"I think of it everytime, that I look at the stars, this memory is mine, but that moment was ours." -Stephanie Lumley.
***
Hi people! thank you so much for reading my story, I'm happy if you're enjoying this story and I hope you give me advices to help me to improve my writing-skill :)
Don't forget to tell your friend too to add this story to their library or reading list and if you don't mind, please vote this story too :)
Mungkin sampai chapter 6 masih tahap perkenalan dan based on my outline, konflik baru ada di chapter ke 7. so stay tuned:)
Auf Wiedersehen,
R.M.W.A.***
Sekali lagi aku memeriksa penampilanku melalui Standing Mirror yang ku beli di IKEA dengan memanfaatkan kakakku yang terlalu baik dengan adik perempuan kesayangannya ini.
Blue Chiffon T-Shirt from Zara, Check.
A-line Skirt from Mango, Check.
Natural Make Up, Check.
Cartier Savior Necklace, Check.
Balenciaga Mini City, Check.
Repetto Ballerina, check.Perfect.
Setelah selesai memastikan penampilan, aku segera keluar dan menuju lobby apartemen dan mengirim pesan kepada Stefan untuk menanyakan keberadaannya sekarang.
"I'm at Lobby now" balasnya dan hanya kubalas dengan salah satu sticker favoriteku.
Aku melihat keberadaannya. Dia sedang menyesap kopi yang ia dapatkan dari mesin kopi gratis yang ada di dekat meja Receptionist. Mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang tergulung sampai siku, harus kuakui bahwa ia mampu menghipnotis seorang Tania. Buru-buru aku berjalan ke arahnya agar dia tidak menangkap basah kelakuanku saat menatapnya dengan terpesona.
"Sorry nunggu" ucapku dengan posisi berdiri dihadapannya dan hanya dibalas dengan senyum andalannya.
Kami beranjak menuju area luar dan berjalan ke arah mobil yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk. Kami berjalanan beriringan dalam diam, ia kemudian berjalan mendahuluiku dan membukakan pintu penumpang untukku.
Sweet? NO. Too dramatic and I don't like it...
"Sorry ga sebagus mobilmu" ucapnya setelah duduk dengan sempurna dan mengenakan seat belt.
"You must be kidding me, right?" jawabku dengan wajah mencemooh ke arahnya. Sejak kapan Lexus kalah dengan Outlander?
Kami menghabiskan waktu dalam diam. Aku asyik memainkan handphone dan dia fokus menyetir ditengah padatnya lalu lintas sore hari.
Kota tempat tinggalku sekarang tidak berbeda jauh dengan ibukota. Padat. Hedon. Metropolitan. Aku sudah hidup di sini sejak memasuki SMA dan sampai sekarang tahun pertama aku menimba ilmu di universitas.
"You used to go to church sendiri or?" tanyanya membuka suara. Oh lampu merah, pantas dia bersuara.
"I used to go to with Patricia but she has boyfriend now, so I don't want to put myself into their romantic time" jawabku dan ia hanya terkekeh sebentar lalu kembali ke ekspresi datarnya.
"And you're single?"
"Sadly but thankfully, yes. why?" tanyaku penasaran.
"I think you're in relationship with Daniel" ujarnya lagi yang sesekali memandang ke arahku.
"Just a friend who always do stuffs together" jangankan pacaran, tanda-tanda dia memiliki perasaan khusus kepadaku saja sepertinya tidak ada. Ralat, belum ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ain't You Love Me?
RomansaKala hidup memberimu pilihan antara berjuang mendapatkan ia yang selama ini kau perjuangkan atau memilih menghabiskan sisa usia bersama sosok baru yang menawarkan kebahagiaan. "Aku memang mencintaimu, namun aku tidak ingin berjuang sendirian." -Nat...