoa, sepupu," ulang Roxy, tidak percaya dengan satu kata yang baru saja diucapkan oleh Louis. Gadis itu mengangkat sebelah alisnya. "Kita benar-benar sepupu, ha?"

Louis hanya tersenyum. Kemudian Roxy kembali menaruh perhatian kepada Stella.

"Pertama-tama, kami meminta maaf kepada orangtua dari Roxy Kibler dan Louis Tomlinson karena panitia memilih untuk mengurung mereka di gudang penyimpanan enam hari yang lalu," ucap Stella sembari membuka lembaran-lembaran kertas dan membaca apa yang harus dikatakan olehnya. "Malam itu masih malam pertama dari sepuluh malam yang akan dilewati di sini, tapi Roxy dan Louis melakukan suatu hal yang tak beretika. Mereka menyelinap ke dalam kabin panitia untuk mencuri makanan. Kami tidak dapat mentolerir perbuatan mereka, jadi kami mengurung mereka satu malam di kabin penyimpanan barang."

"Itu karena mereka menyimpan makanan bukan untuk dibagikan kepada peserta!" seru Roxy dari kejauhan. Dia hampir saja berjalan menuju podium jika Louis tidak segera menarik lengannya. Orang tua peserta, termasuk orang tuanya dan orang tua Louis, menoleh ke belakang untuk melihatnya yang sedang berteriak. "Kami mengambil apa yang seharusnya menjadi hak kami! Panitia-panitia ini sepenuhnya berbohong."

"Maaf, tapi aku sedang menjelaskan," tukas Stella. "Tolong dengarkan pernyataan kami."

"Kami akan mendengarkan," timpal Rudy Dillon yang duduk di kursi paling depan. "Jangan pedulikan mereka."

"Apa-apaan?" Roxy mendengus.

Stella kembali melanjutkan. "Untuk hal pertama itu, kami akan menyatakan sesuatu. Perkemahan tahun 2014 ini memang berbeda dari perkemahan sebelum-sebelumnya. Kami, panitia tahun ini, memiliki rencana yang mengejutkan. Seharusnya, pada akhir perkemahan, kami akan mengadakan pesta makanan yang meriah untuk para peserta. Tetapi masalah ini memuncak sampai hari ini. Jadi, kurasa Perkemahan Musim Panas 2014 sampai di sini saja."

"Bagaimana dengan sesuatu yang kalian sembunyikan itu?" tanya Louis cepat. "Sesuatu yang kalian bicarakan di kabin di malam dimana aku dan Roxy dikurung di kabin penyimpanan? Saat kalian rapat waktu itu, sepertinya kalian sangat takut terhadap aku dan Roxy. Apa sebenarnya yang kalian sembunyikan?"

"Bukankah sudah jelas?" Stella mengernyit. "Semua yang kami rencanakan seharusnya menjadi kejutan sampai kalian dan rasa ingin tahu kalian mulai timbul? Kami sangat takut kalian akan mengetahui segalanya. Kalian bersikap seakan kalian harus mengetahui segala hal yang ada di sini, dan itu bukan sesuatu yang bagus."

"Sejak awal, kalian memang berperilaku aneh," timpal Roxy untuk membela diri. "Kalian mengganti tempat tidur peserta yang seharusnya di dalam kabin menjadi di dalam tenda. Kalian mengambil lebih banyak uang dari orangtua peserta. Bagaimana kami tidak ingin tahu?"

"Perkemahan tahun ini memang membutuhkan biaya yang lebih banyak, Roxy Kibler."

Roxy mengepalkan kedua tangannya. "Kau tahu? Sebenarnya, kalian itu norak sekali."

Dia dan Louis sama-sama meninggalkan konferensi pers yang tidak bisa dipercaya itu. Para panitia itu sepenuhnya telah berbohong. Alasan mereka tidak logis. Tetapi baik Louis dan Roxy tidak peduli lagi. Yang mereka tahu, hari ini mereka akan terbebas dari perkemahan ini.

***

"Err, jadi... selamat tinggal," kata Louis. Laki-laki itu menyandang tasnya di lengan kanannya dan menatap wajah Roxy yang sedikit lebih pendek dibandingkan dengannya. "Semoga kita bisa bertemu lagi."

Roxy, entah kenapa, merasa gelisah. Segala hal yang telah dilewatinya bersama Louis, temannya itu, rasanya tidak bisa dipercaya. Mana mungkin dia bisa bertahan hidup sehari saja lagi tanpa teman yang sifatnya tidak jauh berbeda dengannya? "Kita... tidak bisa bertemu lagi setelah ini?"

"Aku takut iya, Roxy," Louis menoleh ke arah Rudy, Martin, Mariah, dan Diana yang juga sedang mengucapkan salam perpisahan di samping mobil Martin. "Kami akan pindah ke Glasgow setelah ini. Rasanya sedih untuk Martin dan Rudy yang baru saja bertemu satu hari."

Suasana lokasi perkemahan itu sedang ramai. Semua peserta dan orangtua mereka sedang bersiap-siap untuk kembali ke rumah. Setelah konferensi pers siang tadi, para panitia secara pribadi meminta maaf kepada Roxy dan Louis. Uang dari para orangtua dikembalikan, begitu pula makanan. Tak ada yang tersisa. Perkemahan Musim Panas 2014 gagal. Dan itu semua karena ulah Roxy dan Louis.

Tapi, mereka tidak menyesal. Kenangan apa lagi yang lebih hebat dibandingkan dengan semua yang mereka lakukan?

"Kau teman yang baik meskipun kau juga menyebalkan," kata Louis lagi. Dia menyeringai "Roxanne-ku."

"Oh, ya ampun, kau mulai lagi dengan nama itu," Roxy memutar kedua bola matanya. Namun di sisi lain, dia tidak ingin Louis melihatnya malu karena panggilan itu. "Kau yang menyebalkan, Louis."

Louis mengacak rambut Roxy. "Apa yang telah kita lakukan, Roxy, itu akan menjadi sejarah. Bukan karena kita menghancurkan perkemahan ini. Tetapi, karena hal itu, kita melakukan sebuah pekerjaan yang membawa keajaiban bagi ayahku dan Rudy. Pengalaman ini adalah pengalaman terbaikku."

Roxy tersenyum lebar. "Aku juga."

Kemudian, mereka melihat orangtua mereka sudah selesai. Rudy dan Martin sama-sama tengah memanaskan mesin mobil masing-masing, sementara itu Mariah dan Diana sedang memasukkan koper. Roxy tidak percaya. Sebentar lagi perkemahan ini benar-benar akan berakhir.

"Baiklah, kalau begitu," ujar Roxy. "Selamat tinggal, teman."

Roxy tersenyum, begitu pula Louis. Louis mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Roxy. Mereka berjabat tangan dan tertawa.

"Terima kasih karena mau menjadi temanku," kata Louis. "Sekaligus sepupu tiriku."

"Terima kasih kembali, sepupu."

Awalnya, keduanya hanya menatap dalam keraguan. Tetapi, dua detik setelahnya, Louis menarik Roxy ke pelukannya. "Sekali lagi, terima kasih dan selamat tinggal. Ah, kita norak sekali, ya."

Roxy tertawa dan melepas pelukan Louis. Barusan itu cukup mengejutkan bagi Roxy. Roxy sangat takut pipinya bersemu merah saat ini. Louis itu gila sekali.

"Roxy! Louis"

Roxy dan Louis menoleh ke arah suara yang memanggil nama mereka. Blair. Gadis kecil itu berhenti tepat satu meter di hadapan mereka. Louis tertawa bahagia begitu melihatnya. Laki-laki itu berlutut dan merentangkan kedua tangannya. "Ah, bagaimana aku bisa lupa denganmu? Ayo, adikku, berikan aku salam perpisahan."

Dan tanpa ragu, Blair memeluk laki-laki itu. "Aku akan merindukanmu dan Roxy."

Ketika nama Roxy disebut oleh Blair, Louis segera melepas pelukannya dan menoleh pada Roxy. Dia tersenyum miring. "Roxy, kau kakaknya juga, kan? Peluk dia juga."

Roxy mendesah. "Oke, baiklah, hanya untuk gadis menyebalkan ini saja, ya," Kemudian, Roxy memeluk Blair.


[A/N]: So guys, this is the end of Plus Times Plus!!! Hahaha. Sampai sini, gimana menurut kalian tentang fanfic ini?  Iya tau ini absurd gajelas gadanta semualah pokoknya, yang penting Louis milikku bukan milikmu. Hoho, aku gapercaya baru aja nyelesein satu works lagi setelah udah keseringan ngegantungin fanfic... lol. Tapi setelah ini, masih ada epilog (yang sebenernya udah selesai diketik dari kemarin-kemarin). Tungguin aja, ya! Makasih banyak dan jangan lupa komentar <3

Plus Times PlusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang