The Truth

48 3 0
                                    

Author's Pov

"Te...tentu saja bo...leh" Clair menjawabnya dengan mata yang berbinar. Walaupun Clair tidak yakin dengan keputusannya, tapi dia berharap Charlie akan menyayanginya walaupun tidak sebesar seperti yang ia rasakan.

Sedangkan Charlie, ia terpakasa membohongi Clair lagi. Ia tidak ingin ceroboh dalam bertindak. Padahal,dengan Charlie berbohong pada gadis itu sungguh menyiksa dirinya.

"Selama ini kau kemana saja?" tanya Clair membuat mimik wajah Charlie berubah.

"Kau akan tahu pada waktu yang tepat"jawab Charlie.

"Kau tidak memperdulikanku sama sekali,apa kau melupakanku" ucap Clair dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Hei...hei...Clair? Look at me!" Charlie mengubah posisi duduknya. Ia duduk bersila menghadap Clair dengan kedua tangannya menggenggam bahu Clair.

"Aku tidak pernah mengabaikanmu. Apakah kau kira aku melupakanmu saat aku menghilang? Tidak Clair, aku selalu memikirkanmu dan percayalah aku sangat merindukanmu" ucap Charlie pelan dan air mata Clair sudah jatuh. Tangan Charlie bergetar mengikuti getaran bahu Clair. Lagi-lagi perasaan Charlie terasa begitu menyakitkan melihat  gadis yang dicintainya menangis,apalagi ia menangis karena Charlie.

Clair sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata,ia hanya mengeluarkan isakan kecil dari tangisnya itu. Bahkan Clair sekarang hanya tertunduk,tidak mau menatap Charlie,karena menurutnya,dia akan lebih sakit lagi jika menatap wajah pria yang telah mengecewakannya. Jemari Charlie lalu beralih menyentuh dagu Clair,berharap Clair akan mengangkat wajahnya dan menatapnya. Sedangkan tangan yang satunya lagi mengusap pipi Clair yang basah oleh air mata.

"Jangan menangis Ri, kau menyiksaku jika kau terus membuang air matamu didepanku" ucap Charlie.

"Tapi tak bisa kah kau menghubungiku,atau membalas satu pesanku saja" ucap clair masih dalam tangisannya.

"Maaf Clair...Maaf" bisik Charlie lalu mendekap Clair.

----------------

Charlie mengantar Clair menuju kamar Aiden,dan sepertinya rencana Aiden untuk mengajak teman-temannya menginap dibatalkan,karena suasana kamar sekarang ini sangat sepi. Charlie membuka pintu kamar lalu mempersilahkan Clair masuk.
"Beristirahatlah"perintah Charlie dan Clair hanya membalas dengan senyuman manisnya itu.
Charlie memandang Aiden yang ternyata juga memperhatikan mereka. Charlie memberikan seyum kepada Aiden dan Aiden membalasnya dengan menaikkan jempolnya kearah Charlie,lalu Charli menutup pintu dan kembali kekamarnya.

"Kau lapar?" tanya Aiden berusaha untuk tidak membahas hal-hal yang membuat Clair mengingat masalahnya.

"Tidak" ucap Clair seraya menggelengkan kepalanya dengan senyuman lebar dibibirnya.
Aiden mengeluarjan cekikikannya setelah sang adik melewatinya dan sama sekali tidak memeperdulikannya.

Clair memandangi layar I-phone miliknya,ia terlihat berpikir keras tentang sms yang baru saja ia terima.

"Clair apa kau sibuk? Jika tidak,aku akan menjemputmu nanti malam. Kuharap kau tidak menolaknya"
Clair membaca pesan dari Edwin sambil menggigiti bibir bawahnya pelan. Membingungkan memang, Clair berharap ia dapat menghabiskan malamnya bersama Aiden dan juga Charlie. Tapi sangat sulit bagi Clair untuk menolak permintaan lelaki yang satu ini,dan dalam sekejap jari jemari Clair sudah sukses membalas pesan dari Edwin. Menurutnya hal ini sangat membingungkan, jantungnya selalu berdetak cepat ketika pria itu menghubunginya ataupun hanya sekedar melakukan sesuatu yang selalu bisa membuat hari Clair menjadi menyebalkan. Bahkan sampai sekarang Clair belum menemukan alasan penyebab kenapa ia bisa menuruti semua permintaan Edwin tanpa syarat apapun.

Our PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang