14_ Sacrifice

1.9K 195 37
                                    

Illy baru saja turun dari panggung saat ada seorang weitress menghampirinya. Weitress itu menyodorkan minuman di atas nampan.

"Ini dari siapa?" tanya Illy pada weitress yang masih diam, tidak seperti biasanya yang langsung menunjuk pada orang yang menyuruhnya.

"Wah, saya kurang tahu, mbak. Orangnya tadi langsung keluar," jawab si weitress. "Mbak baca aja suratnya. Ini." Ia mengangkat gelas dan terlihatlah kertas yang dilipat dua.

"Oh, ya udah." Illy mengambil kertas itu dan gelas minumannya. "Makasih, mas." Setelah weitres itu pergi, ia meletakan gelasnya di meja, tidak jauh dari tempatnya berdiri dan mulai membuka suratnya.

"Hai, cantik! Gimana keadaan teman kamu? Oh, maksud saya Ayahnya? Sepertinya saya gagal membunuhnya? Well, sebenarnya saya hanya ingin memberi kalian peringatan. Sampai waktunya tiba, tolong jaga teman kamu yang nyaris membunuh saya itu. Dia sangat berharga untuk saya. Dan kamu, berhati-hatilah.”

-J-

Seketika jantung Illy berdegup kencang, dengan hawa panas menyeruak dari rasa takutnya. Lututnya mendadak lemas. "J? Om Jack? Jadi... kecelakaan Om Brian itu...."

Illy yang sudah panik langsung berlari menuju pintu keluar café, tidak peduli jika ia masih harus menyanyikan beberapa lagu. Apalagi, panggilan menyanyi malam itu begitu penting untuknya yang sudah bolos satu malam, hingga terpaksa meninggalkan Verrel di rumah sakit bersama Al. Saking paniknya, ia sampai menabrak seseorang yang baru akan masuk.

"Ly?! Lo kenapa?" tanya orang itu,
Illy tidak menggubris pertanyaan orang yang baru saja ia tabrak. Bahkan, tidak melihat wajahnya. Sampai orang itu menarik tangannya.

"Ly! ini gue, Al! Lo kenapa?!"

Illy menoleh, dan urung melanjutkan larinya saat mendapati Al. "Al…." Walaupun begitu, ia belum juga merasa tenang. "Al, Om Jack...!"

"Om Jack?!" Al membeo, memastikan tidak salah dengar.

“D-dia….” Illy terlalu gemetar untuk melanjutkan.

Al merangkul Illy, mencoba menenangkannya. "Lo tenang dulu... Sebenarnya ini ada apaan?"

"Dia belum nyerah, Al!” lanjut Illy akhirnya. “Dia masih ngejar kita! Dan bokap Verrel itu dia yang celakain. Kita harus gimana sekarang?! Gue takut! Gimana ini?!" Ia semakin ketakutan saat mengingat kejadian mengerikan di gudang malam itu.

Al bisa meraskan ketakutan Illy sepenuhnya, tapi tetap berusaha menyembunyikannya, tidak ingin membuat Illy semakin panik. "Please, tenang, Ly...," katanya. "Tapi, lo tahu dari mana?"

Illy memperlihatkan surat di tangannya. “Ini.”

Al membacanya, kemudian langsung meremas dan melemparnya. "Brengsek! Kenapa malam itu kita gak bunuh aja dia! Harusnya gue pastiin dulu kalau dia udah mati! Gue gak peduli kalau gue di penjara gara-gara kematian orang sayko itu!"

"Kita balik ke rumah sakit sekarang, Al! Gue hawatir sama Verrel dan Om Brian!" pinta Illy tergesa.

"Yaudah, kita ke rumah sakit sekarang."

Sebenarnya, malam itu Al datang untuk menemani Illy di café atas permintaan Verrel. Karena Verrel tidak mungkin meninggalkan Ayahnya yang masih koma di rumah sakit. Dan Verrel juga khawatir jika membiarkan Illy bekerja seorang diri. Benar saja, ada yang tidak beres malam itu.

Illy dan Al bergegas ke dalam Van hitam Verrel yang sengaja Al bawa. Al segera memacunya secepat mungkin menuju rumah sakit. Dalam perjalanan, tiba-tiba Illy terpikir dengan isi surat itu.

"Tapi, maksudnya apa? Kenapa dia suruh gue buat jagain orang yang hampir bunuh dia? Itu lo, kan? Kenapa dia bilang lo berharga buat dia?" tanya Illy bingung.

Al sama bingungnya. "Berharga...," gumamnya. "Mungkin, karena emang gue yang nyaris bunuh dia. Mungkin juga, dia mau balas dendam sama gue?"

Illy menatap Al ngeri. Perasaan bersalah yang dulu ia rasakan kembali. "Ini semua gara-gara gue. Gue bawa kalian ke dalam bahaya. Bahkan, sekarang bokapnya Verrel udah jadi korban. Maafin gue...."

A Wallflower Love Story (AWLS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang