Chapter 9 "Flashback"

2.4K 313 35
                                    

Flashback on

"Apa yang harus gue lakukan Si, ketika adik lo suka sama pacar lo?" Zain terlihat terpuruk saat menceritakan kisah adiknya yang jatuh cinta pada pacarnya. Peristiwa itu terjadi ketika Risa datang ke rumah dan bertemu dengan adiknya.

Zain beranjak dari tidurnya karena sudah tiga puluh menit sejak Amar pergi untuk membuka pintu, dia tidak mendapati adiknya masuk ke kamarnya lagi. Dia penasaran pada siapa gerangan orang yang sedang bertamu ke rumahnya. 

Dengan tubuh yang masih lemas, Zain berjalan perlahan ke arah pagar pembatas ruang keluarga yang ada di lantai dua untuk melihat siapa tamu itu. Zain sangat senang saat pacarnya datang menjenguk. Dia menatap adik dan pacarnya yang sedang berdebat di ruang keluarga lantai bawah. 

Awalnya Zain merasa senang melihat Amar bisa berkomunikasi lancar dengan Risa, tapi semakin diperhatikan ada yang berbeda dari sikap dan setiap ucapan adiknya itu. Dia sangat tahu Amar adalah orang yang sangat tidak bisa berkomunikasi panjang lebar dengan orang lain, tapi pada Risa, sepertinya Amar sangat ingin membuka percakapan lebih panjang lagi dengan cara menahan kepergian Risa jika gadis itu akan berjalan meninggalkannya.

 Zain bertanya pada dirinya sendiri, apakah adiknya itu menyukai Risa, pacarnya? Dan kecurigaan Zain terbukti saat Risa sudah mencekik leher Amar dan gadis itu berjalan meninggalkanya, Amar tersenyum menatap punggung Risa. Senyum bahagia Amar yang sama seperti saat dulu masih ada almarhum dady-nya. Zain mengelus dadanya yang terasa panas dan sakit. Amar menyukai pacarnya. Dan detik itu pula, Zain memutuskan untuk memberikan kebahagian bagi Amar dengan mencoba melepaskan Risa untuk Amar. Jadilah dia berpura-pura selingkuh dengan Silena.

Dan zain semakin merasa sakit hati saat dia pulang joging, ketika menuju dapur untuk mengambil minum, dia mendengar ibunya berbicara dengan Risa, memintanya untuk membantu mengembalikan keceriaan Amar. Kemudian Zain sengaja berbohong kalau dia harus mengambil meteri kuliah di rumah Kai dan tidak bisa mengantarkan Risa pulang hanya untuk membuat Amar dan Risa semakin dekat. Walaupun hati Zain hancur, tapi demi kebahagian adiknya, dia mengorbankan perasaannya sendiri.

Malam yang pekat di sebuah cofee shop yang buka 24 jam menambah kelamnya dengan cerita Zain yang pahit. Sejak mereka datang di sini berjam-jam yang lalu tak membuat kedua orang itu beranjak dari tempatnya. Silena mendengarkan curahan hati Zain dengan perasaan sakit yang mendera hatinya. Bagaimana tidak, jika selama bertahun-tahun ini dia memendam cinta pada Zain yang sudah dia kenal sejak pertama kali menggunakan seragam putih-abu.

Zain, Risa, dan Silena sudah berteman sejak mereka duduk di bangku SMA, dan sejak itu pula Silena sudah menyukai Zain, tapi dia hanya bisa menyembunyikan rasa cintanya dibalik persahabatan mereka bertiga. Silena sadar diri karena sejak pertama kenal dengan Zain, lelaki itu hanya tertarik dengan sahabat kecilnya, Risa, bahkan ketika Zain menyatakan cintanya, Silena ikut membantu mempersiapkan acara kejutan untuk menyatakan cinta pada Risa. Tetapi malam ini, dia sudah tidak tahan untuk menyatakan perasaanya pada Zain.

"Si," kata Zain ketika Silena akan membuka mulut untuk menyatakan cintanya. "Boleh gue minta bantuan lo?" Zain menatap memohon pada Silena, yang jantungnya semakin berdetak cepat jika ditatap sedekat itu oleh Zain.

Silena mengangguk.

"Bantu gue buat ngejauhin Risa dari gue." Mata Zain berkaca-kaca ketika mengatakan itu. Terlihat kesakitan yang begitu dalam dari sorot matanya. "Berpura-puralah jadi pacar gue."

Ada dua sisi dari hati Silena yang sedang bergejolak. Di satu sisi, hatinya sangat bahagia menjadi pacar Zain walaupun hanya sandiwara, tapi di sisi lain, hatinya sangat sakit mendapati kenyataan jika cintanya takkan pernah tersampaikan dan akan selalu dia pendam dalam hati. Selain itu, dia juga tidak mau jika persahabatannya dengan Risa yang sudah terjalin sejak kecil, hancur karena masalah ini, tapi egonya yang lain membuat gadis itu akhirnya mengangguk mengalahkan rasa persabahatannya dengan Risa. Biarkan dirinya bahagia untuk sementara ditengah rasa cintanya yang selama ini hanya bisa dia pendam.

"Makasih Si," ucap Zain sambil menggenggam tangan Silena. "Setelah Risa dan Amar bersatu, gue akan lanjutin kuliah di luar negeri."

Silena menyesap chapuchino untuk cangkir yang kelima, sebelum dia bertanya, "Kenapa lo lakuin ini?"

Zain mengalihkan pandangannya pada jendela, melihat jalanan sepi kota Bandung. "Karna gue ingin melihat Amar kembali seperti dulu." Zain menghembuskan napas lelah. Dia meletakkan kedua tangannya di rambut dengan meja sebagai tumpuan dan mengacak rambutnya frustasi. "Ada sinar bahagia di setiap Amar menatap Risa, dan gue ingin sinar bahagia itu terus tumbuh dan membuatnya seperti dulu lagi sebelum daddy meninggal."

"Dengan ngorbanin cinta lo?"

Zain menumpukkan kedua tangannya di meja dan menatap Silena. "Bukankah cinta itu adalah pengorbanan? Demi cinta gue pada Amar, gue korbankan cinta gue sendiri. sekarang gue tanya sama lo, apa yang akan lo lakukan jika lo ada di posisi gue?"

Silena mengalihkan pandangannya pada cangkir kopi, dia memutar-mutar cangkir itu. "Gue akan lakukan seperti yang lo lakukan. Membiarkan orang yang kita cintai, bahagia dengan cintanya." Karena aku juga melakukan hal yang sama. Membiarkan cintaku bahagia dengan perempuan lain. Lanjut Silena dalam hati.

Setelah pembicaraan itu, kini hening, tak ada lagi percakapan dari keduanya. Baik Zain maupun Silena larut dalam pikirannya sendiri.

"Apa yang akan lo lakuin kalo gue jatuh cinta sama lo?" pertanyaan Silena membuat Zain yang sedang menyandarkan kepalanya di sofa, menegakkan badannya dan menatap serius gadis itu.

"Jangan pernah jatuh cinta sama gue, karna hati ini hanya milik Risa, dan gue gak akan jatuh cinta pada perempuan yang bisa mengingatkan gue pada Risa, karna lo sahabatnya."

Hati Silena seperti diiris seribu pisau. Sakit. Dia merasakan nyeri yang amat sangat menghujam sampai ke jantungnya. Dia seakan tak bisa bernapas, tapi dia coba tahan untuk tak menangis di hadapan Zain. Dengan terpaksa, dia tersenyum. "Tenang aja, gue gak akan jatuh cinta sama lo."

"Syukurlah." Zain kembali menyandarkan kepalanya di sofa, perlahan dia menutup mata.

"Zain, gue balik ya, ini udah jam 4 pagi."

"Hati-hati. Sori gue nggak bisa nganter lo balik," ucap Zain dengan mata tertutup. Dia lelah dengan pikirannya, jadi dia putuskan untuk tidur sebentar di cofee shop milik ibunya itu sebelum dia pulang ke rumah.

Hati Silena bertambah sakit melihat Zain yang bahkan tak menatapnya ketika dia akan pulang. Silena harus melupakan Zain segera untuk membuat hatinya yang menganga sakit semakin tak melebar. "Gue pulang ya."

Silena berjalan tergesa keluar cofee shop menuju mobilnya terparkir. Di perjalan pulang, dia menangis mengeluarkan semua sakit dan luka karena cinta sepihaknya sampai dia tidak sadar ketika dia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi dan akan menabrak sebuah motor dari arah berlawanan. Untunglah motor itu berhenti dan tidak menyebabkan kecelakaan yang sangat fatal. Hanya membuat motor dan pengendarannya terjatuh. Itulah kali ketiga dia bertemu dengan Amar, adiknya Zain.

Flashback off

Si SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang