S2 - part 37

232 18 0
                                        

Dua hari setelah kabar bahagia itu, apartemen kecil mereka terasa berbeda. Seolah seluruh udara di dalam ruangan membawa semacam energi baru lebih hangat, lebih hidup.Christian mulai bangun lebih pagi, membuatkan sarapan meski sering kali hasilnya cuma telur setengah matang dengan roti bakar gosong. Muthe, yang biasanya santai di pagi hari, kini punya kebiasaan baru,duduk di kursi makan sambil mengelus perutnya, seolah membisikkan semangat pada kehidupan kecil di dalam sana.

Pagi itu, setelah sarapan kacau tapi penuh cinta dari Christian, mereka duduk berdua di balkon. Matahari belum tinggi, dan suara kota masih samar dari kejauhan. Muthe bersandar di bahu suaminya, membawa secangkir teh hangat.

"Aku udah bilang ke Matthew tadi malam," kata Christian tiba-tiba.

Muthe langsung menoleh. "Hah? Kamu udah cerita?"

Christian mengangguk pelan, menyesap kopinya. "Dia nelepon, nanya kabar. Terus aku bilang aja, 'Matt, gue bakal jadi ayah.' Dia langsung teriak di telepon, sumpah. Nggak percaya. Katanya, 'Muthe yang itu? Yang kamu temuin waktu baju dinas lo kebalik?'

Muthe tertawa. "Ya ampun, kenapa dia harus ingat momen itu sih."

"Karena itu lucu,Dan ikonik." Christian melirik istrinya. "Aku juga pengin kabarin Aldo, Freon, Justin. Tapi… kamu yang minta kan, kita tahan dulu sampai trimester pertama lewat."

Muthe mengangguk sambil mengelus perutnya. "Iya. Bukan karena gak percaya sama mereka, tapi lebih ke… aku pengin semuanya aman dulu."

"Dan aku setuju," jawab Christian. Ia lalu menarik napas, lalu membelai pelan rambut Muthe. "Tapi janji ya, kalau ada yang kamu rasain aneh apa pun itu langsung bilang ke aku. Jangan tahan-tahan."

"Iya, Tiam. Aku janji. Kamu juga jangan terlalu stres di kerjaan. Ingat, anak kita butuh ayah yang tenang."

"Kalau dia butuh ayah yang bisa ngelucu, kayaknya kita mesti nyewa komedian." Christian nyengir, membuat Muthe menyikut pinggangnya.

Malamnya, mereka menghabiskan waktu dengan merapikan satu ruangan kosong yang dulu dipakai untuk menyimpan barang-barang tak terpakai. Christian berdiri dengan tangan di pinggang, menatap dinding polos.

"Kalau kita cat warna kuning pastel, lucu gak ya?"

Muthe mengangguk. "Atau biru muda?"

"Atau... kita bikin mural bareng? Gambar langit, bintang-bintang, pelangi?"

"Kamu bisa gambar?"

Christian nyengir. "Enggak,Tapi kita bisa belajar bareng. Itu kan bagian serunya."

Hari-hari berikutnya penuh kejutan kecil. Muthe mulai ngidam hal-hal aneh kadang nasi goreng jam 11 malam, kadang pengin bau bensin, kadang cuma pengin dengerin Christian nyanyi lagu anak-anak.

Suatu malam, ketika Muthe tidak bisa tidur karena perutnya terasa aneh, Christian duduk di pinggir ranjang sambil memainkan gitar kecil yang biasa dipakai saat mereka piknik.

"Mau lagu apa, Calon Ibu?" tanyanya.

"Apa aja, yang penting bukan lagu mellow. Aku nangis nanti."

Christian tertawa pelan, lalu mulai menyanyikan lagu anak-anak dengan nada jazz yang lucu. Muthe tertawa sambil menggenggam tangan suaminya.

"Kita lucu ya,Rumah tangga kita kayak sitkom kadang."

"Iya," jawab Christian, "tapi ini sitkom yang pengin aku tonton sampai tua."

Beberapa hari kemudian, Christian dapat jadwal patroli luar kota selama dua hari. Ia sempat galau meninggalkan Muthe sendirian.

"Kamu yakin gak papa? Aku titip kamu ke Matthew dulu deh."

mas mas AAL ( chrismuth ) s1+s2 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang