COFFEETALKS

63 3 0
                                    

2 hari sebelum pernikahan.

"Dokter Lily, ini sudah larut malam. Bukankah lebih baik anda berisitirahat di rumah?" Tanya seorang suster.

"Masih banyak hal yag harus saya kerjakan." Jawab Lily datar.

Suster tersebut hanya mengangkat bahunya ringan dan berlalu dari hadapan Lily.

Lily melepas kacamata yang Ia gunakan dan memijit pangkal batang hidungnya.
Lelah. Ia sangat lelah. Baik secara fisik,batin, emosi. Tapi tak ada satupun yang mencoba mengerti dia. Ya,ya,ya. Sebut saja Ia play victim akan keadaanya ini. Terserah.

Pulang ke rumah, hanya membuat Lily stress dengan pertanyaan ibunya yang berekspetasi tinggi dengan pernikahan ini. Bagaimana kalau Ibunya tahu, mengenai pernikahannya dengan Alex hanyalah kontrak semata? Hanya satu tahun, setelah itu semuanya akan berakhir?

Sampai sekarang, Alex tidak sekalipun menghubungi Lily. Pria itu seolah lost contact dengannya. Beberapa hari yang lalu, pria itu sibuk mengumbar betapa-rendahnya-pernikahan-kita-di-matamu. Nah, lihat sekarang, siapa yg pada akhirnya setuju?

Lily menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Secangkir kopi selalu berhasil menenangkannya.

**********

"Pesan apa mbak?"

"Kopi hitam pekat, panas ya."

"Oke, semuanya 23 ribu mbak,"

Lily mengambil selembar uang merah dari dompet Stradivariusnya dan memberikannya pada kasir di depannya.

"Ini kembaliannya sama kopinya ya mbak,selamat menikmati,"

Lily hanya balas tersenyum singkat dan berjalan keluar dari cafè tersebut. Tiba-tiba Ia merasa tangannya ditarik oleh seseorang yang membuat Lily terkesiap untuk sesaat.

"Lily?"

Ngapain pria itu...

"Alex?" Bisiknya lirih.

*************

"Alex?"

Pria itu tertawa kecil melihat respon Lily.
"Alex? Wah, semirip itu ya, aku dengan sepupuku satu itu?"

Sepupu? Kali ini, Lily makin bingung.

Pria itu tertawa renyah saat melihat ekspresi bingung Lily.
"Astaga, secepat itu ya kamu lupanya. Aku,William Soedjono. Sepupu Alex dan Lucian. Pendamping pria di pernikahanmu." Jelasnya.

Mata Lily membesar karena kagetnya. Ya ampun, kenapa Ia bisa lupa sama saudara sendiri?
"Aduh William, maaf ya. Aku makin linglung akhir-akhir ini," katanya sambil tertawa kecil.

William tersenyum hangat. "Gak masalah,Lily. Take it easy. Anyway,ini kan udah larut malam banget, kok kamu masih di luar? Bukannya kamu..ehm..harusnya di rumah?"

"Iya, tapi aku punya banyak kerjaan hari ini, jadinya lembur,hahaha."

William berdecak kesal. "Lily, 2 hari lagi kamu menikah. Jaga kesehatan dong. Gak bagus lembur tiap malam."

"Tiap malam? Nggak lho, aku--"

"Jangan coba menipuku,Liliana. Lingkaran hitam di bawah matamu telah membuktikan semuanya." Potong William.

Pipi Lily bersemu merah. "Iya,iya aku ga bergadang lagi,"

William tersenyum renyah. "Gitu dong. Eh, kamu gak capek berdiri terus disini? Cari tempat duduk yuk. Aku masih mau ngomong lebih lama sama kamu. Jangan pulang dulu,"

Lily terkekeh kecil. "Kamu lucu deh,Will. Tadi kamu suruh aku pulang, sekarang? Dasar, ga konsisten."

William hanya balas tersenyum kecil. Kini mereka berdua duduk di pojok cafè dan berhadapan dengan satu sama lain.

"Sering ke cafè ini, Will?" Tanya Lily.

William menggeleng. "Ini baru pertama kali."

"Oh, kalau aku sudah pelanggan tetap disini. Their brewed coffee is the best part, you should give it a shot." 

"Oke, kapan-kapan deh. Kamu sama Alex sering kesini?"

Raut wajah Lily langsung berubah.
"Ehm, gak pernah."

"Oh? Kupikir kalian sering kesini." William menyesap kopinya perlahan.

"Kami tidak sedekat yang kau pikir,Will." Balas Lily dengan nada getir. "Ini paksaan."

Seketika ada keheningan yang mencekam diantara mereka berdua. Akhirnya, William pun memutuskan untuk berbicara.
"Aku tahu. But I bet, kamu mencintainya bukan?"

Deg. Degup di jantung Lily selalu lebih kencang kalau mereka membicarakan Alex.

William tertawa ringan.
"Kalau gak mau jawab juga ga masalah."

"Bukan begitu," tepis Lily. "Hanya saja, aku merasa diriku adalah wanita terbodoh di dunia. Mencintai orang yang mencintai orang lain."

"..."

"Rasanya gak guna aku adalah pemilik tubuhnya tapi hatinya terpaut sama orang lain,"

"...."

"Pernikahan ini membuatku merasa jadi wanita paling egois di dunia, menjadi paling jahat karena Alex harus end up dengan aku."

"Lily," William mengucapkan namanya perlahan. "Itu semua bukan salah kamu."

''...."

"Pernikahan ini kemauan kamu? Enggak. Kemauan kamu untuk jatuh cinta sama Alex? Enggak. It's not your fault. Kamu harus berhenti menyalahkan diri kamu sendiri,Li. Rasa cinta itu adalah perasaan istimewa,Li. Beruntung kamu sadar kalau kamu jatuh cinta sama Alex. Ada beberapa orang yang tidak sadar akan rasa cinta yang mereka miliki."

"Beruntung apanya maksudmu?" Tanya Lily dengan nada ketus.
"Lebih baik aku tidak sadar sama sekali. Jauh lebih mudah,"

"Terserah kamu deh. Kamu sendiri yang akan sadar akan keberuntungan itu." Balas William. "Ayo pulang. Ini sudah larut banget."

*******

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 26, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

IF ONLYWhere stories live. Discover now