Acara masih berlangsung saat ini. Terdengar suara riuh dari para tamu undangan memberikan semangat kepada Jodha agar segera menjawab lamaran Rai kepadanya. Kebanyakan dari mereka meneriakkan kata "terima" kepada Jodha. Rai masih berlutut didepan Jodha sambil menunggu jawaban dari sang bidadari hatinya itu. Sang MC memberikan microphone untuk Jodha dan memberikan kode untuk segera menjawab lamaran Rai. Jodha sangat bingung dan tak tahu harus bersikap seperti apa. Ini terasa begitu cepat untuknya. Masih banyak yang ingin ia lakukan setelah lulus kuliah nanti. Namun, cintanya pada Rai membuatnya sulit untuk mengatakan tidak ataupun menolak lamaran tersebut."Rai.... mmmhh... yes! I will marry with you," Jodha menjawab dengan tegas.
Seketika ruangan tempat acara berubah semakin riuh dengan tepukan tangan dari para tamu yang sepertinya ikut merasakan kebahagiaan yang Rai dan Jodha rasakan. Rai segera memasangkan cincin tersebut kejari manis Jodha dan segera meraih tubuh Jodha kedalam pelukannya. Cukup lama mereka berpelukan hingga akhirnya Rai melepaskan pelukan mereka dan mencium kening Jodha.
Jalal yang masih berdiri terpaku di sudut sana, mulai merasakan dadanya terasa semakin sesak. Ia memilih pergi keluar ruangan dan mencari tempat terbuka untuk menghirup oksigen sebanyak banyaknya. Sesampainya ia di taman hotel, Vina segera menyusul karena melihat gelagat aneh dari kekasihnya itu.
"Jalal," panggil Vina dan Jalalpun menoleh kearahnya.
"Ada apa Vin?" Tanya Jalal sambil menghela nafas.
"Ada apa denganmu? Kulihat semenjak Rai melamar Jodha diacara tadi, wajahmu terlihat aneh," Vina menghempaskan pantatnya kekursi taman hotel sambil melipat kedua tangannya kedada.
"Tidak ada! Tidak ada apa apa," Jalal ikut menghempaskan pantatnya disamping Vina duduk sekarang.
"Jangan berbohong padaku Jalal! Kau tak suka bukan karena Rai melamar Jodha. Dan kau lebih tak suka lagi karena Jodha menerima lamaran Rai bukan?" Ucap Vina tegas sambil menyandarkan punggungnya.
Jalal menoleh kearah Vina,"tahu darimana kau? Sebaiknya kita tak usah membicarakan mereka," sahut Jalal dingin.
"Itu cinta Jalal!" Vina menatap tajam kearah Jalal.
"Maksudmu?" Jalal balas menatap Vina tajam.
"Come on Jalal! Berhenti membohongi dirimu sendiri. Aku tahu kau sangat mencintai Jodha," ucap Vina lirih menahan emosinya.
"Tidak! Kau salah! Kau kan tahu kalau kami bersahabat sejak kami kecil," Jalal mengelak.
"Justru karena kalian sahabat dan selalu bersama, akhirnya kau jatuh hati padanya," Vina mulai gemas dengan bantahan Jalal.
"Cukup Vin! Kau kekasihku. Mengapa kau malah berbicara seperti itu," Jalal mulai kesal.
"Aku bukan kekasihmu! Aku hanya pelarianmu!" Nada bicara Vina meninggi.
"Vina cukup!!" Jalal mendadak beranjak dari duduknya dan melangkah sedikit menjauhi Vina.
"Jalal!! Please, sadarlah! Kau mencintainya. Jangan kau bohongi dirimu sendiri. Aku pun sudah lelah dengan hubungan kita, Jalal. Aku sudah mencoba dengan berbagai cara tapi....," ucapan Vina menggantung.
"Tapi apa Vin?" Jalal berbalik menoleh kearah Vina lagi.
"Tapi percuma, Jalal. Hatimu, tatapan matamu, sikapmu, perhatianmu, semua hanya untuk Jodha. Bahkan aku pernah berharap suatu saat ada sedikit saja dari semua itu yang ditujukan untukku. Tapi nihil! Kosong! Semua hanya untuk Jodha! Milik Jodha! Bukan aku. Dan semestinya kau menyadari itu, Jalal. Berhenti membohongi dirimu sendiri. Lebih baik hubungan ini kita sudahi saja. Aku bisa bebas dan kaupun bisa mengakui perasaanmu tanpa harus menutupinya dengan menjalin hubungan denganku," ucap Vina bijak.