W _ 13

296 10 0
                                    

"Kak.." panggil seseorang.

Rafael menengok ke sumber suara.

"Tumben manggil, Kak. Ada maunya nih" sahut Rafael ke Audi. Audi pun cuma cengengesan.

"Aku mengkhawatirkanmu" sahut Audi melangkah menuju Rafael.

"Apa yang perlu dikhawatirkan?" tanya Rafael saat Audi sudah duduk di sampingnya.

"Kamu bengong mulu sih! Kalau kerasukan gimana?" tanya Audi.

"Ya aku akan merepotkanmu" Rafael terkekeh. Audi pun memukul lengan Rafael.

"Masih memikirkan Enzy?" ucap Audi melihat ke depan.

"Masih" sahut Rafael.

"Atau sedang memikirkan kak Afra?" tanya Audi sambil menengok ke samping.

"Itu juga benar" sahut Rafael.

"Jangan bilang ingin memiliki keduanya?!" tebak Audi. Rafael pun tertawa.

"Enggak!" tegas Rafael.

"Aku butuh waktu lama melupakan Afra sampai akhirnya ketemu Enzy. Tapi, hubunganku dengan Enzy nggak lama. Bahkan waktu yang dibutuhkan untuk melupakan Afra lebih lama dibanding hubunganku dengan Enzy. Lucu" ucap Rafael menatap langit.

Mereka berada di beranda kamar Rafael yang menghadap taman belakang. Kamar Rafael terletak di lantai dua.

"Butuh waktu berapa lama untuk melupakan Kak Afra?" tanya Audi.

"Setahun lebih" ucap Rafael.

"Kalau sama Enzy sudah berapa lama?" tanya Audi.

"Duh! Adikku yang bawel ini keponya sedang kumat ya?!" Rafael mengacak rambut Audi.

"Biarin!" Audi menjulurkan lidahnya.

"Baru beberapa bulan. Tepatnya sembilan bulan" ucap Rafael.

"Sudah mau lahiran dong!" sahut Audi. Rafael pun terkekeh mendengarnya.

"Itu pun enggak ada apa-apanya dibandingkan dengan sama kak Afra" ucap Audi. "Seujung kuku pun nggak ada" Audi menunjukkan ujung kuku jari kelingkingnya.

"Pasti selama dengan Enzy ada hal yang membuat teringat dengan kak Afra" ucap Audi.

"Sok tau ih!" sahut Rafael.

"Jangan bohongi hatimu, Raf" ucap Audi menatap Rafael. "Dia telah kembali. Jangan lewatkan kesempatan itu. Kalau dia tak kembali lagi nanti baru menyesal" ucap Audi.

"Hubungan dengan kak Afra selama tiga tahun butuh setahun lebih melupakan. Enzy yang cuma beberapa bulan seharusnya lebih cepat dong!" lanjut Audi.

"Melupakan itu sulit kalau punya hati" sahut Rafael.

"Berarti sama kak Afra pake hati dong?!" tebak Audi. Rafael terkejut dengan ucapan Audi.

"Sekarang sudah pintar ngomong ya" sahut Rafael tersenyum. Audi pun cuma tertawa kecil.

"Aku hanya gak ingin kakakku yang sipit ini membuang waktunya untuk memikirkan hal yang menyakitkan" ucap Audi.

"Karena hati yang gembira adalah obat yang manjur untuk segala hal" sahut Rafael.

"Nah! Itu tahu!" seru Audi. Rafael kemudian memeluk Audi.

"Terima kasih perhatiannya adikku yang bawel!" ucap Rafael.

"Sama-sama kakakku yang sipit!" ucap Audi membalas pelukan Rafael.

"Kita diundang untuk datang ke pertemuan bisnis" Audi melonggarkan pelukannya. "Ini buktinya" Audi menyerahkan undangan yang berada di samping tempat duduknya.

"Kepada Rafael Tsamudra dan Audi Tsamudra" baca Rafael. "Keluarga Afra hadir nggak ya?" sahut Rafael setelah membaca undangan tersebut.

"Apakah mereka juga diundang?" tanya Audi.

"Ini bukan undangan pertemuan bisnis tapi jamuan makan malam antar keluarga pebisnis. Kamu nggak baca?" tanya Rafael. Audi menggelengkan kepala sambil tersenyum lebar.

"Kemungkinan juga diundang karena mereka pernah bekerja sama dengan perusahaan ini" ucap Rafael.

"Aku belum tertarik dunia bisnis. Kamu tahu kalau aku lebih suka photography" sahut Audi.

"Sama saja. Kamu suka memotret lalu orang-orang suka dan mencarimu. Kamu ke sana, ke sini untuk memotret mereka. Kamu dapat uang banyak. Itu bisnis" ucap Rafael.

"Tapi aku ingin motret bukan karena uang" ucap Audi.

"Motretlah pake hati. Uang jangan dijadikan tujuan utama. Itu namanya bisnis pake hati. Lakukan apa yang kamu sukai bukan karena materi. Materi akan mengikuti" ucap Rafael.

Audi pun mendengarkan dengan seksama dan menganggukkan kepala tanda setuju dengan pendapat Rafael.

"Kenapa kamu enggak buka studio foto dan kamu adalah photographernya?" tanya Rafael.

"Aku masih pemula. Hasil foto pun masih beda jauh dengan kak Afra" ucap Audi.

"Jangan bedakan hasil kita dengan orang lain. Tak akan sama sampai kapanpun" ucap Rafael.

"Benar juga sih" Audi memangku kepalanya di salah satu tangannya.

"Bagaimana kalau aku bantu? Kita mulai dari nol" sahut Rafael.

"Serius?!" tanya Audi tersenyum senang dan kembali duduk tegak. Rafael pun mengangguk.

"Anggap saja ini awal bisnis kita berdua. Mungkin nanti kita bisa bisnis yang lain" ucap Rafael. "Kamu tenang saja, ini bukan karena uang. Untuk kesenangan" lanjut Rafael.

"Terima kasih. Aku bisa belajar bisnis juga. Ah! Jiwa bisnismu yang mengalir dari Papa memang tak terbantah" ucap Audi memeluk Rafael. Rafael pun tersenyum dan mengacak rambut Audi.

"Ajak teman-temanmu bergabung. Tapi jangan memaksa mereka, mungkin mereka sudah memiliki studio foto sendiri" ucap Rafael. Audi menganggukkan kepala.

"Aku ingin namakan A.R.A PHOTO di setiap hasil dari motret" sahut Audi bersadar di bahu Rafael.

"Ara? Bukan arang kan?" sahut Rafael terkekeh.

"Bukan!" Audi menggembungkan pipinya.

"A.R.A adalah singkatan dari Audi Rafael" ucap Audi.

"Bolehkan?" tanya Audi sambil melihat Rafael. Rafael pun menganggukan kepala.

"Nama studio fotonya juga itu. Untuk desain tulisan, aku serahkan ke kamu saja. Nanti tunjukkan ke aku lalu kita diskusi" ucap Rafael. Audi pun memberikan jempolnya ke arah Rafael.

"Tumben kamu manja gini" sahut Rafael melirik Audi yang bersandar di bahunya.

"Memang enggak boleh?" tanya Audi.

"Boleh kok adikku yang manis" Rafael menyandarkan kepalanya di puncak kepala Audi.

Mereka menikmati suasana taman belakang dan langit yang menunjukkan warna kebiruan. Angin semilir menambah suasana nyaman.

WALK [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang