Chapter 04
“Sudah siap atau belum?” kata Chitose sambil berbaring diatas sofa. Ia sedang membaca sebuah buku sambil mendengarkan musik.
“sebentar lagi.” Kataku.
Sejak aku tinggal bersama Ruri dan Chitose aku langsung ditetapkan oleh Chitose sebagai koki. Jadi menyediakan makanan menjadi tanggung jawabku. Yang menjadi masalah adalah Chitose selalu meminta makanan hampir setiap saat. Aku tidak tahu kemana makanan yang dimakannya disimpan di tubuhnya yang langsing itu. padahal ia makan hampir dua kali lipat apa yang dimakan Ruri. Jadi selain menyiapkan makanan tiga kali untuk kami bertiga aku terkadang masih harus membuatkan cemilan untuk Chitose. aku benar-benar merasa dimanfaatkan olehnya. Berbeda dari Chitose, Ruri tidak pernah menyuruhku sesuatu bahkan untuk meminta tolong terhitung jarang. Ruri terlihat lebih mandiri daripada Chitose yang bersifat manja.
“masih belum juga?” kata Chitose lagi.
“Chi-san sabar sedikit, kalau terburu-buru nanti hasilnya malah tidak enak.” Kata Ruri sambil meletakan peralatan makan dimeja.
“Ruri-chan, bisa tolong bantu aku?” kataku. Aku masih membiasakan diri untuk memangil Ruri dengan nama depannya. Sampai kemarin aku masih memangilnya dengan nama keluarganya, begitu pula dengan Ruri ketika memanggilku. Sampai akhirnya Chitose tidak tahan lagi dan memberi kami kuliah selama sejam lebih bagaimana pasangan seharusnya bertindak. sampai akhirnya Chitose memutuskan kalau kami harus memanggil dengan nama depan ketika berbicara, dan akan memberi hukuman padaku atau Ruri kalau melupakannya. Untuk berberapa kali aku kelepasan dan menyapa Ruri dengan nama keluarganya, aku mendapat kepalan tangan Chitose mendarat di ulu hati, perut dan bahkan kepalaku. Untungnya bagi Ruri tampaknya ia dapat langsung terbiasa memanggilku dengan nama depanku, tapi walaupun Ruri salah menyapa kurasa Chitose tidak akan memukulnya seperti ia memukulku.
Aku dan Ruri meletakan makan malam kami di meja. Kali ini aku memasak ikan bakar dan menyiapkan tonjiru, miso soup dengan tambahan daging babi didalamnya, sebagai lauk nasi. Aku kemudian memanggil Chitose yang masih bersantai disofa, sementara Ruri menyendokan nasi ke tiga buah mangkuk yang berada di meja. Seperti biasa tidak ada percakapan ketika kami di meja makan kecuali hanya ketika Chitose meminta tambah. Selesai makan Chitose kembali tiduran di sofa dan melanjutkan membaca buku, sementara aku mencuci piring dan Ruri membereskan meja makan.
“Erik-kun, bisa bicara sebentar?” Tanya Ruri setelah semua piring dan mangkuk selesai di cuci serta dikeringkan.
“Ada apa?” tanyaku. Ruri tidak langsung menjawab melainkan memberi isyarat untuk mengikutinya.
Ia masuk kedalam kamarnya dan membiarkan pintu terbuka. Ia menatapku dan menungguku masuk kedalam sebelum kembali menutupnya. Ini pertama kalinya aku melihat isi kamar Ruri. Hal pertama yang kusadari dan sedikit kuragukan kalau akan menemukannya didalam kamar Ruri adalah adanya berberapa boneka berukuran sedang tersusun rapi sisi tempat tidur yang menempel pada tembok. Bagi yang pertama mengenal Ruri ataupun pertama kali melihat Ruri kemungkinan besar tidak akan mengira kalau kamar yang ditempati dihiasi dengan hal-hal yang lucu dan imut. Bahkan gorden yang menghiasi jendela besar menghadap taman belakang berwarna merah muda dengan rumbai-rumbai sepanjang tepiannya. Dibawah tempat tidurnya terdapat berberapa laci, yang kusimpulkan didalamnya berisi pakaian sebab aku tidak melihat adanya lemari pakaian. Pada sudut lain ruangan terdapat meja belajar yang juga dihiasi berberapa boneka kecil diatasnya. Tepat disamping meja terdapat lemari buku kecil yang berisi buku sekolah, berberapa buah novel dan buku lainnya. Sedangkan diatas meja belajarnya, menempel pada kaitan di tembok, terdapat sepasang katana. Satu-satunya benda yang tidak diragukan lagi milik Ruri.
Aku duduk dikasur Ruri karena tidak ada tempat duduk lagi. Satu-satunya kursi yang ada di kamarnya adalah kursi meja belajar dan Ruri duduk terlebih dahulu disitu setelah mempersilahkanku masuk. Tidak banyak kesempatan bagiku untuk berduan saja dengan Ruri walau kami sudah tinggal dibawah satu atap. Berbeda dengan Chitose yang selalu mengawali pembicaraan, terkadang aku merasa kesulitan memulai percakapan dengan Ruri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shinigami no Kokoro
RomantizmCerita tentang seorang anak muda yang jatuh cinta dengan seorang pembunuh. akankah ia tetap mengejar cintanya ataukah ia menyerah di tengah jalan?