Painter II

6.7K 395 43
                                        

Previous :

"Apapun resikonya. Aku tetap mencintai kamu, Veranda. Aku nggak akan menyentuh kamu. Tapi tolong biarkan aku mendekap kamu? Melindungi kamu? Ini yang aku ingin..."

Dengan air mata yang saling berlinang, Veranda sedikit berjinjit, menarik tengkuk Kinal mendekat dengan kedua mata terpejam. Ciuman lembut penuh emosi ia berikan pada Kinal. Asinnya air mata yang bercampur ludah terasa diantara gelut bibir dan lidah itu.

Veranda memeluk erat Kinal ketika tautan bibir mereka terlepas. Sebuah senyuman terukir dibibirnya, sebuah rasa percaya ia tanam dalam hatinya untuk Kinal.

"Jaga aku, lindungi aku. Walau tak secara nyata. Jagalah hati aku, itu cukup. Kinal..."

Angin lembut membelai perasaan hangat didada mereka. Dalam sepinya sore, Kinal dan Veranda saling membagi hangat, dengan degup jantung yang mengalun indah. Secerca harapan mereka ungkap dalam hati. Berharap, saling mengikat. Selamanya...


=================


Nyaring bunyi debuman musik yang menggema. Ribut dan histeria pengunjung club malam hari mengganggu telinga. Lalu lalang orang-orang yang menari, menikmati surga dunia, tak sadar dan tak mengenal apa itu dosa. Memenuhi pendengaran dan penglihatan Kinal yang sibuk duduk memandang seseorang dari tempat favoritnya. Sofa merah pekat disamping counter bar. Senyum menghiasi bibirnya, sesekali.

"Datang, nggak, datang, nggak? Ah, datang!"

Kinal tertawa geli mendengar gumaman aneh Nobi yang berdiri disampingnya. Bartender itu ikut memperhatikan arah pandang Kinal yang menuju pada satu titik objek. Veranda, dengan langkah anggun mendekat kearah mereka. Senyuman lembut ia ukir dibibirnya, mata hazelnya tak lepas dari pagut mata Kinal.

"Coba tebak, dia kemari untuk apa?" tanya Kinal, senyuman menggoda ia pamerkan.

Nobi mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan aneh yang keluar dari Kinal. Sahabatnya itu tersenyum pede padanya.

"Untuk pesan minuman lah? Apalagi?" cibirnya, menadahkan kedua tangannya ke udara.

"Uhm, okay. Lets see..."

Kinal hanya mengangguk paham, masih dengan seringainya. Kepulan asap rokok keluar dari mulutnya. Senyumannya semakin terkembang sebelum meneguk segelas kecil minumannya. Dan ya, Veranda tinggal beberapa langkah lagi akan berdiri tepat dihadapannya.

"Please, jangan rokok lagi, aku nggak suka rasa pahit di bibirmu..."


Cup!


Nobi tak bisa lagi untuk menahan dirinya dari shock yang luar biasa ketika tiba-tiba saja Veranda merebut rokok yang bertengger disela-sela bibir Kinal. Dan tanpa keraguan, wanita itu mengecup kilat bibir Kinal, tepat dihadapannya.

Veranda menghempaskan rokok yang berhasil direbutnya dari Kinal, ia tekan kuat diatas asbak untuk memadamkan bara api rokoknya, pandangannya masih tak lepas dari Kinal, seakan-akan menunjukkan bahwa ia benar-benar membenci Kinal yang bersahabat dengan rokok.

Tak ada pembicaraan berarti, hanya saling melempar senyum dan saling memandang. Sampai rasa sunyi merenggutnya, Veranda meneguk gelas minuman Kinal sampai habis. Sebelah matanya ia kerlingkan pada Kinal sebelum beranjak meninggalkan pelukis terkasihnya. Kinal tersenyum dan hanya memandangi Veranda dari belakang yang mulai menjauh dari penglihatannya. Pakaian hitam gemerlap memang pas dan membuat Veranda cantik, tapi Kinal akan jauh lebih suka melihat wanita itu memakai putih.

Painter and ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang