Chapter 12

1.5K 200 55
                                    

Seorang pemuda tengah menggendong seorang anak lelaki berumur tujuh tahun di bahunya dan juga duduk seorang gadis cantik di sampingnya. Canda tawa dan senda gurau terdengar dari bibir mereka di halaman belakang rumah di bawah langit siang yang biru. Ketiganya terlihat bahagia. Tiba-tiba kesenangan mereka terhenti oleh suara bel yang berbunyi.

"Kita buka pintu dulu ya," ucap lelaki tampan itu mengajak anak kecil  berjalan ke arah pintu depan.

"Aku aja yang buka pintu," tawar perempuan cantik itu.

"Nggak usah Silena, biar aku aja," balas lelaki itu.

"Amar, biar aku aja yang buka pintu," ucap Silena.

Anak kecil itu memerhatikan dua orang dewasa di hadapannya sedang berdebat tentang siapa yang akan membuka pintu. Melihat itu, anak kecil itu turun dari gendongan Amar dan berjalan untuk membuka pintu. Melihat anak lelaki itu pergi, kedua orang itu ikut menyusul ke pintu utama rumah itu.

Setelah membuka pintu, munculah seorang perempuan cantik memakai gaun floral berwaran putih. "Hai...," sapanya dengan senyum yang sangat memesona.

Amar tak menjawab, dia mematung, terpesona dengan kecantikan perempuan itu yang semakin cantik.

"Hai...," ulang perempuan cantik itu karena lelaki di hadapannya hanya terdiam menatapnya kaget.

"Hai," jawab Silena.

Perempuan itu tampak terkejut. Dia melihat bergantian antara Amar, Silena, dan anak kecil itu. Senyum yang tadi ditampilkannya berubah datar. Wajahnya tak seceria saat dia pertama kali datang.

"Tante ini siapa?" anak kecil berumur tujuh tahun itu menarik kaos polo yang dipakai oleh lelaki yang masih mematung itu.

Perempuan itu berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan anak kecil itu. "Nama Tante Risa. Nama kamu siapa?" tanya perempuan itu sambil tersenyum.

Anak kecil itu menatap perempuan itu. Dia mencoba mengingat nama perempuan cantik yang ada di hadapannya ini. "Namaku...."

Sebelum anak lelaki itu memberitahukan namanya, Amar menutup mulutnya dan membawa anak lelaki itu masuk ke dalam kamar.

"Dia adik angkatnya Amar."

"Oh." Kini rasa penasaran Risa terjawab setelah Silena memberitahunya.

"Ada tamu toh," suara wanita dari belakang Risa membuat mereka menoleh ke sumber suara. Di belakang mereka terlihat Nayla, wanita cantik yang sebentar lagi akan berumur lima puluh tahun, tapi wajahnya seperti wanita baru berumur empat puluh tahunan.

Dia sedang berjalan bergandengan dengan Dewa yang umurnya lima tahun lebih muda dari sang wanita. "Risa?" Nayla tampak kaget saat jaraknya dengan perempuan itu sudah dekat. Nayla langsung memeluk perempuan yang diketahui adalah Risa. "Apa kabar, Sayang?" lanjutnya sambil mengelus rambut panjang Risa.

"Alhamdulillah... Tan, aku baik."

"Kenapa tidak masuk, Sayang?" tanya Nayla pada Risa, lalu dia melepaskan pelukannya dan membulatkan matanya pada Amar yang baru saja datang setelah membawa adiknya ke kamar  "Kenapa tidak mempersilakan Risa masuk?"

Melihat Amar yang salah tingkah, Risa kemudian menjawab, "Aku cuma bentar kok, Tan. Tadi nggak sengaja lewat, jadi sekalian mampir aja." Risa melihat jam di pergelangan tangannya. "Aku harus pergi, Tan."

"Kenapa buru-buru?" kini giliran Dewa yang bertanya.

Risa menatap sendu pada Amar, yang sejak tadi hanya diam saja lalu menatap Dewa. "Aku ada keperluan, Om."

"Kamu harus ke sini lagi untuk makan malam."

"Iya, Tan." Setelah pamit pada semuanya, Risa berlalu dari hadapan mereka.

"Gak kamu kejar?"

"A... apa?" Amar tergeragap karena pandangannya tak lepas menatap kepergian Risa dari hadapannya.

"Sepertinya dia salah paham."

"Maksud Momy?"

"Kamu tau akan menemukan dia dimana," bukannya menjawab pertanyaan Amar, Nayla malah berkata dengan penuh teka-teki. Setelah mengatakan itu, Nayla dan Dewa masuk ke dalam rumah meninggalkan Amar yang masih mematung mencerna arti kata-kata ibunya.

"Dia pasti salah paham sama kita," kata Silena.

"Damn!" Amar memukul kepalanya setelah dia mengerti semuanya. Dia berlari menuju mobilnya terparkir.

"Sori, aku gak bisa antar kamu pulang," ucap Amar sebelum dia menjalankan mobilnya.

Silena tersenyum mengangguk sebagai jawabannya.

~ Si She ~

Si SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang