Previous :
Emosi Nobi memuncak, ia menarik kedua bahu Veranda untuk menghadap kearahnya. Matanya memerah dan menumpahkan sedikit air mata kemurkaan disana. Rasa bencinya pada sosok Veranda begitu besar.
"Sekarang biarkan aku bertanya. Sanggupkah kau berjuang layaknya Kinal selama ini memperjuangkanmu? Berusaha supaya kalian selalu saling bersandingan di setiap waktu? Dimana lidahmu disaat Kinal membutuhkanmu untuk turut meng-Amini setiap do'a-do'anya, Veranda? Katakan padaku, dimana?!"
Brukk!
Tanpa rasa iba sedikit pun, Nobi mendorong Veranda hingga tersungkur diatas geladak dermaga. Untuk beberapa detik, Nobi memandangi wanita itu dengan tatapan jijik sekaligus terluka. Wanita itu yang membuat sahabatnya hidup setengah mati.
"Lidahmu terselip diantara dosa-dosa yang kau raungkan untuk tuan-tuan pembelimu, perempuan jalang!"
Nobi melepaskan ludahnya kearah Veranda, lalu ia berjalan cepat meninggalkan wanita yang masih tersungkur itu. Emosinya tersulut, dan ia tak ingin bertindak lebih jauh lagi jika terus-terusan melihat sosok Veranda dihadapannya. Tak peduli ia pada wanita yang telah tega mengkhianati ketulusan cinta sahabatnya.
Veranda tak mampu banyak berkata. Hanya ribuan maaf dan penyesalan yang ada dalam asanya saat ini.
"Maaf Kinal, mungkin aku memang tidak pernah pantas untukmu. Maafkan aku..."
=================
Veranda POV
Satu bulan semenjak pernikahanku dengan Marius, hampir merubah semua kebiasaan hidupku. Dari busana, makan, serta kegiatan yang aku lakukan sehari-hari. Tak jauh berbeda dari sebelum kami menikah memang, bedanya kali ini adalah bagaimana Marius yang memperlakukan aku layaknya seorang istri. Dan juga, kewajiban yang harus kujalani sebagai istrinya.
Setiap pagi aku akan terbangun dengan suguhan pemandangan sesosok pria tampan yang terlelap disampingku. Bukan pertama kali memang bagiku untuk terbangun dengan orang lain yang berada di atas tempat tidur yang sama. Tapi ini pertama kalinya aku terbangun disamping orang yang memiliki status hubungan yang sah denganku.
Terkadang, egoku masih berteriak dalam hati, menginginkan 'dia' yang ada disampingku saat aku terbangun dari lelap. Sayang, setiap hari masih selalu sama. Marius lah yang menjadi orang yang pertama kali kulihat saat aku bangun tidur. Bukan Kinal, seperti yang selalu kuharapkan dan kuimpikan.
Mimpi burukku tentangnya tak pernah berhenti hingga saat ini. Dia tak pernah musnah barang secuil pun dari benakku. Tak ada seorang pun yang dapat menggantikan tempatnya dihatiku.
Kutahan isakanku pagi ini agar tak membangunkan Marius yang masih terlelap disampingku. Ya Tuhan, betapa berdosanya aku yang telah berstatus sebagai istri orang namun masih berangan-angan menjalin hubungan dengan orang lain. Salahkah aku yang hingga detik ini tak bisa menumbuhkan rasa sedikit pun pada Marius? Suamiku.
Salahkah aku yang masih terus mencintai Kinal...
Aku bangkit dari tidurku untuk bersandar pada kusen tempat tidur. Punggungku bergetar menahan isak tangisku yang tak berhenti seiring melintasnya bayang-bayang Kinal dalam kepalaku. Kupeluk erat kedua lututku untuk menyembunyikan wajah sembabku ini.
"Veranda..." panggilnya lembut.
Tubuhku kaku seketika saat tangan kokoh Marius menyentuh lembut bahuku. Aku yakin saat ini dia tengah menatapku khawatir, seperti hari-hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painter and Butterfly
FanfictionHanya melukis yang kutahu. Andai melukiskan cinta, yang kutahu hanya dirimu. Jadi cinta yang kutahu adalah dirimu. Wahai kupu-kupu malamku. Kemarilah, dan kau kujadikan bidadariku. Aku mencintaimu, Veranda.... Oh Nona pelukis, hidupku gelap walau te...