Previous :
Hari sudah gelap, dan Veranda baru saja tiba di rumah dengan perasaan yang hangat. Namun mungkin ini adalah hari dimana pertama kali ia melihat hal yang berbeda dari suaminya yang kini tengah menantinya di ambang pintu rumah besar itu.
Dengan tatapan penuh selidik, serta kedua alis yang saling bertaut menyeramkan, Marius menatap Veranda tajam. Saat Veranda tiba dihadapannya, pria tampan itu membuka bibirnya yang kemerahan.
"Dari mana saja kamu hari ini?!"
=================
Keringat dingin yang bercampur debaran kencang, menjadi pelengkap rasa ketakutan luar biasa yang Veranda alami. Ditatap marah oleh pria yang selama ini tak pernah sekali pun bicara dengan nada tinggi padanya, membuatnya tak berdaya.
"Jawab?!" bentak Marius sekali lagi.
Veranda terlonjak mendengar suara lantang Marius membentaknya. Wanita itu tak bisa berkata apa pun. Kaki dan tangannya gemetaran, bibirnya pun demikian. Ia tak tau, bagaimana ia harus menjawab. Harus berbohong lagikah ia?
"Aku dari galeri Tuan Rudy. Kenapa kamu begitu marah? Jalanan tidak begitu bersahabat malam ini..." sahut Veranda setenang mungkin.
Seolah tak tau apa-apa, Veranda mendekati suaminya. Sambil mendongak ia menatap Marius, tangannya bergerak menyentuh lembut dada bidang suaminya itu.
Marius diam, bukan karena ia tak bisa berkutik oleh seorang wanita secantik bidadari di depannya, pria itu hanya berusaha meredam emosinya. Perasaannya tercampur aduk antara marah, sedih, kecewa, sekaligus tak percaya. Sebagai seorang pria, harga dirinya seperti telah terinjak-injak oleh wanita rendahan layaknya Veranda.
Hati pria tinggi berlesung pipi itu perih. Sudah ia terima dan rangkul dalam-dalam sosok Veranda yang ia tau betul latar belakangnya, namun mengapa wanita itu masih saja berani menorehkan luka untuknya.
"Aku capek, pusing!" seru Marius.
Tak pedulikan keterkejutan Veranda, Marius menghempaskan tubuh Veranda darinya dan berlalu pergi membawa seluruh kemurkaannya menjauh dari sang biang keladi.
Resiko mencintai Veranda adalah anugerah terbesar untuk Marius. Tapi mengetahui sosok wanita yang paling dicintainya itu diam-diam bermain api dengan orang lain, adalah hal paling menyakitkan yang ia rasakan.
Semua yang telah ia perbuat seolah tak berarti selama ini. Marius sang pria terpandang yang diidam-idamkan setiap kaum hawa, dijatuhkan oleh seorang wanita murahan seperti Veranda. Wanita yang berhasil membuatnya cinta mati.
=================
Cinta tidak pernah tumbuh dengan mudah hanya karena materi, ia tumbuh berkat benih yang Tuhan tanamkan di hati kedua ciptaannya entah itu kapan waktunya.
Namun persepsi Marius tentang cinta tidak pernah menyadari paham itu. Selalu ia meyakini bahwa selama waktu berjalan, maka Veranda perlahan akan mulai mencintainya. Kasih sayang tulus yang selama ini ia berikan pun tidak sedikit pun menggoyahkan hati wanita itu dari cinta yang lain, yang menurut Marius tidak pernah lebih berarti dibandingkan dengan cintanya sendiri.
"Kurang apa lagi Veranda? Aku kurang apa?!"
Frustasi dan hilang arah, begitulah yang Marius rasakan ketika ia mengamati lembar demi lembar foto yang ia dapatkan dari salah seorang rekan. Menampilkan wajah lain dari Veranda. Kebahagiaan yang terpancar disana, tanpa ada sedikit kepalsuan. Senyuman manis yang tak pernah Veranda tunjukkan padanya, begitu murah ketika wanita itu berada di sisi orang lain. Orang lain yang sebelumnya telah pernah Marius temui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painter and Butterfly
FanfictionHanya melukis yang kutahu. Andai melukiskan cinta, yang kutahu hanya dirimu. Jadi cinta yang kutahu adalah dirimu. Wahai kupu-kupu malamku. Kemarilah, dan kau kujadikan bidadariku. Aku mencintaimu, Veranda.... Oh Nona pelukis, hidupku gelap walau te...