Ending

2.6K 325 43
                                    

Dengan kecepatan tinggi, Amar melajukan mobilnya menuju keberadaan gadis itu. Dia harus menjelaskan pada Risa jika tak ada hubungan apa-apa antara dirinya dan Silena.

Sementara itu, sejak turun dari taksi, tangis Risa tak berhenti. Kini dia sedang berjalan dengan hati-hati menginjak tanah yang becek terguyur gerimis yang baru beberapa menit lalu datang. Dengan memegang payung hitam, dia menyusuri satu persatu makam yang berjajar rapi sampai dia menemukan makam yang dia cari.

"Assalamualaikum... Hati," Risa menyapa sebuah nisan di hadapannya, kemudian dia memanjatkan Al-Fatihah dan berdoa semoga orang yang ada di makam ini diampuni dosanya dan berada di dalam surga.

"Maaf, baru menjengukmu." Air matanya semakin deras mengalir. Dia bersimpuh di tanah, tak peduli gerimis mengguyur mambasahi gaunnya yang kotor terkena tanah yang basah. Payung yang tadi digenggamnya kini terlepas tertiup angin kencang yang berhembus.

"Maafkan aku, Hati, tak bisa menjaga hati ini hanya untukmu. Maafkan aku mencintainya." Risa memeluk nisan itu merasa bersalah karena telah mencintai orang lain. Tapi bukan tanpa alasan kenapa Risa bisa sampai jatuh cinta pada lelaki lain, karena hanya lelaki itulah yang bertahan di sisinya.

Selama setahun ini setelah Zain meninggal, Risa terpuruk. Dia seperti mayat hidup yang sudah tidak punya tujuan hidup. Setiap hari dia mengurung diri di kamar dan menangis histeris jika mengingat Zain dan setiap hari pula Amar selalu datang ke rumahnya untuk menghiburnya walaupun awalnya sia-sia karna Risa tak menanggapi perkataan Amar, tapi lama-lama Risa mulai sembuh dan mulai bisa tersenyum di bulan ke tujuh, lalu mulai mau bicara lagi dibulan berikutnya. Lalu di bulan ke sembilan Risa sudah mau makan seperti orang normal dan sembuh dari rasa kehilangan Zain di bulan ke sebelas dan tepat setahun, Risa menyadari kalau dia mulai mencintai Amar.

Amar yang baru saja datang terlihat sedih dan matanya berkaca-kaca melihat keadaan Risa sangat mengenaskan dan menyedihkan, sama seperti setahun yang lalu saat orang yang dicintainya baru saja dimakamkan di sana. "Sampai kapan kamu akan seperti itu?"

Risa mendongak. Pandangannya bertemu dengan mata Amar yang sendu.

"Apakah aku tak akan pernah ada artinya selama setahun ini buat kamu?" sesak kini yang dirasakan Amar melihat bagaimana Risa masih saja tak bisa melupakan Zain yang sudah meninggal.

Setahun yang lalu, nyawa Zain tak bisa diselamatkan dari kecelakaan yang menimpanya. Setelah sadar beberapa hari, Zain mengalami pendarahan yang sangat hebat. Sejak saat itu, jiwa Risa terguncang, dia depresi berat karena ditinggal oleh orang yang dia cintai. Masih Amar ingat dengan jelas bagaimana saat terakhir, saat ajal akan menjemput, Zain yang memintanya untuk menjaga Risa jika dia tak selamat.

"Gue... min... ta se... su... a... tu... sa... ma... lo," ucap Zain lemah dengan bicara terbata dan napas yang pendek sambil terus menggenggam tangan Amar.

"Maafin gue dan tolong jaga Risa untuk gue. Lo mau kan?"

Amar menggeleng. "Gue akan jaga dia, asal lo hidup." Air mata Amar tak bisa ditahan lagi. Pertahanan yang dibangunnya selama menemani Zain di ruang ICU, yang tak kunjung membaik akhirnya runtuh. Tak ada pura-pura tegar lagi di hadapan kakaknya itu. Dia tidak mau berpisah dengan Zain. Amar sangat menyesal kenapa selama ini dia menutup diri dan menjauh dari keluarganya hanya karena dia kecewa dengan takdir yang merenggut ayahnya dan juga pernikahan ibunya dengan lelaki lain. Harusnya dia tidak melakukan itu.

"Gue... mo... hon...," suara Zain semakin lemah.

Amar hanya bisa menangis sambil mengangguk.

"Gue... sa... yang... lo. Mau... kan... lo... pe... luk... gue... buat... yang... ter... ak... hir...?"

Amar langsung memeluk Zain yang terdengar melantukan syahadat, dan setelah itu monitor penditeksi detak jantung berbunyi dan menandakan garis lurus. Zain meninggal dalam pelukan Amar.

"Nggak Zain... Nggaaakkk...! Lo gak boleh ninggalin gue!"

"Apa kah tak ada rasa sedikit pun buat aku di hati kamu?" Amar membuang payung yang dipegangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kah tak ada rasa sedikit pun buat aku di hati kamu?" Amar membuang payung yang dipegangnya. Kini dia berdiri di bawah guyuran hujan yang semakin deras. "Aku cinta kamu." Amar jatuh terduduk di tanah. Menundukkan kepala.

Sudah cukup setahun ini, dia memendam cintanya untuk Risa. Sudah cukup dia hanya dipakai sebagai tempat mencurahkan kesedihan gadis itu. Sudah cukup setahun ini dia dipakai sebagai tempat menumpahkan segala keterpurukan Risa. Sudah cukup waktu setahun untuk Risa tahu bahwa dia mencintainya sebagai seorang lelaki terhadap perempuan bukan sebagai seorang teman.

Mata Risa terbelalak mendengar pengakuan Amar. Dia tidak menyangka jika Amar yang selama ini selalu menemaninya mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya. Mungkin sebulan yang lalu saat Amar pergi ke luar kota dan tidak datang nenemani Risa yang menyadarkannya bahwa berjauhan dari Amar terasa hampa dan ada bagian dari dirinya yang kosong, dan sejak itu dia terus mencari tentang apa yang dirasakan oleh hatinya terhadap Amar.

Hari ini harusnya dia menyatakan cinta pada Amar, tapi saat melihat Silena ada di sisi laki-laki itu, dia menyangka Amar mempunyai hubungan dengan Silena dan mencintai gadis itu karena Amar selalu menanyakan Silena padanya jika keduanya sedang bersama. Amar juga bercerita kalau Silena adalah Si She, Si Dia Perempuan yang dicarinya. Jadi bagaimana mungkin Amar mencintainya?

"Lalu apa arti Silena untukmu? Bukankah dia Si She-mu?" dengan sesak di dada, Risa bertanya.

Amar mengangkat kepala menatap lurus Risa yang kini tengah menatapnya. Untuk beberapa detik mata mereka saling bersitatap menyelami perasaan masing-masing.

"Dulu... dia memang Si She-ku, tapi seiring kedekatan kita, aku mulai merasakan sesuatu padamu, bahkan sejak kamu masih bersama almarhum kakakku, dan itu alasan kenapa Zain menjauhimu, untuk mendekatkan aku padamu karna dia tau kalo aku menyukaimu. Maaf."

Risa terbelalak mendapati fakta jika Zain menjauhinya karena Amar menyukainya sejak dulu itu adalah benar. Apakah dia harus marah pada Zain yang sekarang sudah terbujur kaku di dalam kubur atau pada Amar yang menyebabkan Zain menjauhinya?

Seakan tahu apa yang dipikirkan Risa, Amar kembali melanjutkan perkataanya, "Jika waktu setahun ini tak juga membuka hatimu untukku dan dengan fakta yang baru kamu ketahui tentang aku dan Zain, aku akan pergi dari kehidupanmu untuk selamanya. Maaf atas semua yang sudah kulakukan padamu." Amar bangkit berjalan meninggalkan Risa yang masih terduduk di tanah.

~ Si She ~

Si SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang