"Ellen pulang!" Ellen membuka pintu depan rumahnya dengan santai.
"Hai sayang, gimana sekolahnya tadi?" mamanya mengecup dahi anak perempuan semata wayangnya.
"Hah, Ellen tadi dipanggil ke kantor. Nilai-nilai Ellen jelek Ma." Ellen menekuk wajahnya frustasi.
"Berarti kamu mesti rajin belajar lagi dong." Mamanya mengelus kepala anaknya sayang.
"Gimana mau belajar Ma, tiap malam kan Papa melatih Ellen." Keluh Ellen.
"Ya sudah kamu masuk sana. Istirahat, kamu pasti lelah pulang sekolah." Mamanya mengelus punggung Ellen sayang.
"Ellen masuk kamar dulu ya Ma." Ellen berlalu dari hadapan mamanya dan menaiki tangga yang menghubungkan lantai pertama dan lantai dua rumahnya.
Ellen berjalan gontai memasuki kamarnya. Ellen melempar tas dan tubuhnya ke tempat tidur, dan tiba-tiba pandangan matanya mengarah ke meja belajarnya disana ada fotonya bersama Abel. Ellen memegang bibirnya mengingat ciumannya dengan Abel tadi, itu adalah ciuman pertamanya. Dia tidak menyangka, kalau ciuman pertamanya dilakukan dengan sahabatnya sendiri. Ah, kenapa jantungku berdetak cepat sekali? Aku memang menyayanginya, tapi apa mungkin aku mencintainya? Tapi tidak mungkin juga Abel mencintaiku, mungkin saja ini hanyalah ciuman antar sahabat. Pikir Ellen.
Lamunan Ellen buyar saat ponsel yang ada di saku rok seragamnya berbunyi, pertanda ada sebuah pesan masuk. Dengan malas dia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang ternyata dari Abel.
From: Abel
Kapan kamu mau belajar sama aku??,,,
Ellen tersenyum, ia langsung membalas pesan dari Abel dengan semangat.
To: Abel
Siang ini saja, tapi aku mandi dulu. Kita janjian di tempat biasa ya.
Send
Tak butuh waktu lama, balasan dari Abel masuk ke ponselnya Ellen.
From: Abel
Ok. Jangan terlambat...
Ellen tak membalas pesan Abel, ia buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Butuh waktu 15 menit untuknya mandi dan memakai kemeja denimnya dan celana jeans hitam. Rambutnya di gulung ke atas dengan rapi, tidak lupa ia memasukan beberapa buku pelajaran ke dalam tas ranselnya. Diambilnya kunci motor sportnya dari laci meja belajarnya.
Ellen turun dari lantai atas, dan melihat Mamanya sedang masak untuk makan malam.
"Lho, mau kemana sayang?" Mamanya menatap heran pada anaknya yang nampak rapi hari ini.
"Ellen mau belajar Ma."
"Sama siapa?" Ellen mengerutkan dahinya bingung, apa dia harus menjawab jujur atau berbohong. Hingga sebuah ide muncul di kepala Ellen.
"Ellen belajar sama Lea Ma. Dia kan pintar Ma." Jawabnya berbohong.
"Ya sudah, pulangnya jangan terlalu malam. Kamu makan malam di luar atau di rumah?" tanya mamanya lagi.
"Diluar sepertinya Ma, soalnya Ellen masih harus banyak belajar Ma." Jawab Ellen sambil memasang sepatu kets hitamnya.
"Kalau begitu, hati-hati ya sayang. Pulangnya jangan terlalu malam." Ellen mengangguk, Ia mencium punggung tangan mamanya. "Pergi dulu ya Ma." Ellen mengambil helm-nya dan berlari keluar rumah. Ellen menaiki motor sport putihnya, menyalakannya dan langsung memacu motornya di jalanan untuk menemui Abel yang sudah menunggunya di tempat biasa mereka bertemu.
Saat Ellen tengah mengendarai motornya, dia benar-benar terlihat tampan. Tubuh Ellen yang tingginya sekitar 170 cm itu dan tidak terlalu gemuk juga kurus itu membuatnya nampak cool. Perawakan tubuhnya seperti lelaki karena bahunya yang lebar. Di sekolah Ellen adalah sosok yang ramah, banyak orang yang menyukainya sehingga tidak heran Ellen memiliki banyak teman. Mata coklatnya juga akan ikut bersinar saat dia tersenyum, rambut coklatnya juga selalu tergulung rapi atau tidak dia ikat kuda. Berbanding terbalik dengan Abel, dia gadis mungil, bermata indah seperti hazel, berkulit pucat seputih mayat. Tinggi tubuhnya hanya 159 cm lebih rendah dari Ellen. Dia memiliki rambut pirang yang panjang dan terkadang di kepang dua olehnya atau cuman diikat kuda, hal itu membuatnya nampak seperti gadis culun ditambah kacamata tebalnya yang selalu bertengger di hidungnya membuatnya semakin memperburuk citranya.