Disebuah Mall kota, aku dan Arie masih berada di parkiran umum. Aku hanya mampu memendam rasa penasaranku sambil menunggu Arie yang masih nampak sibuk melepas helmnya dan meletakkannya diatas motor.
Sebenarnya tidak pernah terlintas dalam benakku sosok Arie yang ku kenal dingin dan datar itu mau mengajakku pulang bersama dan mengajakku pergi makan diluar. Tapi ternyata semua itu benar-benar terjadi, aku bisa apa?
"Ayo", ajaknya begitu ia sudah selesai dengan urusannya itu. aku hanya bisa mengikuti langkahnya dalam diam.
Begitu kami sudah berada didalam Mall. Tiba-tiba saja Arie berhenti didepanku. Aku pun ikut menghentikan langkah dan menatap kearahnya. "Mau kemana kita?", tanyaku begitu saja.
"Gue juga nggak tahu", jawabnya membuatku menaikkan sebelah alisku, heran. "Lo mau kemana?", balas tanyanya sambil menatapku. Aku pun mengalihkan pandangan lalu melihat eskalator.
"Ke toko buku aja ya", usulku sambil menunjuk kearah eskalator yang ku lihat tadi.
"Mau ngapain?",
Aduh, pertanyaan apa itu?
"Ya nyari buku lah, masak mau nyari makan di toko buku. Pertanyaan lo aneh deh", desisiku lalu berjalan lebih dulu menuju eskalator. Sudah, aku tidak ingin peduli dulu tentangnya, hanya perlu naik ke lantai tiga dan masuk kedalam toko buku untuk mencari referensi.
"Gini nih kalo ngajak mahasiswi yang mau ngerjain skripsi, nyarinya buku", koemntar Arie yang entah bagaimana sudah ada disampingku.
"Ya kan tadi elo yang ngajakin jalan. Kok jadi nyalahin keadaan sih?", tanyaku sedikit sewot. Bagaimana tidak sewot, penuturannya sejak tadi selalu aneh ditelingaku.
"Aduh, galak banget sih", komentarnya lagi membuatku menghela napas pasrah sambil membuang muka, tidak ingin mengalami pingsan mendadak karena tekanan darah naik.
Begitu kami sudah menapaki kaki di lantai tiga, dan masuk kedalam toko buku. Aku memilih untuk berpencar dengan Arie, ku yakin bahwa kami memiliki tipe buku yang berbeda. Jadi, dari pada aku mendengar komentarnya sepanjang hari, lebih baik menghindar bukan?
Setengah jam terlewati, bahkan hampir satu jam tak terasa aku mencari buku, namun seseorang yang tidak ku duga muncul didekatku tiba-tiba.
"Arum", panggilnya membuatku menoleh. Dan saat melihat wajahnya lah aku mengerutkan kening.
Aku menarik napas sejenak, berusaha menenangkan diri. Anggap saja hanya sebatas teman lama, batinku.
"Hei, Dodi", balas sapaku sambil tersenyum yang dibuat-buat.
"Lo sendiri disini?", tanya Dodi dengan senyum sedikit canggung.
"Nggak, gue bareng―",
"Dia bareng gue kesini",
Suara Arie mengejutkan aku, aku tidak sadar kalau ia sudah berdiri tegak disampingku dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celannya. Seperti biasa, terlihat santai, namun satu yang berbeda. Auranya seperti waspada.
"Oh, lo temennya Arum?", tanya Dodi berusaha mencairkan suasana.
"Bukan, gue pacarnya",
♫
Hari-hariku berjalan tidak seperti biasanya. Yang biasanya aku pulang setelah keluar kelas dan makan siang dirumah. Kali ini aku bisa pulang kuliah sampai sore. Padahal skripsi hampir selesai, tapi entah kenapa aku ingin saja berlama-lama. Kenapa? Karena Arie kah?
Oh Tuhan, ku rasa itu benar-benar perasaan yang akan membuatku tersiksa sekaligus bahagia. Kenapa? Disaat sendiri, melamun, aku selalu tersenyum ketika mengingat kebersamaaku dengannya, sedangkan itu, aku akan merasa sedih dan kesepian ketika aku tidak menemukan Arie di kampus. Aduh, ini gawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dekat
De TodoKini waktu telah membuktikan, Rum. Siapa yang selama ini ada di hatimu? Siapa yang selama ini ada di hari-harimu? Kini siapa yang paling mempertahankan posisinya disampingmu? Bukankah kita telah lama mengenal? Kamu mengenalku dengan baik, bahkan ak...