CHAPTER 15

1.8K 137 39
                                    

Ellen menyentuh kepalanya yang terasa berat. Di saat ia bangun ia merasakan ada benda dingin yang menyentuh lehernya. Ellen langsung tau benda apa yang menyetuh lehernya, dia juga bisa merasakan hisapan dari benda dingin itu. Benda dingin itu adalah taring Abel, ya, Abel tengah menghisap darahnya. Ellen ingin sekali mendorong tubuh Abel, tapi sepertinya Abel sengaja menghisap darahnya untuk melemahkannya. Ia merasa tidak bertenaga, dengan sisa kekuatannya Ellen membalikkan tubuhnya. Kini Abel berada dibawahnya, ia melihat kekasihnya kekeyangan setelah meminum darahnya sampai hampir habis.

"Sudah puas sayang"

Abel hanya diam dan memalingkan wajahnya menghindari tatapan mata Ellen yang tajam dan dingin seolah ingin mencabik-cabik tubuhnya.

"Kau sudah puas, membunuh orang tuaku serta menghisap darahku. Sekarang kau mau apa lagi, membunuhku kah?" tantang Ellen, dia membentak Abel dengan keras, tapi Abel masih memalingkan wajahnya tak mau melihat wajah Ellen. Dengan kasar Ellen menarik wajah Abel agar menatap dirinya. Ellen melihat Abel menangis.

"Apa aku membentakmu terlalu kasar sayang?" tanya Ellen dengan lembut. "Tapi menurutku kau pantas mendapatkan itu semua." Ellen mengusap wajah Abel perlahan.

"Hentikan tangisanmu itu bodoh. Kau pikir aku akan luluh dengan air mata sialanmu itu? Aku muak sekali denganmu! Aku bilang berhenti BODOH!!!" Ellen menampar pipi Abel dengan keras, membuat Abel terpaksa berhenti menangis.

"Bagus, sekarang kau diam disini. Aku ingin sedikit menunjukkan beberapa aksi menarik untukmu, tapi sebelumnya ada sesuatu yang harus aku lakukan untukmu." Ellen mengelus bibir Abel dan turun hingga dadanya.

"Aku sudah lama tidak bermain denganmu. Bagaimana kalau kita nikmati pertemuan kita?" bisik Ellen tepat ditelinga Abel, membuat tubuh Abel bergetar.

Ellen mencium bibir Abel dengan kasar, tapi bukannya merasa takut Abel malah membalas ciuman itu dengan sama kasarnya. Ellen menggigit bibir Abel hingga berdarah, tapi Abel hanya mendesah walau bibirnya terasa sakit akibat ciuman itu. Rasa asin darah terasa sekali diciuman yang menggebu-gebu itu, tapi mereka berdua tidak peduli. Abel mulai terbawa akan ciuman itu, secara reflek dia melingkarkan tangannya di bahu Ellen. Jemari lentik Abel meremas rambut Ellen yang pendek. Merasa Abel mulai terbawa permainan Ellen melepaskan ciuman itu. Dia mendorong tubuh Abel hingga menjauh darinya. Ellen dapat melihat ada kilat nafsu dimata Abel dia hanya tersenyum sinis melihat itu.

"Bagaimana? Apa kau menikmatinya?" tanya Ellen sinis.

"El, dengarkan aku.." belum sempat Abel menyelesaikan kata-katanya Ellen sudah memotongnya.

"Ssttt.. Tenanglah. Aku kesini bukan untuk bertemu denganmu dan melepas rindu. Aku kesini hanya untuk melakukan sesuatu yang penting untukku." Ellen mengambil beberapa selimut dan handuk mengikatnya menjadi satu. Ia menjadikan itu sebagai tali untuk mengikat tubuh Abel. Abel kembali terisak, dia tidak pernah dilakukan seperti ini oleh Ellen. Ellen tidak pernah kasar seperti ini sebelumnya.

"El, kumohon. Jangan bunuh orang tuaku. Jangan bunuh keluargaku." Mohon Abel, tapi rengekkan itu tidak didengar oleh Ellen. Pikirannya sudah dibutakan oleh dendam.

"Ellen dengarkan aku!! Akan aku jelaskan sekarang. Aku melakukan semua ini untuk menyelamatkanmu. Kau tau, clanmu terlalu banyak rahasia yang kau sendiri tidak tau El. Rahasia itu mengancam nyawaku dan juga keluargaku." Ellen yang tadinya sudah berada di depan pintu berhenti dan berbalik menatap Abel.

"Aku tau semuanya kalau kau mau tau. Aku juga tidak perlu perlindunganmu." Ucap Ellen dingin.

Ellen keluar dari kamar untuk mencari seluruh keluarga Abel. Dia mendengar suara ribut dari ruang tengah, dengan perlahan Ellen. Ellen mengintai mereka bertiga, Ellen mengambil pistol yang diletakkannya di saku belakang bajunya. Dia memasang peredam suara pada pistolnya dan dengan gerakan terampil Ellen menembakkan tiga pelurunya hingga mengenai ketiga orang itu secara cepat. Spontan saja ketiga orang itu langsung tumbang, mereka bertiga belum mati, mereka hanya pingsan.

Ellen menyeret ketiganya yang sudah tidak berdaya kembali ke kamar dimana dia meninggalkan Abel sendirian. Ellen menyeret ketiganya masuk, di dalam Abel melihat itu langsung saja berteriak histeris dan memohon agar tidak membunuh ketiganya. Sedangkan Ellen hanya tertawa mendengar permintaan Abel yang menyedihkan itu.

"Mau kau apakan mereka El? Mereka tidak bersalah El, kumohon jangan bunuh mereka."

"Kau bilang mereka tak bersalah, jangan membuatku tertawa Bel" sindir Ellen

"Dengarkan dulu penjelasanku El, please dengarkan!"

"Aku tak perlu penjelasan dari seorang pengkianat sepertimu!" bentak Ellen.

"Please El, kamu salah paham." Abel semakin histeris meyakinkan Ellen.

"Tak ada salah paham, dan ini sangat jelas. Karena clanmu dan keluargamu paman, orang tuaku, dan mungkin aku yang terakhir akan berakhir dibunuh oleh Clanmu. Itu maumu?" bentak Ellen

"Ta,,"

Ellen tak memperdulikan sanggahan Abel. Ia menghunuskan pedang yang diambilnya di ruang tengah ke keluarga Abel di depan mata Abel. Ini tidak seperti bukan Ellen, pikir Abel. Ellen menusuk mereka berkali-kali hingga puas. Beberapa organ tubuh mereka ada yang terkeluar karena Ellen menghunuskan pedangnya beberapa kali hingga ia puas melakukan itu.

"ELLEN!! JANGAN!!! ELLLENNNN!!!" teriak Abel histeris. Tangannya berlumuran darah, dia melemparkan pedangnya dan menatap Abel dengan senyum dan tatapan kosong.

Abel menangis dan berteriak. Ia berjalan keluar dari rumah kuno itu. Ellen berjalan dengan tatapan kosong, Ellen mengambil minyak yang ditemukannya ditumpukan kayu. Ellen menyiram rumah itu dengan Minyak dan menyulut api. Kobaran api langsung membumbung tinggi mengelilingi rumah itu.

Abel yang tengah meratapi kepergian kedua orang tua dan kakaknya itu langsung tau kalau rumah itu sudah terbakar. Dia harus segera keluar dari rumah ini bagaimana pun caranya. Abel berlari keluar, tapi saat Abel akan keluar salah satu balok kayu yang sudah terbakar menjatuhi tubuhnya.

***

Musim dingin sudah tiba, salju mulai turun dan udara juga sudah semakin dingin. Ellen berjalan menyusuri hutan, berharap ada orang yang menemukannya dan membunuhnya saat itu juga. Salju yang dingin mengenai tubuhnya membuat bajunya basah, tapi Ellen tidak peduli. Rasa dingin ini tidak bisa mengalahkan rasa sakit yang ada di hatinya. Dia sudah membunuh, pacar dan keluarganya.

Ellen tidak sadar kalau dia daritadi di awasi oleh sejumlah orang yang tidak bukan adalah bawahannya. Mereka sudah lama menantikan ini, membunuh satu-satunya Clan Terrance yang tersisa. Karena tidak konsentrasi, sebuah peluru tepat mengarah ke jantungnya melaju dengan cepat. Membuat Ellen tersungkur di putihnya salju. Salju tebal yang berwarna putih bersih itu kini berubah menjadi merah darah. Darah terus keluar dari dada Ellen, sedangkan para bawahan itu senang telah membunuh atasan mereka.

***

Seorang gadis berjalan tertatih-tatih di tepi pantai, tubuhnya berlumuran darah. Gadis itu nampak kelelahan dan pasti banyak darah yang keluar dari tubuh. Tubuhnya yang sudah lemah tidak sanggup lagi berjalan membuat gadis itu tersungkur ke pasir pantai. Gadis itu mencoba kembali berdiri, tapi tubuhnya sudah terlalu lemah untuk berdiri. Hingga akhirnya kesadarannya semakin lama semakin hilang.

END


Blood RedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang