Hari Sabtu tiba. Aku menghadiri kelas bimbingan hari ini masih tetap bersama Kanes. Tidak lama, hanya dua jam, lalu kami kembali berkutat didalam perpus. Sepertinya jadwalku hari ini akan padat sekali. Untungnya aku sudah menyediakan baju untuk acara-acara hari ini. pergi kekampus, dengan pakaian seperti biasa, casual. Untuk acara undangan pernikahan saudara Noni nanti siang aku sudah menyediakan dress merah yang aku yakini sudah cukup terlihat pas dengan tema pernikahan. Dan aku juga tidak lupa untuk menyiapkan baju pengajian untuk malam ini, dress sederhana berwarna biru pastel. Pokoknya kemarin aku sudah bereksperimen dengan pakaian-pakaian itu jadi nanti tinggal kenakan saja dan pergi. Selesai.
Aku mengambil buku terakhir yang kuperlukan dirak buku, tapi tiba-tiba saja mataku menangkap sesosok pria nampak merebahkan tubuhnya dikursi-kursi yang sudah disusun disudut ruangan. Lengan kanannya menutupi kedua matanya, sedangkan itu tangan kirinya ia letakkan diatas perutnya, ia nampak lelap dalam tidurnya. Tapi, layaknya seperti orang yang kurang kerjaan, aku malah memperhatikannya sambil berjalan mendekat. Dan bodohnya aku,
Bugh!
"Aduh ...", ringisku sambil terduduk. Semua buku-buku yang kuambil tadi sudah terjatuh dan berantakan diatas lantai, sedangkan itu tulang keringku terasa sangat nyeri. Aku mengelus tulang keringku dengan sayang, berusaha meredakan rasa sakitku itu.
"Lo ngapain?", pertanyaan itu membuat aku mendongak. Sosok pria yang tadi kuperhatikan sudah duduk dengan wajah lelahnya, matanya bahkan memerah. Dan yang perlu kalian tahu, suaranya tadi terdengar serak ala orang bangun tidur. Menurutku itu memperlengkap penampilannya yang nampak ... menarik? Ugh!
"Ngg, itu gue mau ambil buku yang itu", kataku sambil menunjuk asal kearah buku dongeng dan telunjukku ini menunjuk kesebuah buku dongeng Romeo dan Juliet. Tapi aku tidak menyesal karena sudah menunjuk kearah buku itu, "Tapi gue nggak liat ada kayu disitu", lanjutku sambil menatap gagang sapu yang tersangkut diantara kaki-kaki meja yang menjadikan tulang kering kakiku berdenyut nyeri sampai saat ini.
Pria itu menghela napas lelah lalu mengambil buku dongeng Romeo dan Juliet yang kutunjuk dan memberikannya padaku. Aku pun menerimanya dan mulai memunguti buku-buku pilihanku yang berserakan.
"Lo anak sastra?", tanyanya yang sedari tadi hanya diam memperhatikanku memungut buku. Tidak peka!
"Iya", jawabku singkat lalu bangkit dengan berusaha menahan rasa nyeri di tulang keringku. "Makasih", kataku dengan nada yang sedikit ditekankan lalu berjalan pincang menjauh untuk mencari meja Kanes.
Begitu sudah berada didekat Kanes, gadis itu memperhatikanku yang berjalan terseok. "Kenapa, Rum?", tanya Kanes penasaran.
"Jatuh", jawabku singkat sambil meletakkan buku-buku diatas meja dan duduk dikursi dengan wajah ditekuk. Aku mengeluarkan botol minum dari dalam tas dan menenggaknya dengan rakus. Aku hampir saja tersulut emosi.
"Ummm, kayaknya gue tahu siapa orangnya", gumamnya pelan sambil menatap kearah belakangku. Aku pun membalik badan dan bertemu pandang dengan wajah datarnya. Dari pada makan hati, lebih baik kembali ku balik badanku dan mulai membuka buku.
"Ada apa sih?", tanya Kanes masih penasaran dengan sedikit berbisik dan tubuh yang dicondongkan lebih dekat kearahku.
"Orangnya sudah pergi?", tanyaku ikut mencondongkan tubuh mendekat, aku melihat Kanes menganggukkan kepalanya. Sejenak aku melirik ketempat dimana pria itu berdiri tadi, dan benar saja aku tidak menemukannya disana. Aku pun menghela napas lega lalu mulai memeriksa tulang keringku di Balik celana jins panjangku.
"Ya ampun! Biru, Rum", katanya sedikit histeris tapi dengan volume suara yang masih mampu diaturnya. Aku pun meringis. "Gimana ceritanya sih kok bisa begitu?", tanyanya lagi menuntut penjelasan. Aku pun kembali ke posisi dudukku semula.
"Tadi aku kesandung kayu disudut sana. Tadinya mau ambil buku dongeng Romeo dan Juliet, tapi karena nggak liat jalan jadi kesandung dan semua bukuku jatuh. Dan orang itu tidur disana, tidak jauh dari tempat aku terjatuh", jelasku sedikit berbohong.
"Ya ampun, Arum. Liat-liat dong kalo jalan", nasehatnya dan aku hanya mampu memberengut dan menatap malas pada buku-buku yang menunpuk didepanku. Moodku untuk mencari materi hari ini pupus sudah.
"Aku mau pulang aja deh, jadi males nih", ucapku sambil mengemas barang-barangku kedalam tas.
"Terus buku-bukunya?", tanya Kanes sambil menatap tumpukan buku didepanku.
"Ya mau bagaimana lagi? Aku harus bawa semua ini kerumah", kataku dengan suara yang masih lemas.
"Oke, apa perlu gue anter kedepan?", tawarnya dan aku menggeleng.
"Nggak usah, Makasih. Gue masih bisa jalan dengan baik kok, sekarang udah nggak terlalu sakit", kataku sambil bangkit, menyandang tasku dan memapah tumpukan buku pilihanku lagi.
"Get well soon, beib", katanya.
"Thanks, see you",
"Hati-hati, Rum",
Aku pun berjalan dengan sedikit tertatih menuju meja perpus, dan meminta izin pada penjaga perpus untuk membawa pulang buku-buku pinjamanku. Setelah mengisi data-data, aku pun baru bisa pulang, meski dengan wajah masam. Sambil membuka ponsel, sambil terus berjalan keluar gedung.
"Halo?",
"Yas, dirumah kan?",
"Iya, kenapa?",
"Jemput dong. Ya?", rengekku.
Terdengar helaan napas disebrang sana, "Ya udah, naik motor ya?",
"Eh, jangan. Bawaan aku banyak nih baru minjem buku diperpus", tolakku halus, sebenarnya aku berpikir bahwa tidak mungkin kalau aku naik motor dengan kaki menahan nyeri seperti ini.
"Iya, nanti aku bawa mobil. Tunggu di halte ya",
"Sip. Makasih",
Sambungan pun terputus, aku memasukkan ponsel kedalam tas dan kembali berjalan menuju halte. Sesampainya dihalte aku duduk dikursi kosong dan menghela napas. Masih bisa kah aku melaksanakan jadwal yang sudah ku punya seharian ini? entahlah, aku tidak yakin.
Cukup lama aku terdiam menatap kosong kearah jalanan didepanku, tidak lama seseorang datang dan duduk disebelahku. Aku tersadar dan menoleh, sejenak aku tercengang melihat pria itu lagi. Aku menelan ludah gugup dan menggeser sedikit tubuhku untuk memberikan jarak dengannya. Tapi pergerakanku itu membuatnya menoleh.
"Masih sakit?", tanyanya dengan wajah datar. Aku diam seketika karena gugup.
"Ngg, lumayan", jawabku sekenannya. Setelah itu, ia menyodorkan plester penghilang nyeri padaku. Aku mengertukan kening menatapnya. Merasa aneh dengan sikapnya.
"Lebih baik diobati dari pada tidak sama sekali", katanya masih dengan nada datar dan menatapku tanpa ekpresi. Menyebalkan kalau kalian melihat wajahnya saat ini. dari pada memakan waktu lama, lebih baik aku menerimanya saja.
Tak lama setelah menerima plester penghilang nyeri darinya, aku melihat mobil yang sangat familiar dimataku. Tapi yang kutahu itu bukan mobil milik Ayah. Jadi?
"Mas Ghana?", tanyaku menyakinkan ketika melihat kaca mobil terbuka dan memunculkan wajahnya yang tersenyum ramah. Aku pun membalas senyumnya dengan lebar lalu beralih pada pria didekatku sejenak. "Makasih, permisi", pamitku dan bangkit untuk masuk kedalam mobil. Rasanya aku ingin istirahat saja beberapa jam ini.
"Kamu kenapa? Kok jalannya begitu?", tanya Ghana ketika aku sudah duduk manis didalam mobil sambil memangku buku.
"Jatuh tadi diperpus", jawabku murung membuat Ghana terkekeh pelan.
"Kamu ngapain diperpus memang? Loncat-loncatan?", tanya Ghana sedikit meledek.
"Mas Ghana ...", rengekku berusaha menghentikan ledekannya itu.
"Oke, maaf. jadi? siapa cowok tadi?", tanya Ghana mengalihkan topik dan kembali memperhatikan jalan didepannya.
"Cuma temen satu kampus", jawabku asal, sebenarnya aku juga tidak tahu siapa dia. bahkan satu fakultas atau tidak aku juga tidak tahu.
♫
Ditungguuuu vote dan komentnya yaaa... makasiihhh ^ ^

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dekat
AcakKini waktu telah membuktikan, Rum. Siapa yang selama ini ada di hatimu? Siapa yang selama ini ada di hari-harimu? Kini siapa yang paling mempertahankan posisinya disampingmu? Bukankah kita telah lama mengenal? Kamu mengenalku dengan baik, bahkan ak...