Chapter 5

1.8K 211 32
                                    

Sudah seminggu sejak Risa menemani Amar tanding basket, sejak itu pula keduanya tidak pernah bertemu sampai akhirnya mereka bertemu tidak sengaja di kantin.

"Kayaknya feeling gue bener deh, kalo Zain punya CIL," tanpa basa-basi Risa mencurahkan isi hatinya saat dia baru saja mendaratkan pantatnya di kursi depan Amar.

Amar yang sedang makan bakso hanya mengernyitkan sebelah alisnya menatap heran Risa yang kini tengah menangis.

"CIL? Cilok?" tanya Amar cuek sambil memakan kembali bakso yang tinggal setengah mangkuk.

"Lo nggak tau CIL?"

Amar menggeleng.

"CIL itu Cewek Idaman Lain."

"Oh...," balasnya datar sambil meminum jus alpukat.

Tuk! Risa memukul kepala Amar dengan Tablet.

"Awww...!!! Kenapa lo pukul gue?!" Amar mengerang sakit. Dia menatap marah pada Risa sambil mengusap kepalanya. "Kalo aja lo bukan cewek, gue pasti udah bikin lo bonyok!"

"Karna lo nggak punya hati!" setelah mengatakan itu, Risa beranjak pergi meninggalkan Amar yang kesakitan dan tak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya sampai dia dipukul oleh perempuan itu.

"Kalo dia sampai jadi kakak ipar gue, kelar idup gue. Bisa tiap hari terjadi KDRM!"

"Apaan KDRM?"

Amar mendongak pada orang yang tiba-tiba bertanya dan sekarang orang itu duduk di hadapannya.

"Kekerasan Dalam Rumah Momy."

Orang itu mengangkat sebelah alisnya tanda tak mengerti dengan penjelasan Amar.

"Maksudnya apa?" kini orang itu bertanya sambil mengambil jus alpukat punya Amar dan meminumnya sampai tandas.

"Zain, kenapa minuman gue lo abisin?!"

"Tinggal pesen lagi," balasnya enteng. Dia memainkan ponselnya tanpa melihat Amar yang sedang menatapnya dengan pandangan kesal.

"Lo berdua memang pasangan yang menyebalkan." Amar mengambil tasnya dan menggendongnya di pundak lalu dia bangkit. "Teh Sri! Makanan sama minum aku dibayar Zain, ya?!" teriak Amar yang sedang berjalan meninggalkan kantin, dan sontak teriakan itu membuat tatapan Zain dari layar ponsel beralih pada Amar.

"Curut! Maksud lo apa?!"

Amar hanya mengedikkan bahunya dan berjalan meninggalkan kantin menuju parkiran dimana motornya terparkir.

"Ini Den bonnya." Teh Sri memberikan selembar bon pada Zain.

Zain mengambil selembar uang lima puluh ribu pada penjaga kantin itu. "Kembaliannya ambil aja."

"Nuhun."

Zain tersenyum. Dia sangat senang karena akhir-akhir ini sifat Amar menjadi sedikit terbuka dan bahkan meminta Zain untuk membayar makanannya. Hal yang tak pernah Amar lalukan sebelumnya, bahkan dulu jangankan meminta, Amar jika ditraktir oleh Zain, dia tidak akan pernah mau. Setelah membayar bonnya, dia pergi ke perpustakaan mencari Risa karena tujuan yang sebenarnya dia ke kantin untuk menemui pacarnya, tapi ternyata Risa tidak ada.

~ Si She ~

Seperti biasa setiap hari sabtu, Amar selalu latihan basket, tapi hari ini sangat berbeda dari sabtu-sabtu lainnya karena saat dia sedang latihan basket, dia melihat Risa datang dan duduk di bangku penonton melihat team sedang latihan basket, dan itu membuat Amar jadi tidak konsentrasi latihan.

"Gue istirahat dulu," pamit Amar pada teman-temannya. Dia meninggalkan lapangan dan berjalan menuju bangku di mana Risa sedang duduk.

Risa menatap Amar yang kini sudah duduk di sampingnya lalu memberikan air mineral untuknya.

Amar merasa heran. Untuk beberapa detik, dia hanya memandangi botol minuman itu.

"Tenang aja gak ada sianidanya."

Bukan itu alasan Amar belum meminum air itu, tapi lebih kepada heran kenapa Risa datang menemuinya dan juga memberikan air mineral untuknya.

"Gue cuma mau curhat sama lo." Seakan tahu keheranan Amar, Risa mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke lapangan.

"Zain?"

Risa mengangguk. "Ada yang dia sembunyiin dari gue."

"Pasti soal CIL lagi."

Risa mengangguk lagi. "Gue sedih dia ngejauh dari gue tanpa gue tau salah gue di mana."

"Mungkin selingkuhannya lebih cantik dari lo, makanya dia ngejauhin lo," balas Amar datar melihat ke arah lapangan di mana teman-temannya masih latihan basket.

"Hiks...."

Amar mendengar suara isakan tangis. Dia tolehkan pandangannya ke samping, dia melihat Risa sedang menangis dengan menundukkan kepalanya sambil meremas kemeja babby blue yang sedang dipakainya. Melihat itu, Amar jadi merasa bersalah dan tidak tahu harus melakukan apa. Dia tidak pernah melihat perempuan menangis selain ibunya sendiri, itu pun waktu ayahnya meninggal. Amar hanya diam sambil terus menatap Risa.

"Jadi, apa yang harus gue lakukan?" Risa mengangkat kepalanya menatap Amar memohon bantuannya.

"Putusin Zain."

Jawaban Amar membuat Risa membelalakkan matanya. Bagaimana mungkin dia memutuskan Zain jika hatinya masih mencintai lelaki itu. "Gue cinta dia dan nggak mau putus sama dia. Gue mau solusi yang bisa bikin hubungan gue sama Zain baik lagi, bukan solusi yang menyesatkan kayak gini."

"Cinta itu kebahagiaan bukan kesakitan." Amar bangkit.

"Mau ke mana lo?"

Amar tak menjawab dengan perkataan, tapi dengan mengangkat dagunya yang menunjuk ke arah lapangan basket, kemudian dia berjalan kembali ke lapangan.

~ Si She ~

Si SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang