Previous :
Plek!
Begitu bunyi permen karet yang meletus diwajah Kinal, mengundang tawa renyah dari si pria paruh baya. Buru-buru Kinal membersihkan wajahnya dan meludahkan permen karetnya sembarangan. Pria paruh baya itu menjulurkan tangannya.
"Kenalkan, aku Damian Hartanto. Aku selalu suka dengan lukisanmu!"
Ragu-ragu Kinal membalas uluran tangan dari pria yang menurutnya masih kepala empat itu. Dia tersenyum lebar. Terlihat cukup tampan walaupun tampak tua.
"Kalau begitu, apa aku boleh membeli lukisan darimu lagi? Aku berikan penawaran yang tinggi lagi untukmu!"
=================
Kinal terdiam, terhanyut akan kekagumannya pada bagian dalam mobil mewah yang ia yakini harganya mencapai angka milyar itu. Walau begitu, ia tak ingin tampak kampungan. Hanya sesekali melirik beberapa bagian mewah dalam mobil.
Dalam perjalanan ia hanya terdiam sembari menikmati permen karetnya. Sesekali memandang kearah luar. Tak begitu memperdulikan seseorang yang berniat untuk membeli karyanya lagi.
"Jadi, kamu memang suka melukis?"
Kinal hanya mengangguk dengan senyuman canggung. Pria dihadapannya tersenyum paham.
Seorang pelayan yang sejak tadi juga berada didalam mobil pun mendekati Tuan Damian. Pria itu tersenyum ketika disuguhi sebotol anggur lengkap dengan sepasang gelas. Kinal melirik tulisan yang terdapat pada botol anggur itu, seketika matanya membulat tak percaya. Tuan Damian tertawa renyah melihat reaksi Kinal. Pria itu terpejam sejenak menyesap nikmatnya anggur.
"Vosne Romanee. Mau mencoba?" tawar Tuan Damian.
Kinal menggeleng tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dihadapannya terjulur sebotol anggur yang harganya mencapai puluhan juta itu. Semakin Kinal yakini, Damian Hartanto ini bukanlah orang yang punya sedikit uang.
"Dengan senang hati tuan. Siapa yang tidak suka minuman buatan Henri Jayer? Saya sangat beruntung!" ujar Kinal dengan senyuman lebarnya. Ia memajamkan matanya ketika merasakan cairan merah keunguan itu mengalir pelan dikerongkongannya.
GILA! Ini nikmat!
Pekiknya dalam hati...
"Bawalah sebotol untukmu. Hitung-hitung sebagai hadiah perkenalan kita?"
Kinal mengangguk, dalam hati sebenarnya ia ingin melompat dan berteriak senang. Tapi kembali lagi, ia harus terlihat biasa saja. Karena sampai saat ini, Kinal masih harus waswas akan kebaikan yang Tuan Damian berikan padanya secara terus-menerus.
Sesampainya di rumah tua Kinal, mereka turun dengan Kinal yang terlebih dahulu memasuki rumahnya.
Dan ketika transaksi penjualan pun dilakukan, Kinal hanya bisa mengerutkan keningnya ketika Tuan Damian hanya tertuju pada satu lukisan.
"Tulislah berapa pun yang kamu kamu. Aku ambil yang ini..."
Kinal sepertinya benar-benar harus bersujud syukur pada Tuhan saat ini juga karena semua limpahan rezeki yang datang mengalir padanya secara tiba-tiba. Dalam cek yang ia terima, teradapat delapan kotak yang harus diisinya. Tanpa keraguan, dia menuliskan jumlah terbesarnya.
"99 juta. Apa saya tidak berlebihan?"
Tuan Damian tertawa, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sudah sangat pantas untuk lukisanmu yang ini..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Painter and Butterfly
FanfictionHanya melukis yang kutahu. Andai melukiskan cinta, yang kutahu hanya dirimu. Jadi cinta yang kutahu adalah dirimu. Wahai kupu-kupu malamku. Kemarilah, dan kau kujadikan bidadariku. Aku mencintaimu, Veranda.... Oh Nona pelukis, hidupku gelap walau te...