Jodha pergi ke lokasi syuting dengan wajah murung. Moti yang memperhatikannya dikejauhan bergegas menghampiri dan tanpa bertele tele segera mengintrogasinya.
"Pagi Jo! Kau kelihatan murung hari ini. Bukannya seharusnya kau senang karena Jalal sudah pulang?" Tanya Moti sambil mengajak Jodha duduk dikursi.
Jodha menghempaskan pantatnya sambil mendesah,"hufth, apanya yang senang, Mo. Malah aku mendapat kejutan darinya," Jodha menekuk wajahnya.
"Kejutan? Bagus donk! Katakan, apa dia memaafkanmu?" Wajah Moti berbinar.
"Iya, dia bilang sudah memaafkanku. Masalahnya, kejutannya itu yang membuatku sedih. Semenjak kepulangannya dari Singapore sikapnya menjadi dingin kepadaku," Jodha menundukkan wajahnya sedih.
"Hey! Bukannya selama ini kau tak pernah memperhatikan sikap Jalal kepadamu?" Moti balik bertanya.
"Apa aku secuek itu selama ini, Mo?" Jodha menatap Moti tajam.
"Astaga Jo! Kenapa sadarnya baru sekarang. Bukannya selama menikah dia selalu memperhatikanmu. Membawakanmu makan siang, menelepon, menawarkan jemputan. Tapi sikapmu, biasa biasa saja kan? Kenapa sekarang, baru bersikap dingin saja kau sudah kalang kabut begitu?" Moti menyelidik.
"Entahlah, Mo! Aku sudah terbiasa dengan Jalal yang perhatian dan hangat kepadaku," sahut Jodha.
"Kalau sudah begini, kau baru menyadari bahwa kau membutuhkannya kan! Apa kau mulai mencintainya, Jo?" Tanya Moti menyelami perasaan Jodha.
"Cinta? Nggak Mo! Kami sudah berjanji kalau kami tak boleh saling mencintai," ucap Jodha tegas.
"Kalau misalnya janji itu tak pernah ada, apa kau akan mengakui bahwa kau mencintainya?" Moti mendesak.
"Moti, please.....," Jodha bingung menjawab desakan Moti.
"Ya! kau mencintainya," Moti mengambil kesimpulan.
"Tapi dia tidak, Mo," jawab Jodha lemah.
"What? Kau ini bodoh atau apa sih Jo? Selama ini Jalal selalu ada buatmu. Perlakuannya, perhatiannya, kasih sayangnya, semua itu apa tidak cukup untuk membuktikan bahwa dia mencintaimu?" Moti mulai kesal dengan ulah bodoh temannya ini.
"Tapi, mungkin itu dia lakukan hanya karena janjinya untuk melindungiku," Jodha mengelak lagi.
"Kau yang membuatnya berjanji seperti itu. Kalau kau mau membuka hatimu sedikit saja untuknya, pasti kau akan tahu bahwa ia sangat mencintaimu, Jo. Kaulah yang selalu memungkirinya demi menepati janji kalian berdua itu," Moti menasehati Jodha.
"Lalu, aku harus bagaimana, Mo?" Jodha mulai frustasi.
"Ikuti kata hatimu! Kalau Jalal masih dingin kepadamu, bersikaplah seperti biasa. Layani dia seperti kau melayani seorang suami. Layani dia dengan ikhlas. Aku yakin, dia seperti itu hanya agar kau sadar bahwa dia sangat mencintaimu," Moti memberi saran.
"Terima kasih atas saranmu, Mo. Aku akan mencobanya. Sebenarnya, aku sudah mencobanya sejak kedatanganya. Tapi, ia masih saja bersikap dingin. Mungkin usahaku ini belum seberapa dibandingkan pengorbanannya," Jodha menyemangati dirinya sendiri.
"Hmmh, ini baru Jodha! Ayolah Jo! Kau harus melupakan Rai dalam hidupmu. Dan kau hanya boleh memikirkan Jalal. Masa depanmu!" Moti memberi semangat.
"Kau benar, Mo! Terima kasih," ucap Jodha dengan wajah yang berbinar.
Jodha merasa lebih lega setelah menumpahkan isi hatinya pada Moti, manager sekaligus sahabatnya itu. Tak terasa break syuting telah tiba, Jodha bergegas meraih ponselnya dan mengecek seluruh isi pesan masuk. Berharap Jalal akan mengiriminya pesan singkat ataupun BBM. Namun, lagi lagi wajahnya berubah murung ketika tak ditemuinya satupun pesan dari Jalal.