Clair's Pov
Cappuccino dihadapanku sudah mulai dingin karena dari awal aku memesannya sampai sekarang,aku belum sekalipun menyeruputnya. Biasanya aku bisa menghabiskannya kurang dari satu menit saja. Tanganku dengan malas mengaduk isi gelas itu sambil terus memandang kosong, walaupun banyak siswa lain yang berlalu lalang dikoridor sekolah,tapi tidak ada yang bisa menarik perhatianku bahkan beberapa teman sekelas yang menyapakupun aku abaikan.
Malam itu adalah malam yang kutunggu-tunggu selama ini, Charlie menyatakan persaannya,dan artinya persaankupun tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi rasanya ada sesuatu yang janggal,sesuatu yang membuatku ragu untuk menerima Charlie. Jadi, aku memutuskan untuk belum memberikan jawaban pada Cahrlie, dan Charlie dengan senyumannya memberikanku waktu untuk berpikir.
Kriiing. . . kriiing. . .
Suara bel sekolah kembali berbunyi,artinya jam istirahat selesai dan para guru akan kembali mengajar dikelas-kelas. Jika biasanya aku semangat saat jam pelajaran dimulai,tapi belakangan ini aku jadi lebih berharap guru-guru yang mengisi jam kelas memiliki urusan atau alasan sehingga tidak bisa masuk mengajar.
Dengan susah payah aku meminum cappucino dinginku sekali lalu membuang sisanya. Aku membalik posisi badanku,bermaksud berjalan menuju kelas,tapi tiba-tiba tubuhku tersentak kaget karena sepertinya aku menabrak sesuatu. Tidak,bukan sesuatu yang menyakitkan,tapi cukup untuk membuatku menahan napas selama beberpa detik.
"Minggir! Kau tidak liat aku mau lewat?" ucap orang itu dengan nada sarkastik.
Tubuhnya yang tinggi membuatku dengan otomatishanya bisa menatap dada bidangnya yang dilapisi seragam sekolah itu,entah kenapa firasatku mengatakan bahwa dengan menatapnya bukanlah ide yang bagus. Alhasil,aku tidak berani mendongak dan sekali lagi hanya bisa menatap dada bidangnya.
"Kau menyebalkan!" ucapnya lagi,kali ini ia sangat menekankan setiap katanya.
Aku tahu orang yang dihadapanku ini siapa,Edwin. Satu-satunya teman terdekatku disekolah,tapi rasanya kali ini kami begitu jauh dan seperti orang asing. Canggung,kata itu sangat tepat untuk kami saat ini.
"Hmmm ... Ed,aku----" belum sempat aku menyelesaikan kalimat tersebut,Edwin melangkah melaluiku seakan aku tidak ada.
Ada rasa sakit tersendiri saat Edwin memperlakukanku seperti ini,bersikap dingin bahkan berlaga seakan kami tidak pernah kenal satu sama lain. Apa lagi yang kulakaukan? Seingatku,aku tidak pernah membuatnya marah atau apapun yang bisa merubah sikapnya seperti saat ini. "Apa...?". Tidak,tidak mungkin. Edwin sudah berjanji padaku.Seketika mataku terasa panas, sikap Edwin kali ini benar-benar menyakitiku. Ya,aku tahu aku adalah gadis yang egois,tapi... Entahlah,aku bahkan tidak mengerti dengan diriku sendiri. Dasar,Clair bodoh.
Edwin's Pov
Hatiku begitu panas ketika mendapat kiriman di ponselku,kiriman foto yang menunjukkan Clair dan Charlie sedang melakukan makan malam romantis. Mungkin karena itu Clair menolak ajakanku kemarin. Entah apa yang akan aku lakukan jika melihatnya nanti,aku tidak akan mampu untuk memperlakukannya dengan baik tapi dengan menjauhinya itu lebih menyiksaku.
Baru saja aku mikirkan hal itu,sekarang gadis itu sudah berada dihadapanku. Aku menatapnya yang sedang asik melamun dengan cappuccino di tangannya,terlihat ia tidak terlalu menikmati minuman itu karena dari tadi ia hanya memutar sedotan dengan isi gelas tersebut. Ia sepertinya belum menyadari keberadaanku yang berdiri tidak jauh darinya,tapi aku begitu menikmati pemandangan ini,pemandangan yang luar biasa indah sehingga membuat dadaku terasa sesak.
Aku berusaha menghilangkan rasa sakit yang kurasakan,pertama-tama aku harus bisa melewatinya tanpa hambatan apapun,ini bukan untuk menjauhinya tapi aku hanya perlu menenangkan hatiku. Sebelum melangkah aku meliriknya sekali lagi dan sepertinya ia belum berminat untuk meninggalkan tempatnya. Selangkah... Dua langkah... Aku berhasil menggerakkan kakiku yang entah kenapa tadinya membeku. Ditengah perjalananku dadaku terhantam sesuatu,aku melirik kebawah,gadis mungil sedang mendongak menatapku. Aku bisa gila jika ia terus menatapku,keinginan untuk mendekapnya kini menyergapku tanpa ampun.... Ah,aku benar-benar akan gila.
" Minggir! Kau tidak liat aku mau lewat?" ." kata itu keluar bwgitu saja dari mulutku. Aku tak tahu apa aku harus meruntuki atau berterimankasih kepada mulutku ini.
"Kau menyebalkan" lagi-lagi mulutku berucap tanpa izin dariku. Aku tidak akan tahan melihat reaksinya setelah ini, mungkin dia akan menjauhiku balik bahkan membeciku. Aku dengan cepat meninggalkannya dan berusaha tidak peduli dengan suaranya yang terus memanggilku. Aku berharap ia akan memanggil namaku lebih lama dan bertanya kenapa aku bisa berubah? Atau apakah aku melakukan kesalahan? Atau apakah kau baik-baik saja?. Tapi tidak... Ia tidak menyebut namaku lagi,suaranya kini telah hilang.... Mungkin aku tidak akan masuk kelas lagi dan tujuanku satu-satunya adalah taman belakang. Tempat sederhana yang penuh arti bagiku,tempat dimana aku menemukan seseorang yang begitu berarti bagiku,tempat dumana awal dari perubahan drastis kehidupanku.
Clair's Pov
Dengan pikiran yang begitu kacau seperti ini,mungkin masuk dan mengikuti kelas selanjutnya adalah ide yang buruk. Aku berjalan menuju loker milikku dan mengambil gitar kesayanganku dan seperti biasa taman belakang akan menjadi tempat pelarianku satu-satunya. Yah,sebelumnya aku telah meminta
izin dengan alasan sakit dan beristirahat di Ruang kesehatan,sepertinya aku harus merelakan peringkatku... I'm sorry mom..Mataku menyapu seluruh taman,hanya untuk memastikan apakah tidak ada orang dan ternyata aku salah,semua tak sesuai harapan dan bahkan lebih buruk. Aku melihatnya,duduk di tempat biasanya aku berada. Lagi-lagi nafasku tercekat,apa yang harus kulakukan? Menjauhinya? Tidak,mungkin akan memperburuk keadaan.
". Hai" sapaku dengan susah payah dari belakang.
"Hm" jawabnya singkat.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" huft,pertanyaan bodoh kulontarkan begitu saja.
Belum ada jawaban darinya,ia hanya melirikku lalu kembali mengalihkan pandangan dengan wajah datar.
"Hmm ed..."
"Sudahlah" gumamnya lalu berdiri.
"Ed...tunggu" langkahnya terhenti,tanpa berbalik.
"Apa?"
"Apa kau baik-baik saja?" ucapku perlahan.
Lama ia tak menjaab dan malah diam berdiri ditempat,dengan perlahan aku bisa melihatnya berbalik dan berjalan kembali kearahku,lalu ia duduk disampingku,menatapku dengan wajah dingin miliknya. Jujur aku tidak suka dengan tatapan Edwin yang begitu tajam,terkadang itu membuatku sangat takut.
"Ed kau membuatku ta---"
Kata-kataku terhenti karena sebuah kecupan yang diberikan Edwin selama beberapa detik. Tidak,bukan ciuman biasa dipipi tapi lips on lips. Rasanya waktu berhenti berputar,aku tak bisa berpikir jernih,sungguh ini sangat mengejutkanku. Rasanya waktu berputar sangat lama sehingga membuatku sedikit sesak. Aku larut oleh ciuman Edwin...
Perlahan ia menjauhkan wajahnya dariku dan langsung menatapku. Kali ini bukan tatapan dingin tapi tatapannya terlihat sendu."Pertanyaan itu yang aku tunggu dari tadi Claire" ucapnya sambil terus menatapku.
"Hah?pertanyaan apa?" aku mengerutkan kening.
"Jika kau tidak mengatakannya aku tidak tahu cara untuk memulai semua ini. Terima kasih"
Aku menunduk tidak berani melihatnya lagi. Cukup lama kami terjebak dalam keheningan dan kecanggungan,tak ada yang memulai membuka suara.Entah karena perlakuannya barusan atau kata-katanya. Telunjuknya tanpa izin mengangkat daguku sehingga mau tidak mau ia membuatku menatapnya.
" Terima kasih" ucapnya lalu berdiri dan menarikku berjalan.
"Kita mau kemana?" tanyaku dibelakangnya karena ia yang terus saja menarik tanganku.
"Kekelas. Apa kau kesekolah hanya untuk duduk bersantai di taman belakang sekolah dengan gitar yang selalu kau mainkan itu?"
"Ah,yah.. Kau benar" gumamku.
Semuanya begitu indah saat kepercayaan mengambil alih suatu hubungan. Aku percaya padamu,dan begitupun sebaliknya. Biarkan semuanya berjalan apa adanya dengan kepercayaan yang selalu disampingku...
Karena aku percaya itu
★★★★★★
Hai... Long time no see you readers,terima kasih telah setia menunggu kelanjutan cerita OP ini. Mungkin chapter ini tidak sesuai dengan harapan kalian dan juga penantian yang lama, maaf untuk semuanya...
-Andinii-