And V

1.3K 236 26
                                        

Jika sebelum kedua matanya terpejam rapat, Kinal sempat berkhayal setelah nanti ia membuka mata maka hanya akan ada maut dan neraka yang menyusulnya, realita membawakannya sebuah kabar bahwa dirinya kini harus terbaring di atas tempat tidur.

Bukan rumah sakit, tempat ini sangat tidak asing untuk Kinal-kamarnya sendiri. Tetapi di samping tempat tidur terdapat rentetan tiang penyangga cairan infus yang kini mengalir masuk melalui pergelangan tangannya.

Dengan usaha yang cukup besar, Kinal mencoba menegakkan punggungnya untuk duduk. Diedarkan pandangannya ke penjuru kamar. Ia melihat dua orang tengah berdiri di samping kiri tempat tidurnya dengan tatapan tajam padanya.

Nobi dan tuan Rudy, berdiri dengan tegap tanpa melepas perhatian sedikit pun pada Kinal yang merasa seakan-akan diintimidasi oleh dua orang terdekatnya itu.

"Hhhh..." helaan nafas frustasi Kinal terdengar, ia meremas rambutnya yang tak begitu panjang.

"Kondisi fisik kamu sama sekali nggak baik, kenapa kamu maksain diri melakukan hal yang bodoh?"

Pertanyaan tuan Rudy membuat kepala Kinal tiba-tiba sakit. Lututnya ia tekuk hingga menyentuh keningnya yang terasa nyilu. Nobi yang melihatnya langsung panik dan mengambilkan Kinal segelas air putih. Gadis itu duduk di samping Kinal dan membantunya untuk minum.

"Dasar gila," bisik Nobi.

"Kurang keras," balas Kinal dengan suara pelan. Nobi melotot dan kembali berbisik pada Kinal, "Tuan Rudy akan mencekikku kalau aku berteriak seperti itu sama kamu!"

"Terserah."

Kinal menyandarkan tubuhnya pada punggung tempat tidur. Mensejajarkan kembali lututnya yang sempat ia tekuk karena merasa sakit di kepalanya.

"Om harap kamu bisa lekas sembuh, Kinal. Setelah ini akan ada banyak hal yang harus om bicarakan dan merencanakan bagaimana masa depan kamu nanti. Jangan lakukan hal-hal bodoh lagi. Paham?"

Kinal melirik Tuan Rudy sejenak, ia mengangguk pelan. "Iya, om."

Tuan Rudy tampak merenung sebentar sebelum memutuskan untuk keluar dari kamar Kinal. Tepat setelah ia menutup pintu, Kinal mengalihkan pandangannya pada Nobi yang sedang tertunduk-sibuk dengan ponselnya.

Kinal hendak bicara, namun tertahan saat dirinya mengingat hal terakhir yang ia lakukan pada Nobi. Masih jelas nasehat Nobi yang menyuruhnya untuk beristirahat supaya lekas sembuh lalu setelah itu Nobi akan membantunya untuk menemukan di mana Veranda sekarang.

Karena itu, Kinal hanya mampu mengerjapkan matanya berkali-kali. Memikirkan bagaimana caranya untuk memulai pembicaraan yang pas untuk sahabat karibnya itu. Benar, Nobi adalah sahabat karibnya. Mau bagaimana pun Kinal bertindak, Nobi pasti akan memakluminya. Bermodalkan rasa percayadirinya, Kinal mencoba untuk mengajak Nobi bicara.

"Nggak biasanya sering main handphone?" tegur Kinal, berusaha mampu menarik perhatian Nobi.

Sekilas Nobi hanya melirik pada Kinal, kemudian ia kembali fokus pada ponselnya sendiri. Seolah Kinal sama sekali tak ada di dekatnya. Padahal mereka sedang bersandar di punggung ranjang yang sama.

"Kamu lagi deket sama seseorang yah?" tak mau menyerah, Kinal kembali mencoba mengajak Nobi bicara.

"Atau sekarang kamu punya banyak teman di media sosial? Kamu kenalan dengan seseorang yang menarik kan? Pasti!" oceh Kinal lagi.

Kinal mendengus pelan, sedikit kesal karena ia sama sekali tak dihiraukan oleh Nobi-sahabatnya sendiri.

"Kenapa sih? Aku coba bicara baik-baik sama kamu tapi nggak kamu sahuti sama sekali. Aku salah apa? Iya-iya, maafin aku. Aku memang manusia bebal. Maaf..."

Painter and ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang