Abel dan Ellen hari ini memutuskan untuk belajar di rumah pohon itu, rumah pohon itu sangatlah menyejukkan, karena danaunya yang membentang luas dan pemandangan gunungnya yang indah. Hanya Abel dan Ellen yang bisa menikmati suasana ini.
Ellen dan Abel juga sudah menganggap rumah ini sebagai rumah kedua mereka. Walaupun rumah ini tidak cukup luas, tapi mereka nyaman disini. Ada peralatan dapur, bahkan Abel membawa kompor mini, kasur kecil dan beberapa selimut juga dibawanya kerumah pohon itu, kulkas kecil dan beberapa baju ganti ia sediakan semua barang itu berasal dari rumah Abel. Abel memaksa Ellen untuk membawa semua barang itu, karena dia juga menyukai tempat itu.
Ellen tengah tengkurap mengerjakan tugasnya di kasur dan Abel duduk di tepi rumah kayu dengan mengayunkan kedua kakinya.
Tiba-tiba saja Abel merasa lapar, dia menggeledah tasnya mencari kantong darah untuk memuaskan rasa laparnya. Abel menemukan satu kantong darah, dia melahap darah itu, tapi dia merasa masih belum puas.
"Abel masuklah, sebentar lagi hujan!" teriak Ellen sembari menutup jendela rumah pohon itu dan kembali ke posisi semulanya yaitu tengkurap.
"I-iya, sebentar lagi." Abel masuk ke dalam rumah dan mengunci rumah pohon itu dari dalam. Memang cuaca hari ini sangatlah dingin dan sering datang hujan. Abel menghidupkan lampu untuk menerangi rumah pohon.
Abel menggigit punggung tangannya untuk menahan lapar dengan menggenggam bekas kantong darah yang ia minum tadi. Sedangkan Ellen masih sibuk dengan tugasnya dan tidak memperhatikan Abel sama sekali.
Abel menghirup bau Ellen dari kejauhan, darahnya yang manis sangat menggiurkan. Tahan Abel, tahan dia temanmu sendiri tak mungkin kau mau menyakiti sahabatmu sendiri, batinnya.
"Bel, kok kamu diam saja, kamu sakit gigi?" gurau Ellen yang masih fokus pada tugasnya.
Abel tidak menjawab gurauan Ellen membuat Ellen mengangkat kepalanya dan melihat Abel yang menggigit punggung tangannya hingga mengeluarkan darah. Ellen duduk tegap, matanya menatap kaget melihat kulit Abel yang semakin memucat.
"Bel, apa kamu baik-baik saja?" Ellen memegang bahu Abel.
"Menjauh dariku El!" teriak Abel. Abel menepis tangan Ellen dibahunya. Abel menggigit punggung tangannya karena tak tahan dengan rasa laparnya.
"Bel, kamu kenapa?" Ellen sangat mengkhawatirkan Abel.
"Kamu tidak dengar? Menjauhlah darikuu???" Pekik Abel frustasi.
Darah terus keluar dari punggung tangan Abel, membuat Ellen makin bingung dan heran. "Aku tidak mau, aku butuh penjelasan kenapa aku harus menjauh? Dan kenapa kamu seperti ini?" tegas Ellen, dia menatap tajam kearah Abel.
"Aku mohon El. Keluarlah, aku butuh waktu buat menenangkan diriku." Suara Abel melemah dengan diiringi isak tangis. Abel menundukkan kepalanya dan bau darah yang manis tercium sangat menyengat keluar dari tubuh Ellen, tapi kemudian Abel menggelengkan kepalanya menolak nafsunya.
Ellen kaget melihat kantong darah yang terlepas dari genggaman tangan Abel. Ellen jadi paham kenapa Abel bersifat kasar kepadanya. Ellen menarik tubuh Abel, hingga Abel menindih tubuhnya.
"Kau seorang vampire Bel?" tidak ada jawaban dari Abel.
"Kenapa kau diam, jawablah!"
"Kalau aku seorang vampire, apa kau takut? Apa kau akan membunuhku?" Abel menatap mata Ellen.
Ellen menaikkan rambutnya keatas menampakkan leher jenjangnya yang membuat Abel semakin ingin menancapkan taringnya disana. Ellen membuka dua kancing teratas kemejanya menarik kepala Abel dengan pelan ke lehernya. "Hisaplah darahku, aku tidak tega melihat sahabatku seperti ini."