PART 7

250 29 4
                                    


-TUJUH-

Seva

Gue mengedarkan pandangan ke segala sudut kelas. Apapun selain guru sejarah gue yang udah tua. Emang dia sabar, tapi udah tua. Udah kisut.

Sekarang Pak Raya -guru sejarah gue- lagi nerangin sejarah Indonesia. Gue menguap, lagi. Entah udah berapa kali gue menguap. Padahal ini masih jam... 08.31

"Masih lama ya?" bisik gue ke Cira yang lagi nyatet. FYI aja dia orangnya rajin banget. Gue bersyukur punya temen kayak gini. Gue bisa manfaatin dia. Aduh. Gue terkesan jahat.

"Enggak. 08.45 kita istirahat. Tenang aja!" Cira menguap sambil tetap mencatat, "Lo tau gak sih, menguap itu nular?"

"Tau" jawab gue singkat, "Btw, Dena mana?" gue melirik bangku Dena yang kosong--ralat, gajadi kosong. Dibangku Dena ada Seril. Cewek paling pintar di kelas. Paling Frei lagi nyalin tugas Seril.

"Lagi ngurus anak baru" jawab Cira sambil menutup bukunya

"Oiya. Anak baru. Kelas mana?"

"Ada 2 sih. Satunya di kelas sebelah. Satunya disini"

Gue bilang 'o'

TOK TOK

Gue melirik ke pintu. Ada Dena sama -cowok bule ganteng tingkat dewa Zeus- anak baru. Pak Raya pun mempersilakan masuk. Dengan segera Dena menjelaskan ke Pak Raya bahwa ada anak baru. Dena segera duduk di bangku Seril -lo tau lah tadi Seril lagi duduk di bangku Dena- yang ada di samping bangku gue.

"Ehm, hai. Gue Junario Bratama. Mau panggil Juna, Rio, atau Tama terserah" Juna tersenyum

"Aish! Ini mah ganteng abiz!"

"Gila! Keren!"

"Kampret! Gue pengen jadi pacarnya!"

Terdengar seruan cewek-cewek di kelas gue tumpang-tindih. Pak Raya menyuruh Juna untuk duduk di bangku belakang bersama Willo. Cowok yang suka bilang 'hello', suka ngemil jajan, 'pillow' dan suka minum 'hilo'. Gue tau semua itu dari Cira.

SRET!

"Apaan?" pekik gue pelan. Gue kaget. Karena tiba-tiba ada something narik ujung rambut gue. Gue menoleh ke belakang-- ke arah Frei tepatnya.

"Gue berasa gue jatuh untuk pertama kalinya" Frei berbisik dengan nada drama.

Gue terlonjak, "WHAPA?!"

Sadar gue tadi teriak, gue langsung noleh ke Pak Raya. "Ehehe. Maaf pak!" dengan pelan gue duduk di kursi gue dan mengacungkan jari 'peace'.

Pak Raya memegang keningnya, "Terserah kamu aja Seva. Saya capek"

Gue cuma cengengesan gaje. Setelah Pak Raya keluar kelas, gue langsung berbalik.

"Apa maksud lo tadi?"

Frei menunduk, "Iya gue jatuh!"

Cira dan Dena otomatis ikut nimbrung.

"Seriusan Frei!"

"Oh mai god! Frei! Gue gak percaya!"

"Gila! Gue pengen pup!"

Eng. Oke. Lupain yang terakhir. Itu tadi Seril yang tiba-tiba lari keluar kelas.

"Frei, lihat gue!" Frei mendongak menatap gue dengan pandangan penuh tanya, "Jangan seenak udel lo bilang kalo lo jatuh. Bisa aja lo cuma kagum. Ini pertama kalinya lo ketemu dia. Inget! Definisi jatuh sama kagum, kadang perbedaannya cuma tipis"

Cira, Dena, Frei dan Lina-entah udah sejak kapan duduk di samping gue- melongo. Gue gak tau kenapa mereka bisa melongo berjamaah.

Dena yang pertama kali sadar dan dengan segera menutup mulutnya. "Gue gak tau lo ternyata bisa kayak gini! Lo terkesan lebih dewasa!"

JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang