Aku sudah berada didalam mobil hitam milih Ayah Phara lagi. Tadi setelah acara makan malam dua keluarga, aku dan Ilyas dengan berbaik hatinya mangkir dari obrolan setelah makan malam untuk membersihkan piring kotor. Setelah itu, aku memang benar-benar tidak mengikuti obrolan karena harus bersiap-siap untuk acara reunian dimalam minggu. Dengan dress seadannya yang menurutku cukup cocok untuk tema reuni tahun ini, aku duduk disamping Firman yang berada di Balik kemudi. Tadi dia sendiri yang menawariku tumpangan, ya dari pada ku tolak, lebih baik kuterima. Meskipun perasaan dalam diriku sedikit memberontak. Dan inilah sebenarnya perasaan yang ku kira sudah menghilang entah kemana. Perasaan yang sudah berusaha ku bunuh selama ini. kejam memang. Tapi rupanya aku masih belum mampu.
"Pulang jam berapa, Rum?", tanya Firman ditengah keheningan kami. Aku menoleh kearahnya.
"Tergantung anak-anak sih sebenernya. Mereka pasti bisa sampai tengah malam nanti", kataku.
"Kamu mau pulang jam dua belas?", tanyanya sedikit tidak percaya. Karena memang selama ini yang dia tahu aku bukan tipikal gadis seperti itu.
"Nggak kayaknya, mungkin jam sepuluh, nggak sampai tengah malam lah", kataku dan bertepatan dengan kami sampai di taman kota. "Makasih ya, Mas", kataku tulus.
"Kalo mau dijemput bilang aja ya", pesannya.
"Siap", kataku singkat dan keluar dari mobil. Tanpa menunggu apapun lagi, aku pergi menjauh dan mencari spot yang sudah dikatakan Putri. Dan tak lama, disanalah mereka.
"Harum!", teriak Putri, Noni, Alia, dan Ephy. Sahabat dekatku, sahabat satu janjiku. ya ampun, Betapa rindunya aku pada mereka.
Dengan segera aku berlari kecil menghampiri mereka, dan tanpa sengaja aku menabrak seseorang. Kami menoleh dan saling tatap sejenak, tapi selanjutnya aku yang sadar. "Maaf ya", kataku dan pergi menghampiri empat sahabatku itu.
Dengan hebohnya kami berpelukan, tidak menghiraukan yang lain, karena memang sudah beberapa bulan ini kami jarang bertemu. Biasanya hampir dua bulan sekali kami mengadakan reuni. Hanya untuk kami berlima.
"Ya ampun, senengnya ketemu kalian lagi", kataku bahagia, bahkan karena terharu aku hampir menangis. Aku memeluk mereka satu persatu dan mencium pipi kanan dan kiri mereka. Itulah kebiasaanku pada mereka. Tanda sayangku utuk mereka.
"Jangan nangis dong", bujuk Ephy. Aku menggeleng sambil tersenyum, dan air mata itu pun jatuh.
"Kan bahagia liat kalian lagi", kataku membuat mereka berempat ikut terharu dan malah berpelukan lagi.
"Eh, Genk yang ini reuni sendiri aja nih, ajak kita-kita pelukan juga dong", seru Junet teman sekelas kami yang memang suka jahil.
"Enak aja. Menyingkir kau!", sorak kami bersamaan membuat kami tertawa.
"Kan ini acara reuni bersama, kenapa kalian aja yang heboh sih?", sindirnya membuat kami berhenti berpelukan dan menoleh kearahnya. Kebiasaan Junet adalah bicara tanpa bisa di atur, kadang aku bisa satu pihak dengannya karena aku juga hampir sama dengannya, bicara ceplas-ceplos. Tapi kadang kala aku tidak suka dengan mulutnya yang tidak tahu aturan itu.
"Apa kabar Juneettt!!", seru kami bersamaan sambil mengerubuni laki-laki itu yang seketika panik, membuat semua orang yang satu angkatan dengan kami tertawa melihat wajah paniknya.
Junet memang cukup dekat dengan kami dari pada murid kelas lainnya, terkadang disaat kami ingin jalan-jalan atau main bersama, ia selalu ingin ikut, dan kadang kala kami melarang kalau memang itu waktu khusus yang kami buat untuk hanya kami berlima.
Setelah acara tawa-tawa kami, aku menyapa teman-teman sekelasku dulu. Mengobrol dan berpelukan, tidak lupa juga untuk shering berbagai macam hal. Sesekali mencoba makanan yang sudah tersedia. Acara reuni ini memang tidak gratis. Kalau gratis semua dana yang diperlukan datang dari mana kalau bukan uang kumpulan anak-anak.
Aku duduk disebuah kursi taman yang tersedia banyak disekitar tempat acara kami. Sambil memegang sebuah piring berisi cake cokelat kesukaannku disebelah tangan kiri, dan tangan kanan memegang ponsel. Bagi anak zaman sekarang, kalau ada acara, up date harus menjadi hal pertama untuk kami. Dan ternyata itu cukup berlaku untukku.
"Hei, Rum", sapaan itu membuatku menoleh. Aku menemukan sosoknya lagi, laki-laki yang kutabrak tadi. Aku membalas senyumannya.
"Hei, Dodi", balasku seadanya. Jujur, wajahnya masih semanis dulu. Aku jadi merasakan wajahku memanas karena mengingat masalalu. Namun kenyataan seolah membuatku jatuh berdebum diatas bumi. Cukup menyakitkan.
"Apa kabar?", tanyanya basa-basi.
Aku tersenyum, "Seperti yang lo liat, gue baik-baik aja", jawabku beberapa kali menatap kearah lain. sedikit gugup, tapi kuakui perasaan itu sudah tidak ada. Gugup itu ada karena setelah hubungan kami usai, kami tidak melakukan kontak apapun. Hilang begitu saja. Jadi, beginilah rasanya.
♫
Selamat membaca dan jangan ketinggalan votenya ya, komennya juga perlu siapa tau kalian mau memberikan saran. Terimakasih ^ ^
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dekat
RandomKini waktu telah membuktikan, Rum. Siapa yang selama ini ada di hatimu? Siapa yang selama ini ada di hari-harimu? Kini siapa yang paling mempertahankan posisinya disampingmu? Bukankah kita telah lama mengenal? Kamu mengenalku dengan baik, bahkan ak...