4. Loser

76 5 0
                                    

" A woman is like a tea bag, you never know how strong it is until it is in hot water." -Eleanor Roosevelt.

Hallo People^^
Terima kasih banyak buat kalian yang menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini ;)
Ku harap kalian dapat meninggalkan jejak dengan memberikan vote ataupun comment demi kebaikan bersama^^

Maafkan bahasa ku yang sedikit berlebihan ini, ya^^


R.M.W.A.

P.s. Stefan menitipkan salam untuk kalian semua^^

***

Sepulangnya aku dari kampus kegiatanku hanyalah satu, menangis meratapi nasib percintaanku yang tidak seindah cerita-cerita Nicholas Sparks ataupun Christian Simamora yang biasa aku baca.

Hidup melajang selama 17 tahun bukanlah hal yang patut dibanggakan jika dibandingkan dengan beberapa temanku yang sudah pernah pacaran sejak duduk di bangku menengah pertama.

Aku cantik, meskipun yang mengatakan tersebut adalah keluarga dan beberapa teman dekatku, but I know every woman deserve to be beautiful.

Dulu saat di Sekolah Dasar bahkan sampai Menengah Atas, ada beberapa teman pria yang memiliki perasaan khusus terhadapku bahkan sampai menyatakan langsung kepadaku.

Namun semuanya itu ku tolak secara halus dengan alasan aku ingin fokus belajar.

Aku sebenarnya tidak terlalu memaksakan diri untuk memiliki seorang kekasih, namun aku terkadang iri, ketika aku dan beberapa temanku hangout dan mereka membawa pasangan mereka masing-masing.

Dan sekarang, saat orang yang aku cintai juga mencintaiku, masih saja ada halangan yang membuatku tidak bisa bersamanya.

Mungkin aku ditakdirkan untuk langsung menikah tanpa pacaran terlebih dulu.
Semoga saja!

"Halo, kenapa baby?" tanyaku ditelepon setelah mengusap answer symbol di layar iPhone ku.

"Mami sudah kerja tugas pengantar Ilmu Psikologi?" tanya Patricia langsung tanpa basa-basi.

"Belum, Pat. Aku baru saja sampai di apartemen"

"Yasudah nanti aku kirim ke E-mail mami ya, tapi jangan dicopy semua" ujar Patricia lagi.

"Kamu sudah selesai mengerjakan? tumben sekali" gumamku heran.

"Dapat dari anak-anak mi" jawabnya dengan tawa kemenangan.

"Sialan"

"Udah dulu ya, Mi. Aku lagi nyetir nih, bye" tutup Patricia mengakhiri pembicaraan kami.

Patricia. One of my buddies. Kami bertemu jauh sebelum memasuki dunia perkuliahan dan saat itu kami masih polos sepolos seragam sekolah yang baru dibeli di pasar.

Banyak dari teman-teman kami yang mengira kami adalah teman sejak sekolah menengah atas, but they were absolutely wrong. We are stranger become partner.

Sebenarnya bukan hanya Patricia, ada Anna, yang biasa kami panggil Panda. Jadi setiap dari kami memiliki panggilan khusus, aku sendiri dipanggil mami. Patricia dipanggil aunty, dan Anna dipanggil Panda.

Tapi grup kami tidaklah lengkap karena tanpa kehadiran Papi dan Uncle. Oh ralat, seorang Uncle sudah masuk kedalam grup kami.

Sudah hampir jam sebelas malam dan itu berarti sudah empat jam aku berada di Starbucks yang buka dua puluh empat jam dan sialnya aku bahkan belum juga menyelesaikan tugasku sama sekali. Aku baru mengerjakan sampai bab tiga dan sisanya stuck.

Ain't You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang