-SEPULUH-Normal's
Teriknya matahari siang tidak bisa meluluhkan keinginan Seva untuk pergi membeli gitar. Bahkan, sepulang sekolah ia langsung mandi dan langsung mengajak Raka pergi untuk membeli gitar. Ya, dia harus mengajak Raka. Karena dia tidak mengerti apapun tentang gitar, sedangkan Raka adalah ahlinya.
"Raka, please!" sudah kesekian kalinya ia menarik-narik lengan Raka. Tetapi Raka tetap fokus bermain PS.
"Gue males, Seva! Panas. Lo gak liat apa?" tolak Raka dengan alasan yang sama sejak hampir 30 menit yang lalu Seva membujuknya.
"Raka, please!"
Keras kepala banget nih, bocah! batin Raka.
"Kenapa lo gak ngajak si Cira aja sih. Setau gue dia juga tau tentang gitar"
Seva cemberut, "Cira ada urusan"
"Temen macam apa dia? Lo lagi perlu bantuan dia malah gak ada"
Seva mengangkat sebelah alisnya, "Gak usah drama juga kali"
Raka melirik Seva. Seva sudah memakai kaos dan celana jeans panjang. Sedangkan Raka masih memakai seragam sekolahnya.
"Pake aja gitar gue! Gak usah beli. Hemat" Raka menunjuk gitarnya yang ia taruh di pojok ruangan.
"Gak mau! Mau beli sendiri. Ayolah!" rengek Seva.
"Anjrit. Lo tau, gue benci sama lo" Raka mematikan PS-nya dan berjalan ke kamar mandi sambil membawa handuk.
Seva terkekeh. Seva tau walaupun Raka terlihat cuek, tapi sebenarnya Raka termasuk orang yang peduli.
Tak sampai 10 menit menunggu, Raka keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkari pinggangnya dan bertelanjang dada. Seva tetap tiduran di kasur Raka sambil bermain hp -terlihat- tenang.
Anjrit. Ganteng abis sih. Jadi pengen meluk. batin Seva sambil melanjutkan aktingnya menjadi tenang.
"Bisa keluar gak? Gue mau ganti" Raka bersidekap sambil menatap Seva tajam.
Seva cemberut, "Yah gue gak bisa liat dong."
"Jangan bikin gue ambigu!" wajah Raka memerah.
Ah, lucu. Pengen nyubit. batin Seva. Seva terkekeh lalu beranjak dari kasur Raka dan mencubit pipi Raka. "Cepetan ya. Gue tunggu di teras"
Seva melangkah keluar dari kamar Raka.
Kampret! Gue butuh cadangan jantung. batin Raka sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.
Disisi lain, Seva sedang mengatur nafasnya. Gue kenapa jadi genit gini sih? Najis.
*****
14.30
Sekolah sudah sepi. Hanya tersisa anak-anak futsal yang sedang berlatih dan 2 orang yang berada di ruang musik.
"Cira! Ini gimana? Gue gak bisa" rengek Mandra yang duduk di depannya.
"Mandra, sabar sedikit. Butuh kesabaran kali. Lagian belajar gitar itu gak semudah yang lo kira" jawab Cira dengan lancar. Setelah berada dalam 1 ruangan selama 1 jam, Cira mulai terbiasa dengan Mandra.
Mungkin hanya pada saat tertentu, ia membutuhkan cadangan jantung dan hampir pingsan. Contohnya, saat Cira membetulkan letak jari Mandra. Saat Cira memeperhatikan setiap lekuk wajah Mandra, tanpa Mandra ketahui. Please! Gue gak mau ini berakhir dengan cepat. batin Cira.
KAMU SEDANG MEMBACA
JOURNEY
Teen FictionSaveta Paradina "Kalo lo disuruh milih antara gue ato dia, pilih aja dia. Karena gue tau, kalo lo bener-bener sayang sama gue, gak akan ada yang namanya pilihan." Rafaka Abrisam "Semua orang bisa aja secara gak sadar mengabaikan orang yang mencintai...