Chapter 01
“Aku menyukaimu,” kataku kepada gadis yang berdiri dihadapanku. “Sejak pertama kali aku melihatmu aku sudah merasa tertarik kepadamu. Wajahmu mulai memenuhi pikiranku, sampai akhirnya aku tidak dapat melupakanmu. Walau kita belum pernah berbicara satu sama lain, tapi aku berharap kita dapat saling mengenal. Oleh karena itu, maukah kamu menjadi pacarku?”
Aku tidak tahu apa lagi yang harus kuucapkan. Ini pertama kalinya aku menyatakan cinta pada seorang gadis. Aku bahkan tidak tahu apa yang mendorongku untuk meletakan surat cinta di kotak sepatunya, yang isinya meminta untuk menemuiku dibawah pohon sakura dibelakang sekolah sepulang sekolah. Seperti ucapanku kepadanya aku memang tidak tahu banyak akan dirinya. Amagi Ruri, pertama kali aku melihatnya adalah didalam kereta pada hari pertama sekolah. Ia sedang duduk di samping pintu kereta. Sedangkan aku duduk tepat dikursi didepannya. Mungkin ini yang disebut cinta pada pandangan pertama. Begitu aku melihatnya aku tidak dapat melepaskan pandanganku darinya. Rambutnya yang panjang dikucir ekor kuda, matanya yang berwarna biru tua, dan terutama wajahnya yang tidak menampilkan ekpresi apapun menarik perhatianku. Ketika aku memperhatikan pakaiannya ternyata ia mengenakan pakaian seragam yang sama dengan seragam sekolah yang kumasuki., tentu saja hal itu membuatku senang. Aku berpikir tentu aku akan bertemu dengannya lagi, dan kalau aku beruntung mungkin akan sekelas dan duduk bersebelahan. Walau harapanku tidak tercapai tetapi aku sering mencuri pandang ketika melewati kelas sebelah pada waktu istirahat hanya untuk melihat dirinya. Dari pengamatanku dan pembicaraan teman-teman aku mengetahui berberapa hal tentang Ruri. Ia tidak mempunyai teman dan tidak berusaha untuk berteman dengan siapapun. Ia selalu menghabiskan waktu istirahat didalam kelas. Jika ada yang bertanya sesuatu padanya ia hanya menjawab singkat. Seminggu setelah masuk sekolah ia sudah memperoleh julukan “Yuki Onna” atau wanita salju karena sifatnya yang sedingin es. Terakhir ia sering mengajukan ijin sakit dengan alasan harus ke rumah sakit karena tubuhnya yang lemah, alasan ini juga yang selalu membuatnya duduk di pinggir lapangan ataupun disudut ruang ruangan ketika pelajaran olah raga. Dengan hanya sedikit pengetahuan akan dirinya entah kenapa tiba-tiba saja muncul keinginan untuk memintanya menjadi pacarku. Mungkin segala hal yang misterius pada dirinya yang telah menarik perhatianku.
Aku terdiam menunggu jawabannya, atau setidaknya reaksi apa yang akan diberikan. Tetapi Ruri hanya berdiri dihadapanku, memandangku dengan tajam. Untuk sesaat mulutnya terbuka sedikit seolah ingin mengucapkan sesuatu. Hatiku berdebar-debar kencang menanti jawabannya, apakah Ruri akan berkata iya ataukah tidak. Tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya, ia kembali menutup rapat mulutnya. Ia kemudian membalikan badan dan melangkah pergi begitu saja meninggalkanku. Aku terus memperhatikan Ruri ketika ia semakin menjauh dan setiap helai rambutnya yang terakhir hilang dibalik tembok sekolah ketika ia berbelok menuju bagian depan gedung. Sementara itu aku hanya terdiam tidak bergerak di tempatku berada. Kurasa sudah jelas kalau jawabannya adalah tidak, pikirku.
Aku melangkah tanpa semangat ketika kembali kedalam sekolah menuju kelasku untuk mengambil tas yang kutinggal disana sebelum menemui Ruri. Hari sudah semakin sore, langit menjadi keemasan ketika matahari mulai terbenam, entah berapa lama aku terpaku di tempat. Saat aku membuka pintu kelas, seseorang masih berada didalamnya, dan orang tersebut duduk di tempat dudukku sambil memainkan rambutnya yang panjang.
Aku mengenali sosok didepanku itu. Bagaimana tidak, orang itu adalah Mizuhara Chitose, kurasa tidak seorangpun disekolah ini yang tidak mengenalnya. Ia begitu cantik, modis, mudah bergaul dan disukai semua orang. Untuk sesaat aku melupakan kesedihan yang baru saja kualami, perasaan penasaran mengapa idola sekolah berada di kelas juniornya, pada waktu sesore ini ketika seharusnya tidak ada lagi orang di dalam kelas, dan terutama mengapa ia duduk di kursi tempat aku biasa duduk, telah membuatku lupa.
“Akhirnya kamu datang juga, hampir saja kukira kamu melupakan tasmu dan tidak kembali kesini.” Kata Mizuhara-san memecahkan keheningan.
Aku menghampirinya, “ada perlu apa Mizuhara-san disini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Shinigami no Kokoro
RomantizmCerita tentang seorang anak muda yang jatuh cinta dengan seorang pembunuh. akankah ia tetap mengejar cintanya ataukah ia menyerah di tengah jalan?