Hari itu, jam masih menunjukkan pukul 04.55 pagi saat alarm ponsel Christian berdering pelan dengan nada khas militer peluit panjang satu kali, lalu sunyi. Ia membuka mata perlahan, menguap, dan langsung menoleh ke kanan—Muthe masih terlelap di bawah selimut tebal, wajahnya damai sekali, rambutnya acak-acakan menutupi sebagian pipi.
Christian tersenyum kecil. Ini hari pertamanya kembali aktif setelah cuti dua minggu pernikahan. Tangannya terulur, menyentuh lembut kepala Muthe. "Aku berangkat dulu, ya," bisiknya pelan, lalu bangkit dari tempat tidur dengan gerakan nyaris tanpa suara.
Tiga puluh menit kemudian, Christian sudah mengenakan seragam lengkap TNI AL-nya, rapi, gagah, dan dengan tatapan penuh tanggung jawab. Ia sempat bercermin sejenak di pintu kamar sebelum keluar, merapikan topi di kepala, lalu berjalan keluar apartemen.
"Letnan Christian!"
Sebuah suara lantang terdengar begitu kakinya menjejak lantai markas pagi itu. Christian menoleh cepat dan mendapati seorang pria tinggi besar berkulit sawo matang dengan senyum lebar menghampirinya.
"Eh, aran!" Christian menyambut temannya dengan tos keras yang berakhir dengan pukulan ringan di punggung.
Letnan Doni adalah sahabat satu angkatan Christian sejak mereka sama-sama masih taruna. Bedanya, aran lebih banyak ditempatkan di lapangan,Tapi keduanya tetap akrab dan tak jarang saling ledek.
"Baru masuk, lo? Muka masih pengantin baru banget," ujar aran sambil melirik Christian dari atas ke bawah.
Christian cengengesan. "Iya dong. Wajah pengantin bahagia."
"Bahagia banget sampe nggak on time jawab chat gua tiga hari, ya?" Aran mencibir sambil menyikut lengan Christian.
"Gua cuti, ran. Cuti itu suci."
Mereka berdua tertawa dan melanjutkan jalan ke ruang briefing pagi. Seperti biasa, suasana di markas pagi itu sudah sibuk. Beberapa anggota berpakaian lengkap berlari kecil, ada yang sedang cek senjata, dan beberapa lainnya menyimak daftar penugasan hari itu.
Setelah apel pagi dan briefing dari Kapten Halim, mereka pun dibagi tugasnya masing-masing.
"Letnan Christian, kamu ikut ke dermaga utama siang ini, bantu cek persiapan pengangkutan logistik ke Ambon. Kita berangkat pukul sebelas, ya," perintah Kapten Halim sambil menyodorkan map laporan.
"Siap, Kapten."
Christian menerima map itu dengan tangan kanan, kemudian melirik ke arah aran yang mengedipkan sebelah mata.
"Jangan lupa makan siang dulu, bro, nanti lo pingsan kayak prajurit cinta," ledek aran sambil jalan duluan.
Christian hanya tertawa pelan dan balik ke ruang kerjanya.
Sementara itu, di apartemen...
Muthe baru bangun sekitar pukul 07.30. Masih mengenakan piyama, ia berjalan pelan ke dapur sambil mengikat rambutnya asal-asalan. Lantai dapur masih dingin, dan udara pagi masih segar. Ia membuka kulkas, mengintip isi, lalu menghela napas pelan.
"Hm, ini pria militer emang ya... isi kulkas setelah nikah tetap aja ada energen, susu coklat, dan... sarden kaleng. Luar biasa." Ia tertawa sendiri sambil mengambil roti tawar dan mulai memanggangnya.
Tak lama, ponselnya berbunyi. Nama kontak yang muncul- Bu Inem ,tetangga sebelah yang suka sok galak tapi ternyata baik banget.
"Muthe! Itu, tolongin Bu Inem dong... kucingnya nyangkut di atas lemari dapur, dari tadi gak turun-turun."
Muthe yang baru duduk langsung melirik ke arah pintu. "Bu Inem… kucingnya lagi?"
Sekitar jam 09.00, suasana apartemen pun ramai dengan suara kucing mengeong, ibu-ibu komplek yang datang bantu bawa kursi, dan Muthe yang manjat lemari pakai sendal rumah.
