S2 - part 31 END

286 23 3
                                        

Malam itu hujan turun deras di kota. Angin kencang bikin tirai apartemen Muthe berkibar meski jendela tertutup rapat. Muthe baru saja menidurkan bayinya di boks kecil, lalu duduk di sofa sambil menatap layar ponselnya yang kosong.

Entah kenapa, dadanya terasa sesak. Jantungnya berdegup kencang. Ia menekan pelipisnya, mencoba menenangkan diri.

“kenapa rasanya kayak ada yang nggak beres?” gumamnya pelan.

Eli keluar dari kamar, masih memakai daster. “The, kamu belum tidur juga? Muka kamu kenapa pucat.”

Muthe menghela napas berat. “Ma, aku nggak tahu kenapa… tiba-tiba dada aku kayak sesek. Aku kepikiran sama tian”

Eli langsung duduk di sampingnya. “Kamu jangan mikir yang aneh-aneh. Tian orang kuat Dia pasti baik-baik aja di sana.”

Muthe menggeleng, matanya berkaca. “Tapi, Ma… aku ngerasa kayak dia lagi berjuang. Entah kenapa aku bisa ngerasa gitu.”

Suasana hening sejenak. Hanya suara hujan deras yang terdengar.

Tiba-tiba bayi kecil itu merengek di boksnya. Muthe cepat-cepat menggendongnya. “jangan nangis, sayang. Papa kamu pasti baik-baik aja. Kamu jangan bikin mama tambah panik.”

Tangisan bayi itu terdengar lebih keras, seolah ada sesuatu yang ikut terbawa suasana. Muthe memeluknya erat-erat, matanya berkaca.

Sementara itu di laut, keadaan benar-benar kacau. Gelombang terus menghantam, kapal miring ke kiri lalu ke kanan. Suara logam berderit, bunyi alarm tiada henti.

“Yan! Pegangan kuat-kuat!” teriak aram

Tian berusaha tetap tegak, meski badannya hampir terhempas. Matanya terpejam sesaat, dalam hati ia hanya bisa berdoa.

“Ya Allah… jangan biarin aku berhenti di sini. Aku harus pulang. Aku harus lihat anak aku.”

Aran menepuk bahu Tian sambil berteriak, “Kalau kita selamat dari ini, gue traktir lo kopi tiap hari, Yan!”

Tian teriak balik, “Kopi doang mah kurang, ran! Gue maunya pulang hidup-hidup!”

Mereka saling berpegangan, mencoba bertahan. Tapi guncangan makin keras. Lampu di beberapa ruangan padam.

Suara kapten terdengar di pengeras, serak dan tegas: “Semua kru! Fokus! Jangan ada yang menyerah! Kita harus lewatin ini!”

Tian menatap laut hitam pekat di depannya. Dalam benaknya, wajah Muthe muncul, tersenyum dengan bayi di pelukannya. Ia menggertakkan gigi.

“Gue harus pulang. Gue harus pulang…”

Tiba-tiba terdengar suara keras dari bawah kapal—seperti ada sesuatu yang menghantam lambung. Kapal bergetar hebat.

“woi?!apaan itu” aran panik.

Tian menoleh cepat, wajahnya tegang. “Entah… tapi kalau lambung bocor, kita bisa dalam masalah besar.”

Gelombang berikutnya datang lebih besar. Kapal miring tajam, hampir membuat semua orang terlempar. Suara jeritan dan benturan memenuhi udara.

Tian berteriak sekuat tenaga, “Pegangan!!!”

Di apartemen, pada saat yang sama, Muthe tiba-tiba terhuyung, hampir menjatuhkan bayinya.

“muthe! Astaghfirullah, kamu kenapa?!” Eli buru-buru menopang tubuhnya.

Muthe menggenggam dadanya erat, wajahnya pucat pasi. “Ma… aku ngerasa tian lagi dalam bahaya. Aku bisa ngerasain!”

Eli menatapnya khawatir, tapi mencoba tegar. “ itu cuma perasaan kamu. Tenangin dirimu. Jangan bikin bayi ini ikutan cemas.”

mas mas AAL ( chrismuth ) s1+s2 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang