HOPELESS

109 4 2
                                    

"Please, jangan antar gue pulang ke rumah," pinta Lucy saat Tommy membawakan mobil.

"Terus? Gue harus kemana, Lu? Tidak. Lo kudu pulang." Kata Tommy penuh penekanan.

"Gue gak bisa pulang, Tom. Masalah gue semakin menumpuk,Tom. Sekali ini saja, biarin gue nginep di apartemen elo,Tom." Kata Lucy terisak.

Tiba-tiba Tommy memberhentikan mobilnya.
"Masalah hanya akan semakin menumpuk, jika elo terus bersikap melarikan diri."

Pertahanan Lucy semakin runtuh. Satu per satu, air mata Lucy keluar.

Tommy yang melihat Lucy menangis, hanya menggelengkan kepalanya dan memeluk gadis itu, berusaha menenangkannya.
"Ssh. Jangan nangis,Lu." Bisiknya lirih.

Tangis Lucy semakin pecah.

"Mana Lucy-sohib gue yang kuat? Mana Lucy sohib gue yang ceria?" Bisik Tommy dan mengelus punggung Lucy.

"The strong girl is gone,Tom. Yang ada hanyalah gadis tanpa harapan, yang mengikuti semua apa adanya." Jawab Lucy dan bersedekap.

"Lucy! For God's sake! Kenapa sih elo bersikap desperate kayak gini? Semua kesulitan itu pasti ada jalan keluarnya. Face it, and you'll find it." Kata Tommy mulai kesal.

Setelah itu, tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka.
Dan Tommy tetap membawa Lucy pulang ke rumahnya.

*******

Lily mendesah.
Ini sudah pukul 9 malam.
Kemana sih,Mbak Lucy? Batin Lily.
Gara-gara Lucy tidak ada, Franklin dan Delianne membatalkan acara makan malam mereka sehingga diundurkan menjadi besok.

Tidak biasanya Lucy seperti ini.
Seingat Lily, Lucy akan 'menghilang' seperti ini jika dia ada masalah.

Terkadang, Lily ingin Lucy membagikan masalahnya pada dirinya.
Tapi itu takkan terjadi.
Lucy cenderung menjauh jika sudah ada masalah.
Dan hal itu sangat dibenci oleh Lily.
Menurutnya hal itu sangat egois.
Seperti ini; jika seandainya acara makan malam dengan keluarga Wijaya terjadi, pasti masalah tetek-bengek tentang pernikahannya selesai, plus Lily mungkin saja bisa berbicara dengan Alex, ya biarpun peluang kemungkinannya sangat kecil.

Tiba-tiba Lily mendengar klakson mobil.
Lily segera keluar.
Mobil itu langsung masuk garasi.
"Mb-"
Baru saja Lily ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba sosok Tommy keluar dari mobil dan menggandeng Lucy.

"Mas Tommy?" Kata Lily heran.

"Hai,Li? Kamar Lucy mana? Nih orang kebo banget, dibangunin payah." Cerocos Tommy.

Lily terkekeh.
"Mbak Lucy memang kayak gitu. Lewat sini, mas." Kata Lily dan menunjukkan sebuah kamar.

Tommy meletakkan Lucy hati-hati di ranjangnya serta mengecup singkat pipi gadis itu dan berjalan keluar dari kamar Lucy.

"Mas utang penjelasan padaku," sahut Lily dingin.

Tommy terkesiap lalu duduk di sofa.
Ia bingung harus ngarang cerita pada Lily. Tidak mungkin Ia menceritakan masalah yang dialami Lucy kepada Lily, yang ada Ia akan disantet oleh Lucy.

"Enak ya jadi mas Tom dipercaya sama Mbak Lucy." Ujar Lily.

Tommy terperangah.
"Emangnya selama ini si kebo itu gak percaya padamu,Li?"

Lily hanya mengangkat bahu.
"Jika dia mempercayaiku, dia akan menceritakan semua masalahnya kepadaku dan bukannya menghilang tidak jelas."

Tommy tersenyum miris.
"Lucy pasti mempercayaimu,Li."
Ia mempercayaimu dengan merelakan Alex untukmu,Li, batin Tommy.
"Hanya saja, kita tahu kalau Lucy bukanlah orang yang terbuka. Menceritakan masalah disaat kita sendiri pun tidak tahu mengekspresikannya pun susah." Tambah Tommy lagi.

Lily hanya mengangguk datar.
"Terimakasih ya, Mas sudah mengantar Mbak Lucy." Katanya dan tersenyum ringan.

Tommy ikut mengangguk.
"Sama-sama. Mas pergi dulu,"

*******

Lucian memarkirkan mobilnya masuk ke dalam garasi.
Bukankah ini terlalu cepat untuk kembali setelah makan malam? Pikir Lucian heran.
Dengan gusar,Ia masuk ke dalam rumah dan mendapati bahwa Philip Ramansyah Wijaya-ayahnya, Rosalina dan Alex duduk di ruang keluarga, menunggunya.

"Darimana saja, kamu?" Tanya Philip tajam.

"Dari bar. Tapi tidak jadi." Jawabnya acuh.

"Lucian, bisa tidak kamu tidak bertingkah konyol dan menerima perjodohan ini? Cinta bisa muncul ketika kalian sudah menikah nanti."

Lucian mendengus dan tersenyum sinis mendengar perkataan Rosalina.
Cinta? Cih. Hanya luapan emosi sesaat yang sangat menyakitkan.

"Mau kamu menerima atau tidak, perjodohan kamu dengan Luciana akan tetap dilakukan." Kata Philip tegas dan meninggalkan ruang keluarga.

Rosalina yang melihat suaminya pergi itu hanya menatap putranya dengan pasrah dan ikut meninggalkan ruang keluarga.

Hanya tersisa Alex dan Lucian.

"See? Sekali lo terjebak dengan perjodohan ini, lo gak punya pilihan selain mengikutinya." Kata Alex datar dan meninggalkan Lucian yang terdiam seribu bahasa.

********

Kenapa harus Lucian? Batin Alex kesal.
Kenapa bukan dirinya saja yang dijodohkan dengan Lucy? Ia dengan senang hati mengikutinya.

Di mata Alex, Lucian sama sekali tidak cocok untuk bersama dengan Lucy.
Alex sangat tahu bagaimana kakaknya itu.
Seorang player dan orang-yang-tidak-percaya-dengan-cinta.
Lucy pasti akan sangat tersakiti.

Tiba-tiba muncul keberanian pada diri Alex.
Ia akan berusaha untuk terus bersama dengan Lucy, tak peduli jika keputusannya akan menyakiti dirinya sendiri dan pihak lain.
Meski itu adalah melawan kakaknya sendiri.

********

Lucy terbangun dengan perasaan yang ia sendiri tak bisa mendeskripsikan.
Kepalanya sedikit berdenging dan badannya meriang akibat Ia mabuk di bar milik Tommy.
Ia melirik bajunya. Masih sama. Berarti, Ia tidak melakukan perbuatan senonoh di bar milik Tommy.
Maksudnya, mungkin saja gara-gara Ia mabuk semalam, jadi melakukan perbuatan senonoh?

Dengan gusar, Lucy bangkit dari tempat tidur, dan berjalan ke kamar mandi.
Tiba-tiba seseorang masuk ke kamarnya.

"Mbak sudah bangun?"

Lucy hanya mengangguk lelah sambil menatap adiknya.

"Gimana makan malamnya semalam?"

Lily mendengus.
"Batal. Hari ini jadinya. Please, Mbak. Jangan kayak semalam nongol-nongol mabuk. Untung aja mas Tom bawain Mbak pulang dengan keadaan selamat."

Lucy mengalihkan pandangannya.
Kau tidak tahu masalah yang kualami,Li.

"Kenapa sih Mbak ke bar semalam? Kalau Mbak punya masalah, Mbak bisa beritahu aku. Tidak lari dari masalah itu." Kata Lily lembut.

Lucy mengepalkan tangannya.
"Siapa juga yang lari dari masalah?" Katanya tajam.

"Mbak. Kayak semalam. Mabuk lagi." Kata Lily dingin. Ia cukup sadar dengan perubahan nada bicara Lucy yang tajam.
Ia cukup kesal dengan Lucy yang selalu menyembunyikan segalanya dari dirinya.

"Watch out your mouth,Lily! Gue males cari ribut sama lo yang di pagi buta kayak gini. Bukan urusan lo kalau gue mau lari dari masalah kek atau apalah. Apapun masalah gue, lo gak punya hak untuk tau apapun itu. Meski lo adalah saudara gue." Kata Lucy tajam dan sarkastis.
Ia lelah dengan Lily yang terus menyudutkannya.
It's like, makan malam itu tidak terjadi karena dirinya tidak ada. Bagaimana ada masalah juga pada keluarga Wijaya? Atau Alex yang kabur? Siapa yang tahu?

Dengan langkah kesal, Lucy meninggalkan Lily yang terdiam.

**********

Too much emotion here.
Makin rumit plus galau.
Sampe-sampe Author ikutan galau,hehe.

1036 words. Too long?

Thanks for reading!

-Callista Mulyadi-

IF ONLYWhere stories live. Discover now