Tawamu

228 18 3
                                    

Entah mengapa aku merasa biasa saja dengan pindahnya Fakhri. Pada saat kami berpelukan hanya Rial lah yang tetap kupikirkan. Ini terasa aneh. Aku seharusnya memikirkan Fakhri. Tapi mengapa yang ku pikirkan itu Rial? Ku buyarkan bayangan wajahnya dan berusaha membuat diriku tenang, pada saat aku hendak menyalakan tv mama keluar dari kamar dan menanyakan kalau aku mau ikut ke bandara, sempat ku berfikir Aku nggak sanggup liat muka Fakhri untuk "terakhir" kalinya tapi kalau aku nggak dateng buat liat dia pergi dia pasti kecewa sama aku kuurungkan niatku untuk menonton TV dan ku anggukkan kepalaku perlahan untuk Fakhri pikirku Ini untuk Fakhri. Sampai di bandara aku hanya menatapnya dari kejauhan dan melambaikan tanganku dengan harapan ia akan melihat lambaian tanganku. Tapi sepertinya tidak. Hanya Wiwi yang berpelukan dengannya. Aku tak mau mendekat ke depan pintu bandara lebih dekat. Lalu perhatianku tertuju pada Rial yang hanya diam tanpa sedikit pun ekspresi tergambar di wajahnya. Suatu saat aku akan melihat Fakhri lagi. Pasti. dan setelah itu kami pulang dan hari menjadi hari hari biasa lagi.

Beberapa tahun kemudian. . .

Telah kulewati masa masa di sekolah dasar ini seperti biasa dan tak terasa aku sekarang udah kelas 5 SD, yang berarti sudah saatnya aku mulai serius belajar karna setahun lagi aku akan mengahadapi ujian nasional. Pagi itu terasa dingin sebab hujan semalam, kulangkahkan kakiku menapaki koridor menuju kelasku. Aku suka datang ke sekolah pagi pagi buta, saat sekolah masih sepi dan masih beberapa anak saja yang baru datang. Ku kenakan sweater merahku marun yang baru ku sadari itu adalah hadiah dari mamanya Rial dan menaruh tasku dalam kelas dan berdiri di depan kelas sambil melihat embun pagi yang ada di daun daun tanaman aku menutup mataku sambil menikmati menikmati tetesan embun dingin di tanganku, tiba tiba seseorang menepuk pundakku dan sontak aku teriak dan siap memukul siapa pun yang mengagetkan ku itu, pas aku balik ternyata itu Irfin teman TK ku yang kembar yang juga kebetulan sekelas sama aku sekarang "AAARGH KAMPRET LO JANTUNG GUA HAMPIR COPOT TAU" kataku setengah teriak "HAHAHAHA Elu sih ngapain coba nutup mata sambil berdiri depan kelas? kayak lagi bertapa aja" "YEEEE SUKA SUKA GUE ISH" aku masuk ke dalam kelas dengan muka ngambek karna di ledekin kayak gitu "Yaah J, maafin gue dong. Gua cuma bercanda hahaha" aku ngabaiin Irfin "J, maafin dong jangan ngambek" kali ini mukanya serius dan mulai masang muka memelasnya dia yang selalu dia jadiin andalan kalau aku ngambek sama dia, aku yang emang ga tegaan orangnya akhirnya bicara "Iya deh iya, tapi lo jangan ngagetin gue lagi ya. Pake acara ngeledekin gue lagi ishh" dia langsung senyam senyum dan bilang "Iya deh gue janjii!! Suer, tapi nanti gua ngga ngagetin lo tapi langsung dorong lo aja ke bawah!! Hahahaha" "COBA AJA KALO BERANI LO, GUE GEPENGIN LO" kata gue sambil berusaha serius tapi malah ketawa karna dia juga ketawa, saat saat kayak gini sempat sempatnya aku mikirin Rial lagi. Terakhir kali aku ketawa lepas kayak gini itu waktu masih kelas 2 SD dan saat itu juga adalah saat saat terakhir aku dekat sama Rial. Kami berdua berhenti ketawa Irfin balik keluar kelas karna di panggil sama anak kelas sebelah yang ternyata kembarannya sendiri, Arfan. "Hai J!" sapa Arfan sambil lambain tangannya ke aku "Hai fan, mau kemana lo sama Irfin?" "Biasa urusan cowok" "Lo kan cowok, lah si Irfin dia kan bencong HAHAHAHA" Irfin langsung natap gue sambil masang muka sok horror "Apa lu bilang?!" "Wets ampun bos, gue bercanda" sambil ngancungin tangan membentuk angka dua. Kemudian sosok anak kembar itu hilang begitu aja. Dasar. Beberapa menit kemudian kelasku pun mulai ramai dan mulai bising, bel masuk pun berdering menandakan pelajaran sudah di mulai.

Bel pulang berdering dan kami semua berlomba lomba keluar untuk cepat pulang. Aku langsung ke tempat les dan disana aku makan dulu lalu kemudian belajar. Beberapa menit kemudian ku dengar suara familiar menjengkelkan yang refleks membuatku tersenyum kecil dan ku cari si sumber suara itu dan ternyata itu dia. Wajah yang merah dan keringat karena habis futsal, ia tetap terlihat manis dan menjengkelkan secara bersamaan. Ia menoleh ke aku dan segera ku palingkan wajahku karna tak ingin aku dilihat olehnya. Pulang dari les aku mandi dan beristirahat lalu tiba tiba aku mulai berfikir Rial sekarang sudah agak sulit di temui ya..... mungkin karena dia harus bimbel setiap hari atau mungkin dia sibuk futsal tapi aku masih sering liat dia dari kejauhan kok, entah lagi main bola, makan atau lagi bareng teman temannya dan mungkin kalian pikir aku ini such a creep tapi aku suka menatapnya dari jauh. Aku suka melihatnya. Terkadang aku suka tertawa kecil kalau melihatnya karna dia sudah sangat berubah sekarang, kami tak lagi menyapa bercanda satu sama lain seperti waktu dulu, tapi aku mengerti. Dia musti sibuk dengan urusannya sendiri. So does me. Tapi.. beberapa saat lagi ia akan menjadi anak SMP dan itu berarti aku ngga bakal liat dia lagi dong? Jadi.. Setahun tanpa dia? Jadi aku ngga bisa liatin dia lagi? Kira kira dia sekolah dimana ya? Aku bisa nggak ya ketemu lagi sama dia..?

Dan begitu banyak pemikiranku tentang perasaan ini terhadapnya.


Dia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang