LATE NIGHT IN A BAR

135 5 1
                                    

Lucy meregangkan kedua bahunya dan lehernya.
Tubuhnya terasa pegal akibat kebanyakan duduk di kursi.
Matanya terasa lelah karena kebanyakan duduk di depan komputer.

Setelah Lucy pulang dari London, keesokan harinya, Franklin Gortham Santoso-ayahnya, langsung menyuruhnya berkerja di perusahaan keluarga mereka.
Ibunya-Delianne Faradaye Santoso, langsung marah-marah melihat suaminya yang mengatakan bahwa putri sulungnya, langsung kerja, padahal baru saja pulang dari London.

Lucy sendiri tidak keberatan. Perkerjaan ini sungguh menolongnya daripada Ia di rumah dan percakapannya dengan Alex berputar lagi di kepalanya bagaikan kaset rusak.

Lucy memijit pangkal hidungnya berusaha mengusir rasa kelelahan pada dirinya.
Tiba-tiba pintu ruangan Lucy terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang mengenakan baju coklat dan celana bermotif floral.

"Lucy!" Seru wanita paruh baya itu keras.

Lucy memutar bola matanya jengah.
"Ada apa sih,ma?" Tanyanya lelah.

"Kamu! Udah dibilangin tinggal di rumah aja, tetep aja kerja. Kemauan Papa mah tak perlu diturutin." Gerutu Ibunya kesal.

"Ma, ini keinginan Lucy." Jawab Lucy penuh penekanan.

Delianne berdecak kesal.
Sifat workaholic suaminya sangat menurun pada putri sulungnya ini.
Delianne menghela napas berat.
Bukan ini tujuannya datang ke ruangan putrinya.

"Nanti, pulang jam 5 sore ya." Kata Delianne dan duduk di kursi yang ada di depan Lucy.

Lucy mengangkat sebelah alisnya, dan terperangah.
"Jam 5 sore? Kenapa Ma?"

Delianne tersenyum dan mengibaskan tangannya.
"Kita mau makan malam dengan keluarga Wijaya. Sekalian mama mau membahas pernikahan adik kamu."

Lucy hanya mengangguk datar.

"Lucy, apa kamu punya pacar,sayang?"

Sesaat Lucy tertegun. Tubuhnya membeku.
"A-apa maksud Mama nanyain Lucy begituan?" Tanya tergagap.

Delianne hanya mengangkat bahu.
"Mama hanya merasa aneh saja. Kan lucu diumur segini kamu belum punya pacar."

Lucy menaikkan sebelah alisnya.
Dan menyeringai.
"Bagaimana kalau aku memang belum punya pacar?"

Delianne membelalakkan matanya.
"Apa?!" Serunya.
Tiba-tiba dia mengatupkan mulutnya cepat.
"Ya bagus, berarti kita bisa berbesan sekali lagi dengan Keluarga Wijaya. Mama dengar, putra sulung mereka belum menikah."

Mendadak, Lucy merasa tidak enak dengan perkataan Ibunya.
"Maksud mama?"

"Ya kamu sama putra sulung mereka menikah. Kalian pasti cocok sekali kalau kami jodohkan. Jeng Rosa pasti setuju. Selain itu mereka pasti percaya dengan perusahaan kita dan sebaliknya."

Saat itu juga, Lucy merasa dunianya akan hancur.
"Ma! Hanya karena aku belum punya pacar hingga sekarang, bukan berarti mama bisa jodohkan aku seenaknya!"

"Mama bisa, Lucy! Dan ini juga untuk kebaikan kamu dan kerjasama bisnis kita dengan Keluarga Wijaya! Mau sampai kapan kamu melajang,hah?!"

Lucy mengatupkan mulutnya dengan cepat.
Tangan gadis itu dikepal hingga buku-buku jarinya memutih.
Dengan cepat gadis itu mengambil tas ranselnya dan menyampirkannya ke bahu kanan nya.
"Mau sampai kapan aku melajang, bukan urusan Mama. Urus saja perjodohan Lily!" Serunya ketus dan berjalan meninggalkan Delianne.

"Lucy! Kembali kamu!"

********

Lucy membuka pintu mobilnya dengan kasar dan sedikit membanting pintu ketika mau ditutup.
Lucy segera menyalakan mesin mobil dan menginjak gas.

IF ONLYWhere stories live. Discover now