Abel memandang Ellen dengan pandangan tidak percaya. Mereka tengah duduk di taman sekolah, tempat itu sedang sepi sekarang hanya ada beberapa siswa yang menghabiskan jam istirahatnya disana membuat mereka bisa lebih leluasa untuk berbicara tanpa takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.
"Kamu jadi pemimpin Clan Terrance? Bagaimana bisa? Aku.. Aku tahu namamu adalah Ellen Terrance, tapi aku tidak menyangka kalau kamu adalah pewaris tahta Terrance selanjutnya." Abel menatap Ellen dengan pandangan shock tidak percaya. Dia tahu Clan Terrance adalah clan terkuat dan sangat ditakuti oleh para vampire.
"Aku sebenarnya tidak ingin mengambil tahta ini Bel. Aku terpaksa." Ellen mengacak rambutnya frustasi. Dia membaringkan tubuhnya di rerumputan dan menatap langit mendung yang ada diatasnya.
"Kamu sudah mencoba menolaknya bukan?" Ellen tersenyum miris.
"Tentu saja sudah. Tapi ada sesuatu yang buat aku nerima tahta ini. Aku bakal mempertahankan hal itu." Ellen menatap Abel yang juga membalas tatapannya.
"Bel, aku boleh minta sesuatu?" tanya Ellen, Abel menganggukkan kepalanya walaupun dia masih bingung apa permintaan Ellen. Setelah mendapat persetujuan Abel, Ellen membaringkan kepalanya di pangkuan Abel membuat Abel terkesiap dan sontak menahan napasnya.
"El! Apa yang kamu lakukan?" Abel melirik ke kanan dan ke kiri dan tatapannya tertuju pada Da Fleur yang menatapnya dengan pandangan tajam.
"Tentu saja aku berbaring di pangkuanmu." Balas Ellen santai dia memejamkan matanya, membuat Abel semakin panik, ketiga perempuan itu kini sudah berjalan mendekati mereka.
"El, ngapain kamu dekat-dekat dengan gadis culun ini?" tanya Caroline, dibelakangnya masih setia Luna dan Mei.
"Emang kenapa? Gak ada salahnya kan?" balas Ellen santai, dia menenggelamkan wajahnya diperut Abel, membuat Abel semakin takut kalau-kalau Caroline akan membunuhnya.
"Ellen! Kamu itu gak pantes temenan sama gadis seperti dia. Kamu itu milikku." Tegas Caroline, Ellen duduk dan langsung berdiri menatap Caroline dari atas sampai bawah.
Okay, secara fisik Caroline adalah gadis yang cantik, dia memilik postur tubuh yang indah wajar saja banyak majalah yang menginginkannya menjadi model mereka. Wajahnya juga sangat cantik, tapi semua itu tidak diiringi dengan sifatnya yang angkuh. Di sekolah tidak ada yang berani padanya, karena Caroline adalah penyumbang dana terbesar di sekolah mereka.
Luna dan Mei adalah dayang-dayang pilihan Caroline. Mereka memiliki tubuh yang kurang lebih sama seperti Caroline dan satu kesamaan dari mereka bertiga adalah mereka sama-sama anak dari orang penting di sekolah itu. Kakak beradik Luna dan Mei, mereka adalah anak kepala sekolah. Mereka berdua kembar non identik membuat semua orang tidak ada yang percaya kalau sebenarnya mereka kembar.
"Aku bukan milik siapa-siapa. Aku tidak pernah bilang aku mau menjadi kekasihmu bukan?" Ellen mengangkat sebelah alisnya.
"Tapi aku suka sama kamu El." Rengek Caroline, dia mengalungkan tangannya di leher Ellen. Ellen melepaskan rangkulan itu.
"Tapi sayang, aku tidak suka padamu. Kau angkuh, kejam, sok berkuasa dan aku tidak suka semua itu. Dan satu lagi, Abel lebih cantik dibandingkan kau." Ellen mengulurkan tangannya pada Abel. Abel ragu apakah dia harus menyambut uluran tangan itu atau tidak. Akhirnya dia memberanikan diri menyambutnya, genggaman tangan Ellen terasa hangat.
"Ayo, kita kembali ke kelas. Sebentar lagi istirahat akan berakhir." Ajak Ellen, Abel hanya mengangguk.
Caroline benar-benar marah melihat adegan romantis yang baru saja ditunjukkan Ellen di depannya. Secara langsung Ellen sudah menolaknya. Caroline sudah menyukai Ellen sejak Ellen menolongnya dari kejaran anjing yang selalu mengganggunya sewaktu dia masih kecil. Dan sejak saat itu Caroline terus mengikuti Ellen, tapi sayang beberapa hari setelah kejadian itu Caroline harus ikut orang tuanya untuk ke New York.