#takterduga

10 3 0
                                    

Seperti yang sudah aku katakan, jarak antara mengendarai mobil dengan motor untuk menuju kerumahku dari kampus itu sangat berbeda jauh. Mobil bisa terjebak macet, dan motor bisa main selip kendaraan. Dan kini, aku dan Arie sudah sampai didepan rumahku. Tidak banyak percakapan yang terjadi, hanya pertanyaan untuk belok kemana dan arah mana, itu saja.

"Makasih ya, udah mau nganter", kataku dengan tulus.

Sedangkan yang sedang ku ajak bicara kedua matanya malah memperhatikan bentuk rumahku. "Oh ini rumah lo. Lumayan deket juga dari kampus", komentarnya membuat aku merasa di acuhkan.

"Iya", ucapku singkat sebagai tanggapan dari komentarnya tadi.

"Ya udah, gue pulang ya", pamitnya sambil memakai helm.

"Nggak ada niat mau mampir?", tanyaku sekedar basa-basi. Bisa di bilang tidak punya hati kalau aku tidak menawari.

"Kapan-kapan aja, gue pamit ya", katanya sambil menghidupkan menis motornya.

Aku hanya diam sambil memperhatikannya hingga ia mengangguk pamit padaku dan pergi meninggalkan kompleks rumah.

Ketika aku masuk kedalam rumah, Ibu keluar dari dapur dengan snack kesukaannya untuk menemani menonton Tv.

"Aku pulang", salamku dan menghampiri Ibu untuk mencium tangannya.

"Dianter sama siapa, Rum?", tanya Ibu membuat aku mengerutkan kening.

"Ibu tahu?", balas tanyaku membuat Ibu tersenyum.

"Iya dong, Ibu kan juga mau tahu siapa sih yang ngobrol didepan rumah. Ibu pikir tadi maling, Rum", kata Ibu membuatku terkekeh pelan sambil meletakkan tas diatas sofa.

"Temen satu kampus kok, Bu. Kebetulan aja tadi waktu Arum lagi nunggu di halte, dia lewat, eh di tawarin bareng, ya udah sekalian aja, ngirit ongkos", jelasku begitu saja lalu masuk ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan kaki. Rasanya ingin ikut santai bersama Ibu di ruang Tv. Masalah skripsi, akan ku lanjutkan nanti malam.

"Namanya siapa, Rum?", tanya Ibu begitu aku sudah duduk disampingnya dan ikut mencomot kripik singkong original kesukaan kami.

"Arie, Bu", jawabku singkat.

"Kok orangnya kayak agak cuek ya?", tanya Ibu tanpa menoleh padaku.

Aku yang ditanya begitu hanya bisa menggedikkan bahu dan terus menatap kearah Tv. "Kata Noni juga gitu. nggak tahu, Arum nggak ngerti", kataku.

"Kok Noni. Kenapa sama Noni?", tanya Ibu kali ini menatapku ingin tahu.

"Iya, ternyata dia itu saudara jauhnya Noni, Bu. Kemarin waktu dateng ke acara pernikahan saudaranya Noni, aku ketemu sama dia", jelasku singkat dan padat.

"Oh gitu",

Dan tidak banyak yang kami obrolkan, hanya fokus pada tontonan.

Hari Selasa, pukul sepuluh tepat, aku bersama Kanes keluar dari kelas dan bermaksud untuk menuju perpus. Sepertinya keperluan ku diperpus akan cepat selesai, karena skripsiku hampir menyampai final.

"Kemarin memang habis pergi kemana?", tanya Kanes membuka percakapan diantara kami.

"Anter tetangga ke bandara", jawabku singkat.

"Memang mau kemana?",

"Tetangga sebelah kiri rumah mau berangkat umroh, tetangga sebelah kanan rumah mau balik kerja di Bali", jelasku sambil tersenyum. Lucu juga menceritakan hal seperti ini pada orang lain.

"Memang apa urusannya kamu anter mereka kebandara?",

Benarkan dugaanku, batinku. "Mereka tuh sabahat dari kecil. Udah seperti keluarga sendiri. Jadi aku harus mengantar mereka", jelasku singkat dan Kanes hanya mengangguk paham.

Kita DekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang