Kelas Seni

167 8 0
                                    

-2010-

Time flies dan kami sudah kelas 6, tetapi pertemanan ku dengan Fio, Tirah, Cheryl, Arfan dan Irifin masih berlangsung, walau kami sekarang sudah terpisah pisah kelasnya tapi kami masih sering saling menyapa, Banyak hal hal lucu dan menyebalkan yang terjadi di kelas 5 dan well, UN pun semakin dekat. Oh tidak.

Aku dan Irfin sekelas lagi di 6D, Cheryl di kelas 6B, Fio dan Tirah di kelas 6A, dan Arfan di 6C. Waktu itu ada peraturan baru yaitu moving class; seperti halnya di luar negri kami mendapat loker dan kami masuk ke dalam kelas secara bergantian dengan kelas lain dan hal yang paling aku sukai dari moving class adalah aku sering bertemu dengan Arfan dan ia selalu tersenyum padaku dengan manisnya. Pernah suatu ketika aku memakai bando merah maroon yang sama dengan kardiganku, ya Aku sangat suka dengan merah maroon dan hari itu hari yang cukup dingin, angin bertiup agak kencang dan membuat rambutku lumayan berantakan dan tiba tiba seseorang mengambil bando ku dari belakang "EEH BANDO GU—" dan ternyata itu Arfan "Rambut lo rapihin dulu baru pake bando lagi" Aku bengong kemudian lgsng cepat perbaikin rambutku dan saat aku ingin meraih bandoku ternyata Arfan malah memakaikannya untukku dan mengatur poni ku, aku cuma terdiam dan kurasakan pipi ku memanas "Nah gini, kan cantik. Ngga sih, Lo selalu cantik kalau pake merah. Sering sering pake merah ya." katanya dengan senyum manisnya lagi aku pun terdiam. Kata kata itu... Kata kata itu mengingatkanku dengan seseorang. Seseorang yang telah lama sirna dari benakku. Yang tadinya aku tersipu malu kemudian tertunduk murung, Aku seolah benci dengan kata kata yang Arfan baru saja lontarkan. Aku pun meninggalkan Arfan dengan ekspresi sedih-marah-dan senang, semua bercampur menjadi satu "J, lo kenapa?" kata Arfan setengah teriak "GUE GAPAPA" teriak ku keras yang juga membuatku kaget kenapa bisa aku mengeluarkannya begitu saja, Aku masuk dalam kelas dan berusaha melupakan kejadian tadi, Aku berusaha membaca buku, bermain game, ngobrol tapi kurasa semua sia sia saja, Aku masih memikirkan kejadian tadi.

Bel berbunyi menandakan kami akan pindah ke kelas berikutnya, kelas seni.

"Anak anak, berhubung sebentar lagi kalian akan menjadi alumni, ada baiknya kalian membuat persembahan sebelum kalian lulus, maka dari itu kita akan membuat pensi dari tiap kelas 6" kelasku setuju dan kami mengambil tema Merah Putih, kami memainkan bendera ala ala marching band dan kami pun mulai latihan unutk pementasan kami. Selepas latihan aku berjalan sendiri ke kantin hendak membeli air putih dan saat itu aku melihat Arfan yang tengah membeli cemilan, tanpa fikir dua kali aku nyamperin Arfan dan berkata "Fan, sorry ya gue ga bermaksud teriak kyk gitu ke lo, gua cuma nginget sesuatu grgr omongan lo. Maaf ya" Arfan cuma menatapku dengan muka datar yang aku sendiri salah artikan "Gapapa sih fan kalo kamu gamau maafin aku, iya aku tau aku salah kok" ia masih menatapku kosong, kesal di perlakukan kayak gitu aku pun beranjak pergi dan tiba tiba saja Arfan menarik tanganku dan merangkulku sambil jalan dan berbisik di telingaku "Yaelah J, kita udah lama sama sama mana mungkin aku marah sama lo" aku pun senyum senyum dalam rangkulan Arfan sampai di depan ruang seni aku pun pamit sama Arfan dan masuk ke dalam kelas

Malamnya aku kesulitan tidur, entah mengapa aku ngga berhenti balik kanan dan kiri sambil natap langit langit kamar hopelessly. Tiba tiba lampu ruang tengah nyala dan kudengar suara mama ku dan suara lainnya dari telfon, aku sempat beranjak ke pintu kamarku dan ingin membukanya tapi kemudian aku berhenti mendengar kalimat itu; "Iya mba, aku usahaain nilai J bakal sempurna dan masuk di sekolah itu" "iya, biar bisa barengan sama Rial" aku kaget dan kutempelkan telingaku di pintu dan berusaha mendengar percakapan mama dan orang di telfon itu, aku tidak tau itu siapa tapi yang pasti itu bukan nenekku karna ia menyebutkan namanya. Sebuah nama yang bisa membuatku berhenti jika mendengarnya. Rial.

Ya ini kebiasaan yang buruk, menguping pembicaraan orang tua. Tapi apa boleh buat? Aku penasaran karena ada namaku di dalam percakapan itu. Lelah mendengarkan pembicaraan mereka aku kembali beranjak ke tempat tidur dan berbaring sambil memikirkan hal-hal yang possibly terjadi; pensi, UN, teman temanku, SMP nanti, masa depan dan banyak lagi. Tidak, aku tidak larut dalam pikiran ini cuma sekelabat bayangan tentang apa yang mungkin saja terjadi pada masa yang akan nanti. Jujur saja aku masih gatau harus ngapain sudah SD, well yeah bisa di bilang aku buta SMP dan yeah mata ini sudah terasa berat menandakan aku akan segera tidur lelap dan berlabuh ke pulau mimpi! Saatnya berpetualang!

.

.

.


Dia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang