Seminggu berlalu, hari ini hari Kamis. Obrolan kecilku dengan Ilyas terus membayangiku. Meskipun pikiran itu sempat teralih karena skripsi yang harus di revisi dibeberapa bab, acara obrolanku bersama Kanes, dan juga ajakan main Ghana disela waktu kosongku. Terkadang pikiran itu mengusikku ketika aku sedang terdiam atau kadang sendirian.
Aku sudah bilang pada Ghana kalau aku harus merevisi skripsiku, dan Ghana nampak setuju, katanya ia akan memperpanjang masa cutinya. Herannya aku, pria itu memang sangat sabar dan pengertian. Apa mungkin karena ia tidak punya adik, sedangkan kakak laki-laki satu-satunya sudah menikah setahun yang lalu. Ragil.
Ingat sekali aku waktu pertama kalinya kami sibuk mengatur pesta pernikahan Ragil. Mengingat umurnya yang hampir memasuki kepala tiga, Mama Rosi sangat bahagia nampaknya, dan akan menjadi pengalaman pertama dalam hidupnya, jadi Mama Rosi nampak heboh dan ribet ketika mempermasalahkan ini-itu tentang pernikahan anak pertamanya. Dan itu menjadi pengalaman pertama bagi kami semua tentunya. Bahkan aku masih ingin tertawa ketika mengingat masa-masa itu.
"Harum!", panggilan Kanes membuatku kembali sadar dari lamunan. Dengan segera aku menoleh. "Itu ponsel udah geter-geter dari tadi, nggak sadar juga? Lamunin apa sih?", tanyanya penasaran, aku pun tidak menjawab dan memilih mengangkat telpon. Rupanya dari Noni.
"Halo, Non", sapaku.
"Lagi sibuk ya? kok lama angkat telponnya?",
Aku terkekeh pelan, "Maaf, lagi makan siang. Kenapa?", tanyaku to the point.
"Acara reuni kita nggak berasa kemarin. Gue mau adain reuni mendadak buat kita berlima. Gimana?",
"Kapan?", tanyaku singkat.
"Hari Sabtu ini. kita ketemu di gedung serba guna kota",
Aku mengernyit bingung, "Mau ngapain disana?",
"Saudara jauh gue nikahan, jadi mendingan sekalian undang kalian berempat",
"Ih, kan kita bukan tamu undangan resmi",
"Udahlah nggak apa-apa. pokoknya kalian dateng, pakai baju yang bagus ya jangan malu-maluin gue",
"Ogah, gue pakai aja tuh baju jadul gue semasa SMA dulu", kataku asal.
"Ih, emang masih muat?",
"Nggak", jawabku singkat dan kami pun tertawa.
"Udah, pokoknya harus dateng. Gue masih ada jadwal kelas lagi nih. See you",
"See you",
Sambungan pun terputus, aku meletakkan ponsel diatas meja dan kembali menyantap makan siangku. Nasi dengan soto betawi.
"Ada acara, Rum?", tanya Kanes membuka percakapan diantara kami.
"He-em. Temen SMA ngajakin ketemuan lagi", jawabku sambil menyuap nasi kedalam mulut.
"Lho, kemarin bukannya baru reunian",
"Biasalah, gue kan orangnya ngangenin, Nes", kataku besar kepala, membuat Kanes menoyor kepalaku, sedangkan aku hanya mampu tertawa.
"Eh, tadi lo ngelamunin apaan sih?", tanya Kanes kembali ke topik sebelumnya. Sebelum aku mengangkat telpon dari Noni.
"Ngg, nggak penting sih", jawabku sedikit ragu. Tapi satu yang aku sadari, tadi aku bukan melamun tentang Firman, tapi tentang ... Ghana.
"Ih, gitu lo sama gue", katanya sedikit memaksa, dan aku pun terdiam, kembali makan sambil berusaha berpikir. Tapi, tiba-tiba ponselku menyala dan menampakkan satu pesan baru masuk. Aku pun membukanya. Ternyata dari Ilyas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dekat
RandomKini waktu telah membuktikan, Rum. Siapa yang selama ini ada di hatimu? Siapa yang selama ini ada di hari-harimu? Kini siapa yang paling mempertahankan posisinya disampingmu? Bukankah kita telah lama mengenal? Kamu mengenalku dengan baik, bahkan ak...