1. Hard Decission

315 16 9
                                    

10 email masuk....
The Body Shop Indonesia
Citi Bank
Michella Abigail: SHITWORK
...
...
The London School of Economics

Mataku langsung melebar setelah melihat urutan terakhir didaftar email masuk hari ini. Segera ku buka dan baca secara perlahan takut melewatkan setitikpun informasi penting yang ada.

You are accepted...

"Oh my Lord, I can't breath now" pekikku sambil berloncat-loncat kegirangan dan sepertinya Toby, anjingku semakin heran melihat tuannya yang berkelakuan semakin menjauhi kata waras setiap harinya.

"Hallo Pa, guess what's happen to me this morning?" ucapku saat Papa baru mengucapkan hallo.

"Not even morning now, 12 A.M. actually" jawab Papa sarkatis.

"I'm accepted in LSE. You must be proud of me!" Ujarku tanpa mengambil hati gerutuan Papa yang memarahi anak gadisnya bangun disiang hari.

"Should I? congrats, girl. You should handle it by yourself" jawab Papa dengan sedikit tertawa. Masih ku ingat perjuangan saat membujuknya untuk membiarkanku mengambil jurusan yang memang aku sukai dan gotcha, tiga bulan kemudian he said yes dengan muka datar andalannya.

"Nilaimu tidak sampai 3,5 semester ini, what you've done there?" tanyanya yang mulai mengalihkan arah pembicaraan yang tadinya berada di pintu surga dan dengan cepatnya berpindah ke neraka.

"Siapa suruh paksa aku kuliah di sana, I've told you for a thousand time" jawabku cuek dan mulai mencari cara untuk mengakhiri pembicaraan ini.

Papa berbicara banyak, too much, dan topiknya selalu sama, he told me to protect myself from drugs, free sexs, alchohol, and those bad things. He just do not know what I've already done here.

"Pa, sudah ya aku mau mandi dulu. Goodbye Pa, Happy Sunday" ucapku dan langsung diiyakan olehnya.
"Don't forget to go to church,Ncik" ucapnya sebelum benar-benar memutuskan sambungan telepon.

***

"Fan, di Gerejamu ibadah jam berapa aja ya?"
Akhirnya aku berani mengiriminya pesan singkat setelah sekian lama berpikir keras bagaimana caranya agar aku bisa memulai obrolan with him diluar jam kampus.
di Kampus? tidak perlu ditanyakan bagaimana keakraban kami. Diluar kampus? Answered before.

Awal perkenalanku dengannya terjadi karena circle friends dan semakin berlanjut saat kami terpilih untuk mewakili fakultas tempatku menimba ilmu -meskipun dia lebih tinggi stratanya dibanding aku- yang nantinya dengan senang hati akan aku tinggalkan. Jika mengingat momen itu, rasanya bisa membuatku melamun selama satu hari penuh.

Bagaimana tidak, aku yang membuat Proposal tersebut tiga hari sebelum deadline dan mengumpulkannya satu jam sebelum batas akhir bisa-bisanya terpilih dan mengalahkan Dirga, yang sudah menyiapkan satu bulan sebelum deadline.

Dan aku semakin tidak percaya jika aku akan bekerjasama dengan Stefan, Tutor muda yang baru saja bergabung di Fakultas. From what I heard, dia lulusan terbaik di salah satu Ivy League and me? I think it is the time where I could say that he just has  a tender with troll like me.

"Kalau sore jam 4, malam jam 7" balasnya singkat. Aku kembali memutar akal bagaimana caranya agar obrolan ini berlanjut.

"Kamu biasa jam berapa?" dan belum sampai beberapa menit, notifications Lineku berbunyi dan menampilkan balasan darinya.

"Jam 7"
"Okay, Merci" balasku dan menyerah atas obrolan ini.

Otakku buntu dan yang kupikirkan sedari tadi hanyalah mengenai kampus baru, London I'm coming soon!.

Akupun segera melangkahkan kaki menuju kamar mandi dan menyapa Toby yang sedang asyik berbicara dengan bahasa planetnya. Setelah mandi aku segera menuju Pantry dan membuat Sandwich karena perutku belum terisi sama sekali sejak tadi malam.

Tadi malam aku hanya menyantap Dessert dan segelas Wine bersama Patricia untuk merayakan keberhasilannya mendapatkan hati Sang Pujaan yang sudah lama menjadi target incarannya.

5 missed call...
+628135310xxxx

Aku langsung mengirim pesan ke nomor yang tak terdaftar dikontakku tersebut untuk menanyakan siapa dan ada apa repot-repot meneleponku.

Tak berselang lama nomor tersebut kembali meneleponku dan dengan segera ku jawab, siapa tahu ini nomor operator salah satu counter yang mengadakan undian berhadiah liburan yang beberapa hari lalu aku ikuti.

"Tania speaking, Who's there?"

"Arka"

"Who's Arka? I don't have friend named Arka" tanyaku lagi.

Sejauh ini teman-temanku bernama Souvenir-name semua, entah itu Michelle, Amanda, Audrey, Michael, Steven, dan banyak lagi, tidak mungkin aku menyebutkan nama mereka semuanya, kan? Oh ya, juga Patrcia, one of my forever buddies.

"Okay, I'm Stefan" tadi Arka sekarang Stefan, dan otakku mulai lambat bekerja karena orang iseng ini.

"Oh I got it. Stefan teman SD atau Stefan teman SMA? or Stefan Budidjaja? which one are you?"

"Stefan teman hidup" jawabnya datar dan sukses membuatku semakin menahan kesal.

Teman hidup? maaf aku hanya menginginkan Daniel yang menjadi teman hidupku, bukan orang tidak jelas yang sedang meneleponku sekarang. Teman hidup? Cih, kenal saja tidak!

" Oh I should end this conversation off" ucapku yang sudah kehabisan kesabaran ditambah Toby yang sedari tadi menarik-narik ujung celana panjangku.

"I'm Stefan, Stefan Arka yang beberapa jam lalu kamu tanyai mengenai Gereja" ku dengar ia tertawa diseberang sana sambil menjelaskan siapa dia.

"Ohh, what a... anyway, ada apa?" tanyaku membatalkan sumpah serapah yang akan keluar dari mulutku.

"Mau pergi bareng ke Gereja?"
"Hah?" tanyaku yang kaget mengenai ajakannya. Sejauh ini hubungan kami hanya sebatas di kampus dan ini diluar bayanganku.

"Ayo pergi Gereja bersamaku, Tania" ucapnya lagi. Sebenarnya pesanku sebelumnya hanyalah pesan basa-basi dan kenapa ditanggapi serius seperti ini olehnya? Oh Tania, You die now...

"Apartemenku jauh dari jangkauan" jawabku mencari alasan.

"ke Sukomanunggal pun aku jemput, no problem"

"Kamu gak lagi ngefollow up aku, kan?"

"I'm serious. Siap-siap, I'm on the way in twenty minutes"

"Are you serious?" tanyaku memastikan lagi ucapannya.

"I've told you before" jawabnya singkat dan aku menyerah.

Kami akan pergi bersama dan ini untuk pertama kalinya aku beribadah bersama teman priaku.
Daniel? nanti saja aku menjelaskannya.

"Okay, hati-hati.  Alamatnya aku sms ya"

"Cito, Zurich Tower lantai 26 kamar 3, am I wrong, Miss?" ujarnya dan tentu membuatku kaget.

"Who told you my address?" tanyaku menyelidik.

"Google Maps" jawabnya tertawa.

"Sudah, kamu siap-siap sana" ujarnya lagi dan hanya ku balas dengan dengusan.

***

Ain't You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang